Mohon tunggu...
denmpoer .
denmpoer . Mohon Tunggu... -

daily cyclist, bambu apus Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jarambah, Surabaya-Bali-Lombok dari Atas Sepeda

18 Januari 2011   05:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1295326530190377846
1295326530190377846
Cukup lama kami beristirahat dan bergiliran kamar mandi  dan bahkan sempat mencuci baju kami yang kotor. Kemudian kami bergerak mencari tempat makan. Di sepanjang jalan keluar Pelabuhan banyak berjejer Warung dengan tulisan “Warung Muslim “ akhirnya kami memilih salah satu warung yang cukup ramai untuk makan. Jarak dari Pelabuhan ke kota Denpasar sekitar 130km dengan kontur jalan yang menanjak di sekitar Negara dan Tabanan. Membuat kami kembali berhitung dan membayangkan  sampai berapa lama kami akan sampai di Denpasar.  Sementara waktu sudah menunjukkan hampir pukul 3 sore, akhirnya kami memutuskan untuk menginap sebelum kota Denpasar mudah-mudahan bisa masuk Tabanan. Tak jauh dari Pelabuhan kami memasuki  Kawasan Taman Nasional Bali Barat, kurang lebih sepanjang 15km kami menikmati jalanan yang mulus dan  cenderung menurun sehingga kami bisa memacu laju sepeda di atas 25Kpj.

12953262292015588747
12953262292015588747
Sedang asyik-asyiknya  dan terlena menikmati turunan kami tidak sadar bahwa jalanan ke depan adalah tanjakan. Dimulai dengan tanjakan berbelok yang sangat curam membuat kami sedikit kaget  dan tidak siap menghadapinya. Jalanan mulai berkelok, menanjak dan sedikit sekali turunan atau jalan mendatar. Beberapa kali kami re-grouping dan beristirahat untuk minum, karena kami tidak menemukan minimarket sepanjang perjalanan kami mencari warung yang agak besar untuk membeli air mineral. Sekitar jam 6 sore akhirnya kami tiba di  daerah Negara. Melalui kotanya dengan jalanan yang sangat lebar dengan lampu-lampu jalanan yang terang benderang  dan gapura-gapura khas bali mulai terlihat. Melewati  daerah Negara, mungkin sekitar daerah Mendoyo, di sebuah pasar kami berhenti untuk makan malam.  Bagi kami ini adalah makan malam teraneh dan terheboh yang pernah kami alami. Biasanya atau pada umumnya di warung-warung makan di pasar yang akan banyak kucing berkeliaran untuk mencari sisa-sisa makanan. Di sini hampir di semua pojokan adalan ANJING.  Bayangkan makan dengan dibayangi ketakutan akan digigit anjing apa enaknya.  Apalagi di daerah Bali terkenal dengan wabah Rabiesnya. Menurut penduduk kita dapat dengan mudah membedakan mana anjing yang sudah terbebasa rabies dengan anjing yang belum di vaksin yaitu dengan cara melihat apakah di leher anjir tersebut sudah terikat semacam kalung yang berwarna yang menandakan anjing tersebut sudah terbebas dari rabies. Makan malampun jadi ajang saling melempar tulang ayam ke rekan sebelah sehingga anjing-anjing pada datang bergerombol, begitu seterusnya. Sehingga tawa pun membahana di sela suapan nasi dan gonggongan anjing. Hari beranjak malam, Denpasar masih sekitar 80km ke depan.  Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan mencari penginapan sekitar daerah PEKUTATAN. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang pemuda asing dari prancis tanpa baju dengan motor bebek yg dilengkapi rak untuk menyimpan papan surfing menyarankan kami untuk menginap di Hotelnya, yang rupanya pemuda tadi melihat kami begitu turun dari Kapal di pelabuhan Gilimanuk dan tidak menyangka akan bertemu lagi di jalanan. Rekomendasi dari pemuda prancis tadi tidak mengecewakan dengan harga yang tidak terlalu mahal, kami mendapatan Hotel yang sangat bersih, dengan air panas dan pemandangan pantai yang indah. Begitu sampai di Hotel kami segera berkemas, membongkar bawaan naik ke atas karena gerimis mulai turun. Setelah membersihkan diri kami bukannya segera beristirahat tetapi sebagian dari kami malah mengobrol, tertawa-tawa dan mengingat kelucuan yang timbul selama perjalanan dan mendiskusikan sisa perjalanan.  Tak terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam 2 pagi, kami pun segera terlelap dalam mimpi masing-masing. Kami lihat Cyclometer kami menunjukkan 345 km dari arah Surabaya. Hari kelima, Minggu 21 Nopember 2010 Pagi yang sempurna, roti bakar + teh manis, deburan ombak berlarian menuju pantai. Berkemas, mencuci baju, memanfaatkan matahari pagi yang mulai menyengat. Masalah muncul kembali, ban belakang sepeda Om TP salah satu nipple jari-jarinya  longgar, sebetulnya sudah berasa dan berbunyi sejak memasuki kota Banyuwangi. Mungkin kendor setelah menghajar beberapa lobang di turunan sekitar Baluran.  Akhirnya di bongkar dan dikengcangkan seperlunya agar sampai kota terdekar (Tabanan ) untuk mencari bengkel sepeda. Sekitar jam 10 kami keluar dari Hotel untuk melanjutkan perjalanan ke Denpasar dan terus ke timur sampai ke pelabuhan Padang Bai  yang akan membawa kami ke tujuan akhir LOMBOK dengan jarak kurang lebih 125km. Selesai makan pagi di  ujung jalan Hotel, kami melanjutkan perjalanan dengan udara yang cukup panas.  Kami mulai di hadapkan dengan jalanan yang menanjak yang panjang yang cukup curam. Di beberapa tempat ada bonus turunan yang tak cukup membawa kami ke puncak tanjakan sehingga kami harus tetap mengayuh agar sampai di ujung tanjakan.

1295326299589279340
1295326299589279340
Ternyata tanjakan menuju Tabanan ini lebih berat dan lebih panjang bila dibandingkan tanjakan di Baluran dan di Negara.  Jalanan yang  berkelok –kelok sangat bertolak belakang bila dibandingkan dengan jalanan sepanjang Surabaya- Situbondo yang lurus dan cenderung membosankan. Di sekitar 45km menuju Denpasar, kami bisa melihat di ujung sebelah atas sana mobil-mobil sedang merayap. Kami membayangkan akan beratnya tanjakan yang harus dilalui. Sedikit demi sedikit kayuhan demi kayuhan akhirnya kamipun sampai di puncak tanjakan.  Re-grouping kembali di lakukan.

1295326346196178831
1295326346196178831
Om TP dan Om Heru meneruskan perjalanan dengan tujuan mencari bengkel sepeda untuk memperbaiki pelk  sepeda Om TP yang mulai bergoyang parah. Beberapa kali berhenti di bengkel motor untuk menanyakan apakah bisa menyetel pelk dengan hasil nihil. Rupanya ini hari minggu, sehingga banyak bengkel-bengkel yang tutup. Ada satu bengkel sepeda yang kami temui tetapi sayang tidak mempunyai alat untuk menyetel pelk. Setiap menanyakan kepada orang dijalan selalu di jawab “ Ada Pak, 4 km ke depan” begitu seterusnya  sampai akhirnya kamipun bosan bertanya. Tak terasa jalanan yang berkelok dan menanjak sudah kami lewati hampir 50km dari Hotel tempat kami menginap. Di perjalanan sekitar daerah Antasari kami bertemu dengan  seorang Bapak yang juga mengayuh sepeda seorang diri dari daerah Porong  menuju Bali. Kami sempat mengobrol sebentar dan berjalan bersama sampai kira-kira 3km menuju perbatasan kota Tabanan tiba-tiba hujan turun sangat deras. Masing-masing dari kami berteduh di tempat yang berbeda dan sialnya tak satupun dari kami yang beruntung bisa berteduh di warung untuk sekedar mencari minuman hangat.  Ada yang berhenti di pom bensin, di pangkalan truk, di gubuk kosong sambil menunggu hujan reda. Setelah hujan agak reda, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Tabanan. Waktu sudah menunjukkan pukul  16:00, jalanan basah sisa hujan yang masih menyisakan satu tanjakan memasuki gerbang kota Tabanan. Rupanya rasa lapar mulai menyelimuti, di ujung jalan nampak Tukang Bakso berhenti di depan sebuah Bale. Ah pas sekali  abis hujan makan bakso yang panas.  Om Tp dan Om Heru yang tiba duluan  menyantap bakso terlebih dahulu sambil menunggu rekan lainnya yang di berada di belakang. Semangkuk bakso + lontong cukup membuat perut kami penuh ditutup dengan kopi dan teh panas, kami melanjutkan perjalanan. Aroma malam kota mulai terasa, lampu-lampu jalanan telah menyala. Om Tp berpisah di Rodalink Tabanan untuk memperbaiki sepedanya, sedangkan yang lainnya meneruskan perjalanan ke Denpasar yang tinggal  20 km ke depan.

