Mohon tunggu...
denisatiaracitra
denisatiaracitra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hallo, aku adalah mahasiswa yang sedang sibuk mengerjakan tugas. HAHAHAHA, salam kenal teman-teman

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Peran Cerita Bergambar dalam Pengembangan Kreatifitas dan Keterampilan Anak

2 Desember 2024   17:45 Diperbarui: 2 Desember 2024   17:46 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Cerita bergambar merupakan media yang efektif untuk mendukung perkembangan imajinasi dan keterampilan anak. Dengan perpaduan antara visual dan narasi, cerita bergambar mampu merangsang daya pikir kreatif, memperluas wawasan, dan memperkuat kemampuan berbahasa. Artikel ini membahas peran cerita bergambar dalam mendukung pengembangan imajinasi anak, khususnya melalui stimulasi visual dan interaksi naratif. Selain itu, dibahas pula bagaimana cerita bergambar dapat meningkatkan keterampilan literasi, seperti membaca, menulis, dan bercerita, serta keterampilan motorik halus melalui aktivitas menggambar atau mewarnai. Kajian ini menyoroti manfaat cerita bergambar dalam konteks pendidikan, baik formal maupun informal, serta memberikan rekomendasi untuk orang tua dan pendidik dalam memanfaatkan media ini secara maksimal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa cerita bergambar tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga instrumen penting dalam pembentukan kemampuan dan kreativitas anak.

Pendidikan anak di usia dini adalah dasar utama yang sangat penting untuk mendukung perkembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek dalam diri anak. Masa ini dianggap sebagai waktu yang sangat berharga untuk merangsang berbagai potensi anak, Yang mencakup pengembangan kemampuan fisik, bahasa, motorik, kognitif, nilai-nilai agama, sosial-emosional dan moral, begitu juga dengan aspek seni. Anak-anak di usia dini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka, dan mereka cenderung meniru  yang mereka dengar, lihat dan rasakan. Setiap anak pasti memiliki potensi dan kemampuan yang unik, serta bakat yang membedakan satu dengan yang lainnya (Suyanto, 2005). Kemampuan intelektual dapat dipahami sebagai kecerdasan untuk menyelesaikan persoalan dan menciptakan sesuatu yang memberi dampak positif bagi masyarakat (Gardner, 1993).

Teori kecerdasan majemuk mencakup sembilan jenis kecerdasan, yakni musikal, interpersonal, visual-spasial, kinestetik, eksistensial, linguistik dan matematis. Ketika kecerdasan-kecerdasan ini distimulasi dengan tepat, hal ini dapat memengaruhi kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah dan memberikan solusi terhadap tantangan yang mereka hadapi.

Salah satu kecerdasan yang penting dalam teori ini adalah kecerdasan visual. Kecerdasan visual merujuk pada kemampuan individu untuk melihat dan memproses objek dengan teliti dan mendalam. Suyadi (2010) menjelaskan bahwa seseorang dengan kecerdasan visual cenderung memiliki kemampuan untuk mengingat objek yang mereka lihat atau dengar dalam durasi yang panjang. Musfiroh (2005) Musfiroh (2005) juga mengatakan jika kecerdasan visual-spasial merujuk pada kemampuan yang digunakan untuk mengamati dan memahami dunia dengan akurat, serta kemampuan untuk mengubah persepsi visual-spasial ke beberapa jenis yang berbeda. Julli (2014) menambahkan jika kecerdasan ini 

melibatkan sensitivitas terhadap elemen-elemen visual seperti bentuk,komposisi, warna dan ukuran. Anak-anak dengan kecerdasan visual cenderung memiliki cara berpikir yang sangat kreatif dan imajinatif. Mereka mampu membayangkan objek dengan detail yang jelas dan sering kali tertarik untuk menciptakan konstruksi tiga dimensi, seperti dengan balok bangunan atau mainan lego, yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi ide-ide mereka dalam bentuk nyata.

Selain itu, anak yang menggunakan kecerdasan visual ini juga lebih cenderung belajar dengan cara mengamati benda-benda di sekitar mereka, baik itu bentuk, warna, maupun struktur. Mereka dapat mengenali pola dan hubungan antar elemen visual, yang sangat bermanfaat dalam memecahkan masalah atau menemukan solusi kreatif. Kemampuan ini juga dapat berkembang lebih lanjut melalui aktivitas yang melibatkan seni dan desain, di mana anak-anak diberi kesempatan untuk merancang, menggambar, atau menciptakan objek visual yang membantu mereka mengembangkan keterampilan spasial dan kemampuan berpikir kritis. Seiring berjalannya waktu, keterampilan visual-spasial ini menjadi bagian penting dalam mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan dalam berbagai bidang, baik itu pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sehari-hari.

 Kecerdasan visual adalah satu bagian dari sembilan kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner, dan ditandai dengan kemampuan anak untuk memperhatikan warna, bentuk, garis, ruang, serta hubungan antar elemen (Armstrong, 2009). Kecerdasan visual juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk merancang dan menggunakan bentuk di dalam ruang (Williams, 2002). Kemampuan ini dapat dikenali sejak dini, misalnya melalui ciri-ciri anak yang mampu mengingat jalan yang telah mereka lewati, lebih aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan bentuk dan ruang, serta senang mengukur ukuran atau jarak.

Buku cerita dengan gambar adalah salah satu media yang sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan visual anak. Buku cerita ini menggabungkan elemen gambar dan teks, dengan desain yang tepat dan menarik untuk menyampaikan pesan secara jelas. Dalam buku cerita, terdapat berbagai elemen seperti tokoh, tema, alur, setting, sudut pandang, amanat, dan bahasa yang disusun sedemikian rupa untuk memudahkan anak dalam memahami cerita (Musfiroh, 2005).

Perkembangan keterampilan bahasa merupakan aspek yang sangat krusial bagi anak usia dini. Salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak adalah dengan membiasakan mereka membaca buku secara teratur. Scull et al. (2013) menekankan bahwa buku yang dibaca anak sangat memengaruhi perkembangan bahasa mereka. Gambar yang ada dalam buku memberikan kesempatan bagi anak untuk memperluas kosakata mereka, dan ilustrasi dalam buku cerita dapat membantu anak memahami pesan yang ingin disampaikan dengan cara yang lebih mudah (Mallett, 2010).

Pendidik perlu memahami bahwa bercerita menggunakan buku cerita bergambar dapat meningkatkan kosakata, fonologi, dan pengenalan huruf anak (Machado, 2013). Hal ini didukung oleh pendapat Lenhart et al. (2017), yang menyatakan bahwa membaca buku bersama dapat berkontribusi pada pengembangan kosakata anak. Buku cerita bergambar dapat memperkuat daya ingat anak dan membantu mereka memahami tema atau isi cerita, dan ini sangat penting dalam mendukung perkembangan mereka (Toha-Sarumpaet, 2010). Buku cerita bergambar juga merupakan bentuk seni visual yang menarik yang memudahkan anak untuk berimajinasi dan bereksplorasi (Mantei & Kervin, 2014).

Dengan memanfaatkan buku cerita bergambar, anak dapat mengembangkan kecerdasan visual mereka, yang nantinya akan berkontribusi pada perkembangan keseluruhan mereka. Reed et al. (2015) menjelaskan bahwa bercerita menggunakan buku cerita bergambar dapat merangsang pemahaman dan nalar anak usia empat hingga enam tahun. Gambar dalam buku membantu anak langsung memahami cerita, sementara teks saja membutuhkan waktu lebih lama untuk dipahami (Lukens, 2003). Oleh karena itu, keseimbangan antara gambar dan teks dalam buku cerita bergambar sangat penting untuk mendukung perkembangan anak.

Cerita bergambar bukan hanya media hiburan bagi anak-anak, tetapi juga alat edukasi yang sangat efektif untuk mendukung berbagai aspek perkembangan mereka. Dengan kombinasi visual yang menarik dan narasi yang sederhana, cerita bergambar menawarkan pengalaman belajar yang kaya dan interaktif. Ilustrasi yang penuh warna dan detail mampu memancing rasa ingin tahu anak, sementara cerita yang disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami membantu memperkuat kemampuan literasi mereka, termasuk membaca, menulis, dan memahami teks.

Lebih dari itu, cerita bergambar juga berperan penting dalam merangsang imajinasi anak. Ketika anak-anak melihat gambar dan mendengar cerita, mereka diajak untuk membayangkan dunia yang baru, memvisualisasikan karakter, dan memahami alur cerita. Proses ini tidak hanya mengembangkan kecerdasan visual mereka, tetapi juga melatih kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

Selain aspek kognitif, cerita bergambar juga mendukung perkembangan emosional dan sosial anak. Cerita yang mengandung nilai-nilai moral dan pesan positif membantu anak memahami emosi, membangun empati, serta belajar menghargai perbedaan. Interaksi antara anak dan orang tua atau pendidik saat membaca cerita bersama juga memperkuat hubungan emosional, menciptakan momen kebersamaan yang bermakna.

Dalam konteks pendidikan, cerita bergambar dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang menyenangkan. Guru dapat memanfaatkan media ini untuk menyampaikan konsep-konsep sulit dengan cara yang lebih menarik, sehingga anak-anak merasa belajar adalah pengalaman yang menyenangkan. Bahkan, cerita bergambar dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya dan nilai-nilai lokal, sehingga anak-anak tumbuh dengan rasa cinta terhadap identitas mereka.

Dengan semua manfaat tersebut, cerita bergambar menjadi instrumen penting dalam proses tumbuh kembang anak, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Penting bagi semua pihak, termasuk orang tua, pendidik, dan pembuat buku, untuk terus mendorong penggunaan cerita bergambar sebagai bagian dari upaya mencetak generasi yang kreatif, cerdas, dan penuh empati.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, L. (2015). Stimulasi kecerdasan visual-spasial dan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui metode kindergarten watching siaga bencana gempa bumi di PAUD Terpadu Permata Hati Banda Aceh. ISSN 2086-1397. Volume VI. No. 2. 

Armstrong, T. (2009). Multiple intelligence in the classroom. America: present a variety of view points

Biddle, K.A.G., Nevarez, A.G., Henderson, W.J.R., & Vallero-Kerrick, A.(2014). Early childhood education becoming a professional. Printed in USA: SAGE Publications, Inc, 

Bower, V. (2014). Developing early literacy 0 to 8 from theory to practice. London: Sage publication L.td.

Gardner, H. (2013). Multiple intelligence. Tanggerang selatan: Interaksara.

Hakim, A.(2017). Upaya meningkatkan kecerdasan visual spasial melalui permainan puzzle pada anak kelompok A di TK Aisyiyah Pabelan Kartasura Sukoharjo tahun ajaran 2016/2017. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 

Juli,Santi Putri. (2014). Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia Dini dengan metode Bermain Building Block Pada Kelompok B6 di TK Dharma Wanita Persatuan Prov insi Bengkulu. Bengkulu : Univesitas Bengkulu. 

Kotaman, H., & Balci, A. (2016). Impact of storybook type on kindergarteners' storybook comprehension. Early Child Development and Care, http://dx.doi.org/10.1080/03004430.201 6.1188297

Lenhart, J., Lenhard, W., Vaahtoranta, E., & Suggate, S. (2017). Incidental vocabulary acquisition from listening to stories : a comparison between readaloud and free storytelling approaches. Educational Psychology, 1-21. https://doi.org/10.1080/01443410.2017.1363 377

Lucy. (2010). Mendidik sesuai minat dan bakat anak. Jakarta : Tangga pustaka. 

Lukens, J. R. (2003). A critical handbook of children's literature. United States of America: Pearson Education, Inc.

Mallet, M.(2010). Choosing and using fiction and nonfiction 3-11: a comprehensive guide for teachers and student teachers (1st ed). New York: Routledge. 

Mantei, J. & Kervin, L. (2014). Interpreting the images in a picture book: students make connections to themselves, their lives and experience. English Teaching: Practice and Critique. Vol. 13, No. 2 pp. 76-92. http://education.waikato.ac.nz/research/files/ etpc/files/2014v13n2art5.pdf. 

Mitchell, D. (2003). Children's literature an invitation to the world. Boston: Peaarson Education, Inc.

Musfiroh, T. (2005). Bercerita untuk anak usia dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Reed, H. C., Hurks, P. P. M., Kirschner, P. A., & Jolles, J. (2015). Preschoolers' causal reasoning during shared picture book storytelling : A cross-case comparison descriptive study. Journal of Research in Childhood Education, 29: 367--389, http://www.doi.org /10.1080/02568543.2015.1042126.

Sapitri, N.(2018). Hubungan antara kecerdasan visual-spasial dengan kreativitas anak di TK Islam Al-Falah kota Jambi. Jambi. Universitas Jambi.

Scull, J., Louise, P., & Raban, B. (2013) Young learners: Teachers' questions and prompt as oppurtunities for children's language development. Research in early childhood, vol 7 No.1, 69-91. Retrieved from http://research.monash.edu/en/publications/y oung-learners-teachers-questions-andprompts-as-opportunities-fo.

Suyadi. (2010). Psikologi belajar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Pedagogia.

Toha-sarumpaet, R. K. (2010). Pedoman penelitian sastra anak: edisi revisi. Jakarta: Buku Obor

Williams, R.B. (2002). Multiple intelligences for differentiated learning. America: Corwin Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun