Terkait tujuan perjalanan ini, beberapa ungkapan yang dipakai memiliki arti yang kurang lebih berdekatan dengan kata keluaran. Penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya adalah keluaran; keluaran bagi umat manusia dari perbudakan kekuatan dosa, dari kekuatan-kekuatan yang memisahkan manusia dari Tuhan. Dengan tujuan perjalanan ini, tugas perutusan Yesus bisa dimaknai membawa manusia kembali kepada Tuhan.
Lagi, kisah ini memperdengarkan pula suara “Dengarkanlah Dia!” Lukas ingin menawarkan bahwa perlu ada perubahan dari sikap bertanya-tanya siapa Yesus itu dan usaha mencari jawabannya menjadi sikap mendengarkan-Nya. Cara inilah cara efektif yang membantu untuk sampai pada pengertian yang mendalam pribadi Yesus. Senada dengan hal itu, mendengarkan juga merupakan sikap yang akan membantu kita menerima hal-hal yang tak dapat diterima dengan akal sehat: menderita dan wafat di kayu salib. Lukas menambahkan sarana yang paling tepat justru adalah doa.
Alam pikir Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru memang menegaskan kalau gunung memang berdiam Yang Maha Kudus. Di sanalah Ia dapat dijumpai. Senada dengan hal itu, Lukas menyebutkan bahwa Yesus naik gunung untuk berdoa. Saya menangkapnya secara sederhana, Yesus naik ke gunung bukan untuk menampakkan kemuliaan, tetapi untuk tujuan yang sederhana itu, berjumpa dengan Yang Maha Kudus dalam doa. Menariknya, justru ketika ia sedang berdoa di tempat itu, murid-muridnya menyaksikan kemuliaannya. Untuk itu, boleh dikatakan bahwa kemuliaan Yesus ialah kemuliaan orang yang terbuka bagi kehadiran Tuhan. Saya rasa inilah doa.
Dari pengalaman saya dan kisah Injil, saya bersyukur bahwa sikap batin sangat menentukan mutu relasi. Entah paham atau tidak, yang jelas dalam relasi, kasih yang tulus bisa ditangkap dengan baik. Di situlah, sikap mau mendengarkan tumbuh karena di dalamnya, ditangkaplah teladan. Minimal, relasi itulah yang saya alami dengan Alvaro. Si kecil, lugu, tetapi sekaligus ceriwis menggemaskan. Ia bukan anak saya, tetapi ia kuanggap sudah hadir dalam kehidupan saya. Ungkapan kata dan sikap pun beberapa dipelajarinya dari kami.
Tentang pribadi Yesus, masalah yang paling penting bukan salah atau benar pemahaman saya tentang-Nya. Tetapi lagi-lagi soal bisa tetap membuka diri dan mendengarkanNya. Masa Prapaskah adalah masa untuk mengalami perjumpaan yang penuh kasih ini. Salah satunya tentu adalah memahami Yesus lewat jalan yang dilaluinya sendiri: jalan yang membangun kembali kemanusiaan di hadapan Tuhan. Dalam perjalanan ini, kemuliaan-Nya tampak. Semoga pengalaman itu mengundang saya pula untuk mampu mengendapkan pengalaman perjumpaan pribadi saya denganNya. Akhirnya, saya sadari bahwa masa ini, saat saya mendengarkan kembali kisah itu, saya diundang untuk makin akrab dengan dia yang kita dengarkan.
*selamat merenung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H