1295326800999007732
1295326800999007732
Setelah sepeda selesai diperbaiki Om Tp kembali meneruskan perjalana ke arah By Pass Denpasar untuk kembali berkumpul dengan yang lain yang sudah terlebih dahulu sampai untuk menitipkan sebagian barang bawaan yang akan dibawa ke  saudaranya Om Pri  agar tidak terlalu berat dan banyak bawaan yang akan dibawa ke Lombok. Makan malam di sekitar ByPass, sambil beristirahat.  Sesuai dengan pembicaraan semula dan kesepakatan bersama kami akan tetap melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Padang Bai sehingga paling tidak pagi-pagi kami sudah bisa menyeberang ke Lombok. Menurut peta perjalanan kami jarak dari Denpasar ke Pelabuhan Padang Bai adalah sekitar  50km, berarti paling nggak kita bisa sampai menjelang tengah malam di Pelabuhan Padang Bai. Melewati daerah Sukawati-Gianyar  Night Ride kami mulai sekitar jam 21:30. Sepanjang jalan kami mulai diganggu dengan gongongan anjing yang saling bersahutan.  Jalanan mulai kembali berkelok gelap dan menanjak memasuki daerah Klunkung.  Kami sengaja jalan beriringan untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan.  Di beberapa tempat malah kami sempat dikejar oleh anjing, ada untungnya juga tenyata biasanya  pas melewati tanjakan kami mulai melambat lha ini malah tambah kencang karena dikejar anjing. Formasi mulai berubah menjadi beberapa group kecil, berdua atau bertiga. Entah karena rasa cape dan hari mulai menjelang tengah malam kami merasa  dibohongin oleh petunjuk jalan yang mengatakan jarak Padang Bai tinggal 7km lagi.  Kami merasa lebih dari 3x lipatnya jarak yang harus di tempuh. Hampir menuju ke pertigaan antara Padai Bai dan amlapura, Om Tp yang berjalan sendirian di depan nampak sedan terengah-engah di ujung tanjakan di sebuah Tugu. Rupanya hampir 300 meter dikejar anjing di tanjakan pula. Bukan cuma satu anjing tapi di belakangnya ada beberapa anjing yang ikut mengejar. Akhirnya kira-kira jam 2 pagi kami sampai di gerbang Pelabuhan Padang Bai. Sambil menunggu kapal ferry yang sedang bongkar muatan kami sempat makan dan minum kopi di pelabuhan.  Dengan membayar 44 Ribu kami naik fery menuju Pelabuhan Lembar untuk mengantar kami menuju Lombok.

1295326527955384887
1295326527955384887
Hari keenam, Senin 22 Nopember 2010 Perjalanan kapal ferry menuju lembar kurang lebih 4-5 jam tergantung ombak dan lamanya bongkar muat. Setelah sepeda kami simpan di tempat yang aman kami segera naik ke atas dek penumpang untuk mencari tempat meluruskan badan dan mencuri waktu tidur. Belum berapa lama kapal berjalan  kehebohan terjadi. Seekor tikus tiba tiba melintas dengan cepat  entah dari mana datangnya ke arah para penumpang yang  baru saja terbuai ombak. Sontak saja kejadian adanya tikus ini membuat penumpang berdiri dan kebingungan apa yang terjadi, termasuk Om Tp yang tepat berada di arah di mana tikus itu mau berlari. Setelah itu kamipun tertidur ditemani getaran mesin kapan yang sangat terasa di punggung kami seperti sedang menikmati pijatan. Biasanya  di perairan antara Padai Bai dan Lembar kita bisa melihat lumba-lumba yang  berkelompok yang melintas. Tetapi karena kami berada pas gelap kami tidak bisa  melihatnya.  Menjelang Pukul 8 pagi kapal ferry mulai merapat di Pelabuhan Lembar. Akhirnya kami sampai juga menapakkan ban sepeda kami di tanah Lombok.

12953265831081575030
12953265831081575030
Jarak dari Pelabukan ke Kota Mataram kira-kira 25km dengan kontur jalan yang mendatar dan lurus. Keluar dari Pelabuhan Lembar kami mencari mesjid untuk menumpang mandi dan membersihkan diri. Tidak  begitu jauh dari gerbang pelabuhan kira-kira 2km kami diperbolehkan menggunakan kamar mandi di sebuah mesjid yang lumayan besar yang terbuka. Di mesjid inilah Om Ridwan mendapat kabar yang kemudian akhirnya dia memutuskan untuk pulang duluan. Sebetulnya sebelum mengatakan iya untuk ikut dalam perjalanan ini, Om Ridwan masih setengah-setengah karena kandungan sang istri sudah pada masanya melahirkan. Tetapi setelah diberi ijin akhirnya memutuskan untuk berangkat juga. Setelah mendapatkan kepastian tiket untuk kembali ke Jakarta, akhirnya setelah makan pagi di sebuah warung, kami melanjutkan perjalanan menuju Bandara Selaparang.  Om Tp, Om Zam dan Om Awank terpisah  dari yang lainnya dan melewati jalan yang berbeda untuk menuju bandara. Cuaca terasa sangat panas, sepanjang jalanan nampak kebun jagung yang masih muda, dan sawah-sawah yang menghijau sedikit menghilangkan kebosanan selama perjalanan  menuju Bandara. Memasuki perbatasn kota, mulailah terlihat moda transportasi khas mataram yaitu CIDOMO, atau kereta/gerobak penumpang yang ditarik oleh kuda. Sungguh sayang  kota yang lumayan bersih harus ternoda oleh kotoran kuda yang tersebar di mana-mana. Memasuki kota Mataram hujan turun dengan sangat deras. Akhirnya kami semua terpisah. Om Tp terus melanjutkan perjalanan menuju bandara dan akhirnya sampai terlebih dahulu.  Kemudian Om ridwan, Om Zam dan Om Awank menyusul kira-kira setengah jam kemudian. Rupanya mereka diajak berteduh oleh seorang anak muda yang mempunyai hobi bersepeda juga dan berencana membuka toko sepeda di Mataram.  Saking antusiasnya anak muda tadi malah menawarkan makan di rukonya dan malah menawarkan membawa sepeda Om Ridwan, Om Zam dan Om Awang ke Bandara  dan juga menawarkan Ruko jika mau menginap. Lalu di mana posisi Om Heru, Om Dody dan Om Pri. Rupanya mereka memilih jalur lewat kota Mataram,  dan ternyata Om Pri terpisah sendiri gara-gara hujan yang tiba tiba turun dengan derasnya. Komunikasi agak susah karena beberapa Operator  seluler yang kami gunakan  selalu mengatakan nomor yang anda hubungi salah.  Sehingga untuk beberapa lama kami kehilangan kontak satu sama lain. Kurang lebih satu jam akhirnya Om pri muncul juga di Bandara, kemudian disusul oleh Om Heru dan Om Dody. Pesawat yang akan mengantar Om Ridwan kembali ke Jakarta akan terbang jam 16:40 . Setelah packing dan membersihkan sepeda, lalu kami mengantar untuk Check-in . Begitu selesai  kami menyempatkan untuk makan di sekitar areal Bandara sebelum berpisah. Sekarang kami tinggal ber-enam. Ada dua rencana pada saat itu ; menginap di daerah Sengigigi  atau beristirahat di Mataram dan besok hari baru ke Sengigi.  Akhirnya kami tidak memilih keduanya. Kami bergerak ke arah sengigi, kurang lebih dari Bandara sekitar 20km. Di tengah perjalanan kami menemui arak-arakan penganten muda  yang cukup memacetkan perjalanan, diiringi dengan musik keybaord dan kira-kira delapan drum  dengan nyanyian  dan anak-anak muda seperti anak PUNK yang berjoget tiada henti. Pastinya sebelumnya mereka menenggak minuman terlebih dahulu kalau dilihat dari raut mukanya yang kosong begitu juga dengan pengantinnya.

12953270641962037203
12953270641962037203
Menjelang jam 6 Sore kami tiba di kawasan Sengigi dengan pantainya yang indah. Kami hanya berfoto-foto  dan tidak terus melanjutkan menyusuri pantainya yang panjang. Segera kami kembali ke arah Mataram untuk mencari Hotel untuk beristirahat. Setelah mendapat rekomendasi dari temannya Om Pri, kamipun akhirnya memilih menginap di Hotel sekitar Ampenan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalan pulang ke esokan harinya. Kami lihat di Cyclometer kami ; 525km dari Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun