Mohon tunggu...
Densa Story
Densa Story Mohon Tunggu... Penulis - Content Creator

Seorang yang ingin belajar kreatif, melalui tulisan yang edukatif, sehingga dapat menginspirasi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sikap Orang Beriman terhadap Virus Corona

24 Maret 2021   06:00 Diperbarui: 24 Maret 2021   06:17 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi virus Corona atau COVID-19 ini telah banyak merubah tatanan kehidupan seluruh umat manusia. Manusia yang telah disetting sebagai makhluk sosial yang identik dengan berkerumun, berkelompok, dan berkomunitas menjadi terpencar-pencar. Ada yang terpencar karena adanya aturan Pemerintah, ada yang terpencar karena keputusan pribadi. Tempat-tempat yang menjadi wadah berkumpulnya manusia seperti tempat ibadah, tempat pendidikan, tempat rekreasi, tempat pertunjukkan, dll ditutup.

Tetapi sejak Pemerintah menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru atau New Normal, sebagian dari tempat-tempat itu telah dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Orang bisa kembali beribadah di rumah ibadah, bisa rekreasi, bisa bepergian, yang penting sehat dan ada uangnya. Karena bila tidak ada uang, hal-hal ini tidak bisa dilakukan termasuk ke tempat ibadah yang memerlukan ongkos. Sebagian besar tempat pendidikan dan pertunjukkan masih ditutup karena tingkat risiko penularannya yang tinggi.

Meskipun demikian, secara alami pandemi ini telah membagi 2 golongan orang dalam menyikapi adanya virus Corona. Berikut contohnya:

Suatu hari, hiduplah seorang wanita bernama Lisa. Dia merupakan seorang beriman yang sangat taat dalam menjalankan perintah-perintah agama. Dia rajin ke tempat ibadah, bahkan menjadi aktivis agama di situ. 

Dia seorang pengajar agama, dan suka menjadi pembimbing rohani bagi kawan-kawannya. Dalam setiap obrolan bersama dia, selalu dia hubungkan suatu peristiwa dengan kisah atau makna dari Kitab Suci. Apapun selalu direferensikan dari ayat Kitab Suci. Lisa bagai orang yang sangat yakin bahwa Tuhan itu ada, dan bisa mengenali Tuhan seperti orang tua dan sahabatnya, seolah-olah Lisa sudah pernah melihat Tuhan secara nyata, sehingga kadang susah berargumen dengan dia tentang agama.

Sejak hadirnya virus COVID-19 ke dalam dunia ini, ia masih sama seperti dulu. Ia masih suka ngobrol tentang agama dengan kawan-kawannya secara virtual. Tetapi sejak mulai dibukanya ibadah bersama kembali di rumah ibadah, temannya mengajaknya kembali untuk beribadah di sana. Tetapi ia tidak mau, alasannya karena di tempat ibadah itu semua orang berkerumun di suatu ruangan secara bersama-sama. Sekalipun telah diberi jarak 1 meter, tetap saja ada hawa Corona disitu. Bisa saja dirinya malah tertular Corona gara-gara beribadah di tempat ibadah. Ia lebih memilih ibadah di rumah saja sampai sekarang.

Lalu ada temannya yang berkata, "Yuk, kita sama-sama pergi ke alam, menghirup udara yang masih segar, sambil jalan-jalan di antara pepohonan, hawa sejuk dan air gemericik." Jawab Lisa, "Nanti ya, kalau pandeminya sudah berakhir. Saya takut kalau di tempat itu ada Coronanya." Lalu teman yang satunya lagi berkata, "Yuk, kita main ke pantai, melihat deru gelombang samudera yang segar." Jawab Lisa, "Nanti ya, kalau udah nggak ada Coronanya. Jangan kita ke pantai yang itu ah, saya mau langsung ke Bali saja."

Teman yang lain berkata, "Yuk kita ke mall." Jawab Lisa, "Hayo, ini saya sangat setuju!" Lalu makan-makanlah Lisa dan teman-temannya di mall. Makan beef steak, kentang goreng, dan pulangnya beli roti serba 10 ribu di sebuah toko roti ternama yang bertebaran di banyak mall itu. Tak lama kemudian, Lisa ulang tahun dan dikirimkan paket kue berloyang-loyang oleh seorang pria yang mengaguminya. Pria tersebut tidak tampan tapi tajir, dan pria itu sangat tergila-gila olehnya. Lisa pun berkata, "Ohhh, kamu tahu aja hobiku makan hahaha..."

Ada seorang bernama Tasim. Ia seorang pemuka dan pengajar agama. Ia seorang yang fanatik dan sangat taat menjalankan perintah hukum agamanya. Setiap hari, ia rajin mengunjungi tempat ibadah. Selain untuk beribadah, ia pun setiap hari mengajar agama kepada anak-anak. Ia terkenal sebagai seorang pengkhotbah yang fanatik dan juga sangat yakin bahwa Tuhan itu ada dan maha segala-galanya.

Suatu hari, mendaratlah virus Corona COVID-19 dari negeri Tirai Bambu itu, sehingga menyebarlah virus itu termasuk ke lingkungan sekitar tempat Tasim menjalankan kegiatan hariannya. Ketika waktu awal pandemi dimana banyak orang bergegas pakai masker supaya tidak tertular, Tasim tidak mau pakai masker. 

Selain itu, ia mengajarkan kepada orang banyak dan anak-anak yang berkumpul di tempat ibadah itu untuk tidak perlu menggunakan masker, mencuci tangan, apalagi menjaga jarak. Alasannya karena mereka adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya. Orang beriman pasti dilindungi oleh-Nya. Kalau pun Coronanya hinggap pada tubuh mereka, tidak akan menyebabkan sakit yang serius apalagi sampai meninggal. Kalau pun sampai meninggal karena COVID-19, mereka percaya itu sudah takdir-Nya, bukan karena disebabkan tidak menerapkan protokol kesehatan COVID-19.

Sehingga karena Tasim mengajarkan demikian, orang banyak dan anak-anak yang mendengarkan perkataan Tasim menjadi nurut kepadanya. Setiap kali ibadah, tidak ada jaga jarak. Mereka saling berhimpitan seperti biasanya, tidak pakai masker, apalagi mencuci tangan pakai sabun atau handsanitizer. Sekalipun dari antara mereka sudah ada yang meninggal karena bergejala COVID-19, mereka tetap tidak kapok.

Bahkan dengan tegas, Tasim mengajarkan kepada orang banyak, "Corona itu buatan manusia yang tidak mengenal-Nya, buatan orang-orang yang dimurkai-Nya, supaya orang-orang beriman tidak bisa beribadah kepada-Nya, bahkan supaya kita meninggalkan agama kita dan menjadi seperti mereka yang tidak mengenal-Nya. Maka kita harus berani melawan itu semua. Untuk apa pakai masker? Dia menciptakan udara segar untuk kita hirup, mengapa hidung dan mulut kita harus ditutup masker?"

Dari 2 contoh orang di atas kita bisa menyimpulkan bahwa orang pertama merupakan orang beriman yang terlalu takut sama virus Corona. Ia tidak mau beribadah di rumah ibadah dikarenakan kekuatirannya terdapat aerosol COVID-19 yang berasal dari kumpulan manusia di satu tempat yang sama, yang mungkin saja bisa menular kepadanya. 

Ia pun tidak mau rekreasi ke alam terbuka, entah itu pegunungan atau pantai, dengan alasan yang sama. Tapi ketika giliran ke mall atau ke tempat makan yang menjadi kesukaannya, ia tidak merasa kuatir akan penularan virus Corona. Jelaslah bahwa tokoh Lisa yang digambarkan dalam kisah di atas termasuk orang yang munafik.

Berbeda 180 dengan tokoh Lisa, tokoh Tasim digambarkan sebagai sosok beriman yang absolut. Saking histeris terhadap keimanannya, ia tidak ada kebijaksanaan dalam menilai zaman. Ia tidak takut terhadap ancaman virus Corona, dan ia mengajarkan semua orang untuk bertindak seperti dia. Ia mempercayakan semuanya pada-Nya tanpa adanya usaha manusia untuk mencegah, sehingga ada egoisme yang tinggi dalam sikap tokoh Tasim ini. Sehingga dapat disimpulkan baik tokoh Lisa maupun tokoh Tasim, keduanya bukan contoh yang baik untuk dijadikan teladan. Jadi bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap virus COVID-19 ini?

Sebagai seorang yang mempunyai akal budi dan hati nurani yang baik, kita hendaknya bersikap berani sekaligus takut terhadap virus COVID-19. Lho, bagaimana caranya memadukan 'berani' dan 'takut'? Berani yang dimaksud adalah berani menjalankan kegiatan sehari-hari termasuk beribadah di tempat ibadah. Seorang beriman harus mau kembali beribadah di tempat ibadahnya masing-masing bila dalam keadaan yang sehat, tidak bergejala flu, demam, batuk, atau sesak nafas. 

Bila Anda mengalami salah satu gejala di atas, hendaknya Anda beribadah di rumah, dengan dasar bahwa Anda mengasihi sesama manusia dan tidak mau menularkan penyakit Anda di tempat ibadah. Ini juga berlaku di tempat kerja. Hendaklah pemimpin tempat kerja wajib meliburkan pegawainya yang memiliki salah satu gejala di atas supaya tidak menular ke pegawai lainnya.

'Takut' yang dimaksud adalah berusaha mencegah penularan COVID-19 dengan menerapkan 5M yaitu: Mencuci tangan pakai sabun/handsanitizer, Memakai masker menutupi hidung dan mulut, Menjaga jarak minimal 1 meter, Mengurangi mobilitas, dan Menghindari kerumunan. 

Tempat ibadah harus menerapkan jarak fisik bagi umatnya minimal 1 meter dan tidak boleh berhimpitan apalagi tidak pakai masker. Sehingga dengan menerapkan demikian, terciptalah seorang beriman yang tetap setia menjalankan kewajiban agamanya, produktif, dan konsisten melakukan pencegahan penularan COVID-19 untuk melindungi diri sendiri dan sesama manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun