Setiap tahun, kita selalu merayakan Natal dengan sangat meriah. Hari Natal yang sebenarnya hanya 1 hari itu dirayakan sejak akhir November sampai awal Januari. Natal ibarat "Lebaran" orang Kristiani, yang identik dengan dekorasi, kumpul keluarga, pesta, makan-makan, dan piknik. Natal selalu lebih heboh dari Paskah, padahal menurut liturgi Gereja status Paskah lebih tinggi dari Natal. Tapi entah mengapa, Natal selalu heboh dirayakan, mungkin juga karena sekalian merayakan Tahun Baru, sehingga dekorasi Natal juga sekaligus dekorasi Tahun Baru.
Tahun-tahun sebelumnya setiap akhir November, mal-mal, hotel, dan tempat wisata sudah berhias dekorasi Natal untuk menyambut pengunjung. Mal-mal di kota besar adu gengsi dengan memberikan dekorasi Natal sebagus mungkin untuk menarik perhatian pengunjung. Bangun pohon Natal setinggi-tingginya dengan lampu sebanyak mungkin, sampai mengadakan pesta kembang api yang bisa dinikmati oleh semua orang. Semuanya bersukacita bukan hanya orang Kristen saja, tapi semua orang non Kristen ikut bersukacita. Natal membawa sukacita dan damai sejahtera bagi semua orang.
Orang-orang Kristen sibuk sekali mempersiapkan Natal, baik itu di gereja atau di rumahnya. Di gereja mereka latihan paduan suara, latihan musik, latihan membaca kitab suci, latihan tata gerak untuk putra-putri altar (khusus di Gereja Katolik), mulai dekor gereja sampai sebanyak-banyaknya. Semuanya dilakukan berhari-hari demi merayakan Natal yang hanya satu hari saja itu. Gereja-gereja mulai pasang tenda untuk menampung jemaat yang membludak. Seperti biasa, moment Natal dan Paskah adalah kesempatan jemaat yang tidak pernah ke gereja jadi ke gereja. Inilah orang-orang yang ke gereja hanya setahun dua kali. Hayo ngaku, siapa yang seperti ini?
Ternyata perayaan Natal tidak hanya dipusatkan di gereja-gereja. Melainkan ada Gereja yang sampai merayakan Natal secara rutin di Stadion Utama GBK. Mereka mengundang semua orang Kristen untuk hadir di situ, dan acaranya sangat meriah, mulai dari sore sampai malam. Jemaat yang jumlahnya puluhan ribu orang itu menyalakan lilin-lilin, sehingga SUGBK menjadi romantis sekali, dinyanyikan lagu "Malam Kudus" dan renungan Natal. Acara pun diakhiri dengan pesta kembang api seperti Asian Games 2018, yakni kembang apinya muncul dari atas atap SUGBK. Senang sekali, perayaan Natal rasa Asian Games. Dan untuk menyaksikan ini semua, pihak Gereja tidak memungut biaya sedikitpun alias gratis.
Yang biasa beli kue-kue dan makanan sampai di rumah sudah kayak warung pun lenyap tahun ini. Tidak ada Natalan rasa Asian Games di Stadion Utama GBK, bahkan mau Natalan di gereja masing-masing pun ada yang bisa, ada yang tidak bisa. Sebab kapasitas gereja yang sesuai dengan aturan jaga jarak tak bisa menampung semua jemaatnya.Â
Belum lagi ada aturan batas umur, yang anak-anak dan lansia dilarang masuk gereja sebab dianggap rentan tertular virus Corona. Akhirnya, ibadah Natal yang biasa berkerumun sebanyak mungkin orang itu, kini harus dirayakan dihadapan smartphone, komputer/laptop, atau smart TV masing-masing. Bila mereka tidak punya perangkat ini atau tak punya pulsa kuota, hanya bisa melamun mengharapkan pertolongan dari-Nya.
Bila sekarang Anda terpaksa memperingati Natal dalam kemiskinan, di tengah orang lain bersukacita karena kemakmurannya, ingatlah bahwa sesungguhnya Natal adalah peristiwa sedih. Lho kok bisa? Lihat saja Yusuf dan Maria yang sedang hamil besar sambil bawa gembolan dan nggeret-nggeret keledai, dari Nazaret ke Betlehem yang jaraknya sangat jauh demi mendaftarkan diri sebagai penduduk Betlehem, sebab Yusuf berasal dari keturunan Raja Daud.
Sudah sampai di Betlehem bukannya dapat kamar buat menginap, semua orang menolaknya dengan alasan penuh, mungkin ada kamar yang kosong tapi harganya mahal dan Yusuf tak punya uang sebanyak itu. Di malam yang dingin itu, sudah susah cari penginapan, eh tiba-tiba Maria mau melahirkan. Di dekat situ ada kandang hewan. Akhirnya Maria lahirannya di kandang hewan, dengan bau menyengat dari hewan-hewan dan kotornya tempat itu, di malam gelap yang kala itu sedang musim dingin!
Pembaca yang terkasih, apakah yang dialami oleh Yusuf dan Maria adalah peristiwa sukacita? Bila Anda mengalami apa yang mereka alami, apakah Anda bersukacita? Maukah Anda melahirkan anak Anda di kandang hewan? Tentu minimal Anda mau melahirkan di bidan, atau kalau yang kaya di rumah sakit, pakai operasi sesar, bahkan mau lahirnya di tanggal cantik meskipun bayinya belum "matang".Â
Jelas, apa yang dialami Yusuf dan Maria adalah peristiwa sedih, peristiwa nelangsa. Saya berpikir, mungkin di dalam hati mereka berkata saat itu, "Bila Anak ini adalah Anak Allah Yang Mahatinggi, Raja Israel, mengapa lahirnya harus di kandang hewan? Kan harusnya di istana atau minimal di rumah penginapan.
Sukacita yang nyata justru terjadi pada para gembala di padang rumput yang menyaksikan sinar dari surga di malam gelap. Mereka, manusia yang biasa melihat yang manusiawi, tiba-tiba menyaksikan penglihatan yang spektakuler yang bukan buatan manusia. Cahaya surga menyinari mereka, dan tampaklah oleh mereka seorang malaikat yang memberitahukan bahwa telah lahir Kristus Tuhan di kota Daud.Â
Dari malaikat yang seorang itu, mereka melihat gerombolan malaikat yang bernyanyi di langit yang dipenuhi cahaya surgawi. Tentu sebagai manusia biasa, mereka akan kaget dan buru-buru ke Betlehem melihat apa yang terjadi seperti pesan malaikat itu. Akhirnya, sukacita para gembala yang menyaksikan penglihatan surgawi itu kembali meyakinkan Yusuf dan Maria, bahwa Anak yang dilahirkannya itu sungguh Anak Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H