Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demo Honorer: Jangan Lupa istirahat di Es Krim Ragusa

10 Februari 2016   12:11 Diperbarui: 10 Februari 2016   18:30 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Idealnya, yang namanya ke Jakarta itu untuk studi banding, atau paling tidak pulangnya, bisa bawa oleh-oleh untuk keluarga. Tapi apa daya, situasi harus berkata lain. Meski harus membuat "anggaran tambahan" yang entah diambilkan dari mana, yang jelas berangkat ke Jakarta adalah harga mati. Jangan khawatir pak, di sekitaran Istana Negara ada kok yang jual nasi uduk murah sama warung tegal yang bisa menyediakan makan siang. Siapa tahu lelah berdemo, bapak ibu lapar dan sedikit melepas penat dengan segelas es teh.

Oh ya, hampir lupa. Tak jauh dari tempat bapak ibu demo, ada tempat nongkrong yang asyik lho. Tahu ndak hayo? Ah sayang kalau bapak ibu ke Jakarta ndak mampir. Nama Toko Es Krim ini adalah Es Krim Ragusa. Tempat ini bersejarah. Berdiri sejak 1932, ragusa menyajikan es krim bercitarasa gelatto Italia yang tanpa pengawet. Letaknya di Jalan Veteran I, Jakarta Pusat. Makanya, jangan heran kalau suasananya penuh sesak. Siapa tahu dengan nongkrong selepas demo, sejenak bapak ibu bisa rehat sembari melepas penat. Pastinya, demo itu melelahkan. Meski mendung bergelayut manja, pastinya jakarta tetap panas. Es Ragusa bisa jadi alternatif untuk melegakan dahaga. 

Mengapa tempat ini bisa jadi alternatif untuk beristirahat? Ah saya hanya kepikiran untuk mensharingkan pengalaman pernah nongkrong di tempat itu. Tempatnya asyik, apalagi kalau ditraktir teman, alias gratis. Hehe... Maaf sedikit bercanda. Soalnya, kalau bicara destinasi lain, di Jakarta memang banyak. Sebut saja, Ancol. Siapa tahu bapak ibu ingin sejenak mandi-mandi di Pantai Marina. Atau Tanah Abang, siapa tahu bapak ibu juga ingin berbelanja sebelum pulang ke rumah. Oh ya, maaf saya lupa. Kita sedang bicara tentang demo tuntutan yang sudah bertahun-tahun menjadi keprihatinan kita ini. 

Saya pun mengalami pengalaman yang sama lho bapak ibu. Apa para pemangku jabatan ini kok ya tidak sadar juga bahwa nasib kita ini juga di tangan mereka ya? Bayangkan saja, lamanya pendidikan yang harus kita tempuh. Playgroup, TK, SD, SMP, SMA, apalagi Universitas. Hayo, hampir separuh umur kita untuk belajar. Apa mereka juga ndak mikir berapa uang yang kita keluarkan hingga menyelesaikan S1 ya? Eh, ada juga lho yang lulus S2 masih honorer. Apa mereka juga ndak bisa ngitung ya. Mahalnya biaya pendidikan kita dengan imbalan yang kita terima? Jangankan tunjangan. Gaji kita saja kalah dengan mereka yang bekerja di pabrik. Upah kita? Jauhhhhhhh dari UMK. 

Kalau bicara soal lapangan kerja, sering saya berpikir kok sepertinya menjadi PNS adalah suatu alternatif yang menggiurkan saat ini. Cuma sayang, proses menuju target itu, diangkat menjadi PNS harus melewati seleksi yang ketat. Saya pernah lho bapak ibu, ikutan tes-tes yang diselenggarakan demi diangkat menjadi PNS. Untuk satu posisi yang dibutuhkan, saya harus berebut dengan 855 orang. Sewaktu tes, ada yang masih kinyis-kinyis saingan saya. Lha... saya sudah bekerja lima tahun. Jarang lagi menyentuh buku-buku bahan Ujian Masuk CPNS.

Hampir dipastikan, saya gagal. Dan benar tentunya. Pikir saya, bak pungguk merindukan bulan. Mustahil. Ini juga masalah kita yang tak pernah terselesaikan dengan tuntas. Sana-sini penuh aroma janji. Saya setuju jika penerbitan Perpu tentang Pengangkatan K2 menjadi jalan keluarnya disertai dengan hak dan kewajibannya. Memang harus diusahakan, meski kita pun sadar kalau usaha kita tak semudah membalik telapak tangan. 

Bicara soal menjadi guru, sebenarnya ini adalah panggilan hidup. Adagium, "jodoh, rejeki, dan maut di tangah Sang Empunya hidup" itu pun saya amini sekarang. Maka, meski sembari mengusahakan diri "layak dan pantas" menjadi PNS, tak ada salahnya membidik peluang yang menghasilkan pundi-pundi uang. Jaman sudah berubah bapak ibu. Bukan lagi masa-masa saya kecil dulu yang jauh dari dunia internet, dunia telepon pintar, dan dunia komunikasi global. Apa yang bapak ibu lakukan, saya pun dalam hitungan detik sudah tahu. 

Itulah sebabnya, saya sekedar rasan dan menyarankan. Mungkin sembari menemani bapak ibu demo. Bolehlah kiranya mampir sebentar ke tanah abang dan pasar baru. Siapa tahu, sepulang dari Jakarta, bapak ibu berkenan untuk bisnis tas atau garmen. Atau sejenak melangkahkan kaki ke Roxy, Glodok, dan Mangga Dua. Bapak ibu bisa melihat-lihat perkembangan gadget yang terkini. Minimal, bapak ibu bisa membangun relasi baru yang lebih luas. 

Nah, setelah berbelanja, sejenak mari kita lepas dahaga dengan mencecap manisnya Es Krim Ragusa. Saya di sini pun membuat Coffee Latte dingin. Mari bapak ibu... kita makan siang dulu. Demo juga butuh tenaga. Jangan sampai jauh-jauh ke Jakarta, kita harus sakit dan pingsan karena kepanasan atau pagi tadi belum sarapan

 

*salam_hangat_dari_saya_sesama_honorer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun