Mohon tunggu...
Deni Toruan
Deni Toruan Mohon Tunggu... Guru - Pendukung Timnas Belanda

Pendukung Timnas Belanda

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Menyongsong Era Artificial Intelligence (AI)

10 Juli 2020   00:42 Diperbarui: 10 Juli 2020   00:31 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pernahkah kita terbayang, suatu saat nanti, mendengarkan satu lagu yang benar-benar baru dan unik. Satu lagu yang punya irama klasik, pop, jazz dan R&B. Malah ada sedikit irama goyang dangdutnya. Namun, walaupun terkesan seperti gado-gado, gabungan berbagai jenis irama ini menghasilkan paduan lagu yang indah, ciamik, dan enak didengar. Kita ingin tahu siapa penciptanya. Itu karya siapa. Dan ketika ingin mencari siapa penciptanya, kita akan kecewa karena tak menemukannya. Ternyata lagunya "dirangkai" oleh sebuah mesin yang punya kemampuan Artificial Intelligence (AI).

Atau mungkin, suatu saat nanti, kita berkesempatan pergi ke sebuah galeri seni lukis. Di sana kita melihat sebuah lukisan abstrak yang benar-benar indah dan memukau. Seolah-olah menggabungkan cita rasa lukisan Vincent van Gogh di era tahun 1800-an dengan lukisan abstrak modern tahun 2000-an. Goresan kuasnya rapi, pewarnaan seimbang. Ketika mencari-cari nama pelukisnya, kembali kita "kecewa". Inisial pelukisnya adalah AI. Ternyata lukisannya dibuat oleh sebuah robot yang sudah memiliki kemampuan AI.

Dua contoh aplikasi AI di atas bukanlah hanya mimpi di siang bolong. Kalau kita coba cari video di youtube, sudah ada beberapa purwarupa (prototype) aplikasi AI di bidang seni. Dan lebih banyak lagi contoh aplikasi di bidang lainnya, seperti: keuangan, pemasaran, kesehatan, logistik, dll.

Sebenarnya aplikasi AI ini tak terlalu jauh lagi dari kehidupan kita. Sadar atau tidak sadar, kita sudah pernah memanfaatkan atau dimanfaatkan oleh AI. Kalau kita buka Youtube, kemudian melihat banyak video yang direkomendasikan untuk kita tonton, artinya mesin si youtube sudah belajar dari jejak digital kita sebelumnya. 

Demikian juga di facebook, mesinnya cepat belajar dari link yang kita "click" atau status yang kita "like". Malah, facebook sudah belajar dari foto-foto yang kita upload. Sehingga ketika kita upload sebuah foto, dengan sangat cepat si mesin akan menge-tag account orang yang ada di foto.    

Oh iya, dari tadi berbicara tentang AI. Omong-omong, mahluk seperti apa AI ini?

Secara umum, AI dapat diartikan sebagai mesin yang mempunyai kecerdasan seperti manusia. Kecerdasan disini meliputi kemampuan memahami bahasa, mengenali citra, menyelesaikan persoalan dan belajar sendiri. Sementara itu, machine learning (mesin pembelajar), adalah satu bidang dari AI yang memungkinkan mesin mampu untuk belajar dan beradaptasi berdasarkan pengalamannya. Mesin ini tidak belajar dari guru, tapi dia belajar dari data digital yang jumlahnya besar dan tersebar luas.

Mengacu pada dua contoh sebelumnya, karya seni baru dapat dihasilkan dengan konsep machine learning. Sebuah mesin yang mampu menggali dan belajar contoh-contoh lagu dan lukisan yang tersebar secara digital. Tak hanya mempelajari contoh lagu dan lukisan, mesin juga dapat mempelajari jenis lagu atau lukisan yang lebih disukai. Yang menarik perhatian orang banyak. Setelah belajar dari banyak data, "si mesin" kemudian belajar untuk menggabung, merangkai, dan menyesuaikan lagu atau lukisan sesuai dengan selera banyak orang.

Banyak bidang yang telah mengimplementasikan AI untuk membantu pekerjaan manusia. Salah satunya di bidang kesehatan. Di India, banyak orang yang tidak mampu secara ekonomi menderita diabetes sampai mengakibatkan kebutaan. Karena keterbatasan fasilitas kesehatan, dibutuhkan waktu tunggu yang lama untuk melakukan pemeriksaan medis. 

Keterbatasan ini akhirnya menghasilkan inovasi AI. Dengan bantuan AI, sebuah mesin diciptakan untuk menghimpun dan mempelajari ratusan ribu bahkan jutaan contoh gambar retina mata, termasuk gambar mata yang mendekati kebutaan. Akhirnya, dengan hanya menghadap mesin, si pasien bisa tahu bagaimana kondisi matanya dan apa tindakan selanjutnya yang diperlukan.

Demikian juga contoh kasus di US. AI membantu seorang penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS), jenis penyakit yang menyerang syaraf dan mengganggu gerak otot, untuk dapat menerjemahkan kata-kata yang diucapkannya, yang biasanya tidak jelas dan susah dimengerti, ke dalam sebuah script percakapan yang dimengerti banyak orang. 

Model yang sama juga sudah mulai diterapkan kepada para penderita stroke. Walaupun kata-kata yang disampaikan penderita sangat tidak jelas, namun machine learning dapat mempelajari kumpulan kata-kata yang disampaikan oleh para penderita stroke. Sehingga nantinya, percakapan antara penderita dengan orang lain menjadi tidak terhalang. 

Saat ini, AI juga banyak digunakan untuk deteksi dini penyakit kanker, seperti kanker payudara dan kulit. Dengan AI, para penyintas kanker dapat mengetahui gambaran kesehatan mereka tanpa menjalani pemeriksaan yang lengkap dan membutuhkan waktu lama.

Mungkin kita juga sudah mendengar kendaraan otonom. Kendaraan yang dapat berjalan dan bermanuver sendiri tanpa intervensi manusia. Uber, salah satu jaringan perusahaan transportasi, telah beberapa kali melakukan uji coba kendaraan otonom di jalan raya di US. Mobil Uber ini dimungkinkan bergerak dan bermanuver sendiri karena penggunaan teknologi AI, dibantu oleh dukungan teknologi komunikasi data kecepatan tinggi dan delay rendah.

Masih sangat banyak aplikasi AI yang sudah direalisasikan, sedang diteliti atau yang sudah dipikirkan akan terjadi di masa yang akan datang. Masih banyak juga hal-hal indah yang dapat ditawarkan oleh kehadiran AI. Yang menjadi pertanyaan, apa dampak mesin berbasis AI ini untuk kehidupan manusia di masa mendatang? Apakah benar kalau mesin yang berbasis AI mampu menyerupai kecerdasan manusia?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang sering menjadi bahan diskusi para pengembang AI, ahli robotika atau para ahli IT lainnya. Saya pribadi lebih setuju dengan pandangan para ahli bahwa robot dan AI harus bekerja dan berkolaborasi dengan manusia. Kita tidak bisa terburu-buru menghadirkan mereka, kemudian secara cepat akan mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia. Percayalah, kita tak akan mampu bersaing dengan mereka (robot pintar tanpa darah dan degup jantung) yang terbiasa bekerja cepat dan tanpa lelah.

Untuk pertanyaan kedua, mungkin kita bisa mengacu ke salah satu film berjudul "I, Robot" yang dibintangi oleh Will Smith. Di film itu diceritakan bahwa pada awalnya robot-robot pintar dan independen bermanfaat digunakan untuk membantu pekerjaan manusia. Namun di suatu saat, satu robot pintar kehilangan kendali dan akhirnya membuat masalah besar bagi manusia. Membuat banyak kerusakan.

Memang saat ini, perkembangan teknologi masih jauh dari kondisi yang digambarkan oleh film "I, Robot" itu. Namun, banyak ahli sudah memprediksi kalau itu akan terjadi suatu saat nanti. Bisa 30 atau 50 tahun lagi. 

Kondisi ini lebih dikenal dengan istilah "singularity", dimana kecerdasan dan tingkah laku robot dapat benar-benar seperti manusia. Contohnya, ketika robot dapat belajar dan naik sepeda, kemudian dia dapat mengambil payung ketika hujan turun. Ketika kepintaran seperti itu sudah ada, maka kita tak bisa lagi berbuat banyak. Kita tidak bisa mengelak. Kita hanya bisa menerima dan melihat.

Karena itu, saya lebih bersetuju dengan pandangan para ahli seperti Stephen Hawkins, yang menganjurkan agar pengembangan dan aplikasi AI dibatasi. Tidak dilakukan pengembangan yang terlalu liberal, dapat sebebas-bebasnya. Kita tidak mau menciptakan mesin yang mampu belajar sendiri, susah dikontrol dan kemudian membuat masalah bagi manusia.

Mungkin implementasi "layering" pada teknologi AI dan robot dapat menjadi pilihan. Ketika para ahli mendesain dan membuat aplikasi AI, mereka harus membuat fungsional AI secara berlapis. Bagaimanapun pintarnya mesin belajar, kalau ada persoalan, maka lapisan bawah dapat dibatalkan oleh lapisan atas. Dengan demikian, manusia tidak akan lepas pengendalian terhadap mesin yang mereka ciptakan. Dalam hal inilah, peran para stake holder, khususnya pemerintah menjadi perlu dan krusial dalam merancang dan membuat panduan dan aturan hukum yang jelas dan mengikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun