Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Prapaskah: "Laku Tapa" sekaligus "Mendengarkan" (2)

17 Februari 2016   13:38 Diperbarui: 17 Februari 2016   14:22 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=" Artist: Raphael Start Date: 1518 Completion Date:1520 Style: High Renaissance Genre: religious painting Technique: oil Material: canvas Dimensions: 405 x 279.5 cm Gallery: Vatican Museum Pinacoteca (Vatican City) II"][/caption]

Kalau minggu lalu, yang menjadi kisah adalah soal kesalehan ala dongeng footprints, saya berpikir baik juga kalau sekarang saya menulis kembali soal tema yang sederhana sesuai kisah Injil yang hari minggu nanti akan didengar. Kisahnya adalah seputar pengalaman pribadi. Semoga mewakili apa yang mau disampaikan dan membantu permenungan. Selamat membaca:

Tentang Alvaro

Alvaro namanya. Kini ia adalah seorang kakak. Belum lama berselang, adiknya telah lahir. Saya mengenal alvaro sedari ia bayi. Bukannya apa-apa, istri saya sangat dekat dengannya. Alvaro sering digendong dan tidur di rumah saya, apalagi waktu itu istri saya masih bekerja di tempat yang lama. Waktu masuknya kadang pagi hingga siang, kadang siang hingga malam. Nah kalau masuk siang, sering kali alvaro tidur dengan nyaman di tempat tidur kami. Maklumlah ia masih bayi sehingga ada angin sepoi sedikit pun, ia pasti lelap sebelum tengah hari.

Alvaro kini sudah bisa berjalan dan berlari. Tak jarang, ia pun sudah bisa berceloteh dan ceriwis meski tak tahu apa yang ia katakan. Yang jelas di lingkungan, tempat saya tinggal, Alvaro mulai banyak teman. Namun, kami tetap dekat. Alvaro tetap sering main ke rumah. Entah saat saya main biola atau saya sedang ada di rumah, alvaro kadang kala datang ke rumah dan menyapa. Paling sering pagi tentunya karena biasanya ia minta mandi lalu sarapan.

"Papah... maem"

"Papah... mimik air putih"

Dan kalau tidak diberi tentu ceriwis jadinya. Merengek-rengek, bahkan tak jarang menangis. Tapi uniknya, kalau dibilangin juga nurut anaknya. "Ayo kakak mandi dulu..." segera ia melepas baju dan paling-paling menjawab, "mandi sama mamah." Itulah Alvaro dan sapaannya pada kami. Dekat karena dalam relasi, meski Alvaro bukan anak kami, ada kasih dan perhatian tulus. Dan anak seusianya, bisa mendengarkan dengan baik. Kalau pun kami menegur, anaknya pun mau mendengarkan meski sedikit nakal. Tak apalah... anak seusianya.

Tentang Mendengarkan

Kisah Lukas 9:28b-36 yang didengarkan nanti pada Minggu Prapaskah II Tahun C adalah kisah yang menceritakan pengalaman yang sama. Mendengarkan. Kisah ini menceritakan bagaimana Petrus, Yakobus dan Yohanes mengalami penampakan kemuliaan Yesus di atas gunung. Di sana dikisahkan wajah dan pakaian Yesus menampakkan kemuliaan-Nya. Saat itu juga tampillah Musa dan Elia.

Penampakan kemuliaan Yesus ini diceritakan untuk menjawab pertanyaan siapa dia itu sebenarnya di antara pelbagai gambaran mengenai siapa Yesus itu. Dan kini, dalam peristiwa penampakan kemuliaan ia dinyatakan Tuhan sebagai “anakKu yang Kupilih” (Luk 9:35), suatu ungkapan yang menggarisbawahi perutusan-Nya. Luk 9:31 menyebut bahwa Musa dan Elia berbicara dengan Yesus mengenai “tujuan perjalanan”-nya yang akan dipenuhinya nanti di Yerusalem; ditolak oleh para pemimpin,  dibunuh, tetapi dibangkitkan pada hari ketiga. 

Terkait tujuan perjalanan ini, beberapa ungkapan yang dipakai memiliki arti yang kurang lebih berdekatan dengan kata keluaran. Penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya adalah keluaran; keluaran bagi umat manusia dari perbudakan kekuatan dosa, dari kekuatan-kekuatan yang memisahkan manusia dari Tuhan. Dengan tujuan perjalanan ini, tugas perutusan Yesus bisa dimaknai membawa manusia kembali kepada Tuhan.

Lagi, kisah ini memperdengarkan pula suara “Dengarkanlah Dia!” Lukas ingin menawarkan bahwa perlu ada perubahan dari sikap bertanya-tanya siapa Yesus itu dan usaha mencari jawabannya menjadi sikap mendengarkan-Nya. Cara inilah cara efektif yang membantu untuk sampai pada pengertian yang mendalam pribadi Yesus. Senada dengan hal itu, mendengarkan juga merupakan sikap yang akan membantu kita menerima hal-hal yang tak dapat diterima dengan akal sehat: menderita dan wafat di kayu salib. Lukas menambahkan sarana yang paling tepat justru adalah doa.

Alam pikir Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru memang menegaskan kalau gunung memang berdiam Yang Maha Kudus. Di sanalah Ia dapat dijumpai. Senada dengan hal itu, Lukas menyebutkan bahwa Yesus naik gunung untuk berdoa. Saya menangkapnya secara sederhana, Yesus naik ke gunung bukan untuk menampakkan kemuliaan, tetapi untuk tujuan yang sederhana itu, berjumpa dengan Yang Maha Kudus dalam doa. Menariknya, justru ketika ia sedang berdoa di tempat itu, murid-muridnya menyaksikan kemuliaannya. Untuk itu, boleh dikatakan bahwa kemuliaan Yesus ialah kemuliaan orang yang terbuka bagi kehadiran Tuhan. Saya rasa inilah doa.

Dari pengalaman saya dan kisah Injil, saya bersyukur bahwa sikap batin sangat menentukan mutu relasi. Entah paham atau tidak, yang jelas dalam relasi, kasih yang tulus bisa ditangkap dengan baik. Di situlah, sikap mau mendengarkan tumbuh karena di dalamnya, ditangkaplah teladan. Minimal, relasi itulah yang saya alami dengan Alvaro. Si kecil, lugu, tetapi sekaligus ceriwis menggemaskan. Ia bukan anak saya, tetapi ia kuanggap sudah hadir dalam kehidupan saya. Ungkapan kata dan sikap pun beberapa dipelajarinya dari kami.

Tentang pribadi Yesus, masalah yang paling penting bukan salah atau benar pemahaman saya tentang-Nya. Tetapi lagi-lagi soal  bisa tetap membuka diri dan mendengarkanNya. Masa Prapaskah adalah masa untuk mengalami perjumpaan yang penuh kasih ini. Salah satunya tentu adalah memahami Yesus lewat jalan yang dilaluinya sendiri: jalan yang membangun kembali kemanusiaan di hadapan Tuhan. Dalam perjalanan ini, kemuliaan-Nya tampak. Semoga pengalaman itu mengundang saya pula untuk mampu mengendapkan pengalaman perjumpaan pribadi saya denganNya. Akhirnya, saya sadari bahwa masa ini, saat saya mendengarkan kembali kisah itu, saya diundang untuk makin akrab dengan dia yang kita dengarkan.

*selamat merenung

sumber gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun