Selamat sore
Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung digunakan untuk keperluan negara. Artinya wajib pajak yang menyetorkan pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi mendapatkan fasilitas yang tidak secara sadar dinikmati oleh semua orang, contohnya pembangunan jalan tol, pembenaran jalan dan lain sebagainya.
Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi negara umum. Jadi, pada masa sekarang ini bukan hal aneh dan menyulitkan bagi masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak yang mereka setorkan untuk kepentingan bersama. Karena itu diharapkan masyarakat sadar jika mempunyai kewajiban untuk menyetorkan sebagian penghasilan mereka, karena itu untuk membiayai kepentingan mereka juga di negara ini.
PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN 21
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang baik oleh orang pribadi maupun badan, yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak ada kontra prestasi secara langsung untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (UU No. 16 tahun 2009).
Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.
PPh 21 seperti yang tercantum dalam pasal 21 Undang-undang nomor 36 tahun 2008 adalah pajak yang dipotong terhadap penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri dari pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun. Dengan nama dan bentuk apapun karena memang penghasilan ini namanya bisa berbeda-beda, dapat berupa gaji, komisi, bonus, THR, hadiah, uang pensiun, honor dan lain-lainnya yang dapat menambah kekayaan ataupun dikonsumsi. Meskipun ada penghasilan yang tidak dikenai pajak, atau penghasilan yang bukan objek pajak yang ditetapkan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pajak di Indonesia pemungutannya bisa melalui 3 (tiga) macam sistem:
Official Assessment System. Yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, sehingga wajib pajak bersifat pasif hanya menunggu tagihan dari pemerintah. Misalnya : PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), wajib pajak akan membayar PBB setelah menerima SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) dari pemerintah.
Self Assessment System. Yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung/memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Jadi dengan sistem ini, wajib pajak bersifat aktif, pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk memberikan pelayanan, pembinaan, pengawas dan penerapan sanksi perpajakan. Misal : perhitungan pajak dalam SPT Masa dan Tahunan.
Withholding system. Yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga (selain wajib pajak dan pemerintah) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Contohnya : PPh pasal 21, 22, 23, 4 ayat (2).
Berdasarkan pemungutnya, pajak di Indonesia terbagi menjadi :
Pajak Pusat, yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya : PPh (Pajak Penghasilan) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pajak Daerah, yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan APBD. Pajak daerah ini terbagi menjadi :
Pajak Provinsi, misal : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Kabupaten/Kota, misal : Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Hiburan dan lain-lain. (Samudra, 2016)
Meskipun pajak merupakan kewajiban wajib pajak dan dapat dipaksakan, pajak mempunyai azas-azas yang harus dipatuhi di dalam pengenaannya. Azas-azas pemungutan pajak menurut Adam Smith, yang lebih dikenal sebagai bapak ekonomi, mengenalkan 4 azas pemungutan pajak yang lebih dikenal sebagai Four Maxims of Adam Smith adalah sebagai berikut :
Azas Equality (Keadilan. Azas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harusberlandaskan keadilan, yakni wajib pajak membayar pajak sebanding dengankemampuannya membayar pajak dan sebanding dengan manfaat yang diterimanya.
Azas Certainty (Kepastian). Azas ini mensyaratkan adanya kepastian dalam setiap pemungutan pajak. Kepastian dimaknai dikarenakan pemungutan pajak berdasarkan undang-undang dan ada sanksi yang dapat dipaksakan pengenaannya, maka wajib pajak perlu untuk mengetahui secara pasti misal : berapa pajak tarif pajak yang dikenakan, kapan deadline pembayaran dan pelaporannya.
Azas Convinience (Kenyamanan). Azas ini mengatakan bahwa pemungutan pajak seharusnya tidak pada saat-saat yang menyulitkan bagi wajib pajak. Sesuai dengan pepatah "Pay as Your Earn" , yakni pada saat wajib pajak memeperoleh penghasilannya.
Azas Economy (Ekonomis). Azas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak baik biaya pemungutan pajak dari sisi pemerintah maupun biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak, sebaiknya dibuat seminimal mungkin
SUBJEK ATAU WAJIB PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Subjek
bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak yakni (1) orang pribadi; (2) badan, yang dapat termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri ataupun Subjek Pajak Luar Negeri, maka subjek PPh 21 adalah Orang Pribadi Dalam Negeri.
Subjek PPh 21 yang secara umum adalah orang pribadi dalam negeri, dapat didetail
lagi sebagai berikut :
pegawai
bukan pegawai yakni meliputi:
pegawai ahli yang melakukan pekerjaan bebas
artis, pemusik, penari, mc, dan seniman lainnya
atlet (olahragawan)
pengajar, moderator, penceramahan
pengarang, peneliti, dan penerjemah
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan system aplikasi lainnya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
agen iklan
pengawas atau pengelola proyek
pembawa pesan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
petugas penjaja barang dagangan
petugas dinas luar asuransi
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan jenis lainnya
mantan pegawai
penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawi tetap
peserta kegiatan, misalkan kegiatan:
perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan lain-lain
peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjangan kerja
peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu
peserta kegiatan lainnya
yang tidak termasuk subjek pph, artinya penghasilan tidak di potong pph pasal 21 yaitu
- Duta besar dan konsulat atau pejabat lain dari negara luar, dan pegawai-pegawai yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka. Dengan syarat tidak
- berkewarganegaraan Indonesia dan di Indonesiatidak menerima atau memperoleh pendapatan lain di luar jabatan dan pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
- Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan, dengan syarat tidak berkewarganegaraan Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan pekerjaan lain untuk memperoleh pendapatan dari Indonesia.
Objek dan bukan objek
Objek pph 21 adalah
- Pendapatan yang diterima atau diperoleh karyawan tetap dari majikannya baik berupa pendapatan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
- Pendapatan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai karyawan, dari dana perusahaan yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan;
- Pendapatan karyawan tidak tetap atau karyawan lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
- Penghasilan jasa tenaga ahli orang pribadi bukan karyawan yang melakukan pekerjaan bebas, misalkan : fee, komisi dan lain-lain.
- Pendapatan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
karyawan tetap pada perusahaan yang sama - Pendapatan mantan karyawan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
- Penghasilan berupa uang pensiun para nasabah dana pensiun yang dibayarkan secara rutin.
- Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus & yang pembayarannya melewati jangka waktu dua tahun sejak karyawan berhenti bekerja.
- Penghasilan berupa hadiah, penghargaan, uang saku, uang representasi yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas kegiatan yang sudah dilakukan. Misalkan : kegiatan perlombaan lari marathon, tenis meja dan lain-lain.
Ada objek PPh 21 ada juga penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh 21 yakni:
- pembayaran manfaat asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
- penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh Wajib Pajak Final atau Wajib Pajak dengan Penghitungan Khusus (Deemed Profit)
- iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua, iuran jaminan hari tua
- zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan, (PER - 16/PJ/2016).
- HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Hak-hak wajib pajak PPh 21
Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun yang bersangkutan.
Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jendral Pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oelh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pemotongan.
Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur Jendral Pajak yang berhubungan dengan keberatannya.
Kewajiban Wajib Pajak PPH pasal 21
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP.
Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri.
Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21
Pemotong pajak berhak utnuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh pasal 21
Pemotongan pajak berkhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahuna terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan kembali.
Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan menyampaikan pernyataan tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat atau tempat lai yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak sepanjang belum dimulai tindakan pemeriksaan.
Pemotong pjaka berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala Inspeksi pajak atau suatu ketetapan pajak.
Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai keberatan.
Kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21
Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP.
Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
PPh Pasal 21yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Pasal 21 Untuk Setiap Masa Pajak.
Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan.
Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan.
TARIF PAJAK POTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pemerintah telah melakukan perubahan ketentuan perpajakan melalui Rancangan Undang-Undang Harmonisai Peraturan Pajak (RUU HPP) yang telah disetujui pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021. Terdapat banyak perubahan ketentuan pajak dan salah satunya adalah tarif pajak orang pribadi yang baru. Tarif pajak orang pribadi yang baru memperbaharui ketentuan yang sebelumnya diatur pada pasal 17 UU PPh (Undang-Undang Pajak Penghasilan). Perubahan ini berdampak pada perubahan perhitungan PPh 21 Karyawan perusahaan.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 0 sampai Rp 60.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 dikenakan tarif sebesar 15%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 dikenakan tarif sebesar 25%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 30%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 35%
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21, yaitu
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa.
Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja.
Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah.
Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh.CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Rumus pengitungan PPH pasal 21 atas pegawai tetap:
Tarif Pajak pasal 17 x (PKP)PKP = Penghasilan bruto- (Biaya Jabatan + iuran pensiun + Iuran Jamsostek)- PTKP
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
CONTOH PENGERJAAN
Tn Agus bekerja pada PT Sentosa sebagai pegawai tetap sejak 1 Januari 2016. Tn Agus menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp9.000.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp250.000,00. Buatlah penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari 2016 dalam hal Tn. Herry hanya memperoleh penghasilan berupa gaji!
Penyelesaian
Gaji sebulan Rp 9.000.000
Tunjangan Rp 0
Penghasilan bruto sebulan Rp 9.000.000
Pengurang
Biaya Jabatan = 5% x Rp 9.000.000 Rp 450.000
Iuran pensiun Rp 150.000
Rp 600.000
Penghasilan neto sebulan Rp 8.400.000
Penghasilan neto setahun = Rp 8.400.000 x 12 Rp 100.800.000
PTKP/0
Wp sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Jumlah PTKP Rp 58.500.000
Penghasilan kena pajak Rp 42.300.000
PPh terutang
- 5% x Rp 42.300.000 Rp 2.115.000
Pph terutang masa januari 2016 = Rp 2.115.000/12 Rp 176.250
Pak Doni karyawan tetap PT Indah Sukses sejak tahun 2018. Gaji sebulan Rp810.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang dibayar sendiri sebesar Rp250.000,00 perbulan langsung dipotong dari gaji. Pak Bimo menikah tetapi belum mempunyai anak, artinya status PTKP adalah K/0. Pada bulan Juli 2020 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 12.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2019. Uang rapel dibayarkan pada bulan Juli 2020. Pada bulan Oktober 2020 Pak Bimo menerima bonus tahunan sebesar Rp 23.000.000,00.
Hitunglah berapa PPh 21 masa Januari s/d Juni 2019 Pak Doni? Ini adalah akumulasi dari PPh 21 bulan Januari s/d Juni yang sudah dipotong dari gaji bulanan Pak Doni.
Hitunglah berapa PPh 21 masa Juli Pak Doni? Ini merupakan penghitungan ulang dengan gaji baru.
Berapakah PPh 21 atas uang rapel Pak Doni?
Hitunglah berapa take home pay Pak Doni di bulan Juli 2019?
Berapakah PPh 21 atas bonus Pak Doni?
Hitunglah berapa take home pay Pak Doni di bulan Oktober 2019?
Penyelesaian
- Untuk menghitung PPh 21 masa Januari s/d Juni 2019 Pak Doni ? sebagai berikut ;
Gaji sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Rp 0
Penghasilan bruto sebulan Rp 10.000.000
Pengurang
Biaya Jabatan = 5% x Rp 10.000.000 Rp 500.000
Iuran pensiun Rp 250.000
Jumlah pengurang Rp 650.000
Penghasilan neto sebulan Rp 9.250.000
Penghasilan neto setahun = Rp 9.250.000 x 12 Rp 111.000.000
PTKP/0
Wp sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Jumlah PTKP Rp 58.500.000
Penghasilan kena pajak Rp 52.500.000
PPh terutang
- 5% x Rp 42.300.000 Rp 2.115.000
- 15% x Rp 2.500.000 Rp 375.000
Jumlag Pph terutang Rp 2.490.000
Pph terutang atas gaji sebulan= Rp 2.490.000/12 Rp 207.500
Pph 21 yang sudah di potong masa januari s/d juni 2020
Rp 207.500 x 6 bulan Rp 1.245.000
- Untuk menghitung PPh 21 masa juli Pak Doni ? ini merupakan penghitungan ulang dengan gaji baru sebagai berikut ;
Gaji sebulan Rp 12.000.000
Tunjangan Rp 0
Penghasilan bruto sebulan Rp 12.000.000
Pengurang
Biaya Jabatan = 5% x Rp 12.000.000 Rp 600.000
Biaya jabatan maksinal Rp 500.000
Iuran pensiun Rp 250.000
Jumlah pengurang Rp 750.000
Penghasilan neto sebulan Rp 11.400.000
Penghasilan neto setahun = Rp 11.400.000 x 12 Rp 136.800.000
PTKP/0
Wp sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Jumlah PTKP Rp 58.500.000
Penghasilan kena pajak Rp 78.300.000
PPh terutang
- 5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
- 15% x Rp 28.300.000 Rp 4.245.000
Jumlag Pph terutang Rp 6.745.000
Pph 21 terutang atas gaji juli 2020
Rp 6.745.000 x 12 bulan Rp 562.083
c. Berapakah PPh 21 atas uang rapel Pak Doni ? Sebagai berikut ;
PPh 21 seharusnya masa Januari s/d Juni yakni PPh 21 atas gaji
baru Januari s/d Juni 2019 = Rp 562.083 X 6 bulan Rp 3.372.498
PPh 21 masa Januari s/d Juni yang sudah dipotong dari gaji
sebelumnya Rp 1.245.000
Besarnya PPh 21 atas uang rapel Rp 2.127.498
- Hitunglah berapa take home pay Pak Doni di bulan Juli 2020? Sebagai berikut ;
Gaji Juli 2019 Rp 12.000.000
Rapel = (12.000.000 -- 10.000.000) X 6 bulan Rp 12.000.000
Penghasilan Bruto bulan Juli 2020 Rp 24.000.000
Pengurang
Iuran pensiun dibayar sendiri masa Juli Rp 250.000
PPh 21 atas gaji Juli Rp 562.083
PPh 21 atas rapel Rp 2.127.498
Jumlah Pengurang Rp 2.939.581
Jumlah Take Home Pay Juli 2020 Rp 21.060.419
e. Berapakah PPh 21 atas bonus Pak Doni ? sebagai berikut ;
Gaji setahun = Rp12.000.000 X 12 Rp 144.000.000
Bonus Rp 23.000.000
Tunjangan Rp 0
Penghasilan Bruto sebulan Rp 167.000.000
Pengurang
Biaya jabatan = 5% X 167.000.000 Rp 8.350.000
Biaya jabatan maximum Rp 6.000.000
Iuran pensiun dibayar sendiri= 250.000 X 12 Rp 3.000.000
Jumlah Pengurang Rp 9.000.000
Penghasilan Neto setahun Rp 158.000.000
PTKP K/0
WP sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Jumlah PTKP Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 99.500.000
PPh terutang atas gaji dan bonus setahun
- 5% X Rp50.000.000 Rp 2.500.000
- 15% X Rp 49.500.000 Rp 7.425.000
Jumlah PPh 21 terutang atas gaji dan bonus setahun Rp 9.925.000
PPh 21 terutang atas gaji setahun (dari jawaban no.2) Rp 6.745.000
PPh 21 terutang untuk bonus Rp 3.180.000
Hitunglah berapa take home pay Pak Doni di bulan Oktober 2020 ? sebagai berikut ;
Gaji Oktober 2020 Rp 12.000.000
Bonus Rp 23.000.000
Penghasilan Bruto sebulan Rp 35.000.000
Pengurang
Iuran pensiun dibayar sendiri masa September Rp 250.000
PPh 21 atas gaji Oktober Rp 562.083
PPh 21 atas bonus Rp 3.180.000
Jumlah Pengurang Rp 3.742.083
Jumlah Take Home Pay Rp 31.257.917
Pak Hasan, karyawan tetap pada PT Sentoha makmur, pada bulan Agustus 2019, Pak Hasan dipensiun dinikan oleh PT Sentoha makmur terkait isu perusahaan untuk merampingkan perusahaan. Pak Hasan memperoleh pesangon sebesar Rp 320.000.000
Hitunglah : PPh 21 Pak Hasan, jika uang pesangon dibayar secara bertahap, yakni:
a. 50% pada tanggal 25 Agustus 2019!
b. 50% pada tanggal 25 November 2021!
Penyelesaian
Pph 21 untuk pesangon Pak Hasan sebagai berikut
Uang pesangon agustus 2019 Rp 160.000.000
Pph 21 terutang
- 0% X Rp 50.000.000 Rp 0
- 5% X Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
- 15% X Rp 60.000.000 Rp 9.000.000
jumlah pph terutang Rp 11.500.000
jumlah uang pensiun setelah pph Rp 148.500.000
Uang pesangon November 2021 Rp 160.000.000
Pph 21 terutang sesuai tarif pasal 17
- 5% X Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
- 15% X Rp 110.000.000 Rp 16.500.000
jumlah pph 21 Rp 19.000.000
jumlah uang pesangon setelah pph Rp 141.000.000
terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H