Mohon tunggu...
Denisa Amelia Kawuryan
Denisa Amelia Kawuryan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pursuing Master in Sustainable Development at University of Sussex

With several years of experience in NGO, volunteer-based organization and critical thinking competition, Denisa is keen to empower and support the development process toward a more just world

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Muda dan Pemilu Legislatif

29 Agustus 2022   13:10 Diperbarui: 29 Agustus 2022   13:13 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prinsip ini dinyatakan secara tegas oleh MPR sebagai salah satu tujuan perubahan UUD 1945, yaitu menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, melalui pembagian kekuasaan, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi yang lebih ketat dan transparan (Zoelva, 2011).

Prinsip check and balances dan keterkaitannya dengan pemilu legislatif merupakan salah satu argumentasi kuat Bapak Duta Besar yang saya aminkan. Bagaimana lembaga eksekutif dan yudikatif bisa bekerja dengan baik, apabila lembaga legislatifnya tidak perform? Begitupun sebaliknya. 

Sayangnya, porsi perhatian yang diberikan publik untuk pemilihan lembaga legislatif tidak seintens pemilihan presiden. Padahal keduanya memiliki peran yang sama-sama penting. 

Masih banyak yang tidak mengenal orang yang duduk mewakilinya baik di daerah maupun pusat. Jangankan mengetahui apa yang diperjuangkan, nama mereka saja mungkin masih banyak yang belum mengetahui.

Berdasarkan hasil survei Charta Politika tahun 2019, saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS), publik akan memilih kertas suara yang dicoblos untuk pilpres sebesar 75,4%. Sementara kertas suara untuk DPRD kabupaten/kota 8,1%, DPRD provinsi 1,1%, DPR RI 1,4%, dan DPD 2,2% (Prakoso, 2019).

Berdasarkan jurnal "Persepsi Pemilih Milenial Dalam Pemilu Serentak 2019 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta" oleh Pahlevi, Khalyubi dan Khatami (2019), Pemilih Milenial mengatakan mengalami kendala kebingungan dalam menentukan pilihannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) akibat banyaknya kandidat calon yang merupakan efek dari pemilu serentak 5 surat suara sekaligus. Bahkan generasi Milenial mengakui menemukan praktek politik uang dan menganggap politik uang sebagai hal yang biasa.

Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini,  menilai gegap gempita pemilu serentak hanya bertumpu pada Pilpres. 

Sementara Pileg lebih menonjolkan identitas kepartaian di masyarakat. Jangankan mengetahui profil kandidat wakil rakyat, masih banyak warga tidak mengetahui masuk dalam daerah pemilihan (dapil) berapa. 

Kondisi ini memicu berbagai macam jenis pelanggaran pemilu mulai dari politik uang, kampanye di luar jadwal, dan lain-lain (Faqir, 2018). Hal ini mengakibatkan seringkali orang-orang yang tidak berkompeten masuk dalam jajaran lembaga legislatif, sehingga mereka tidak mampu mengawasi dan membuat Undang Undang yang berpihak pada rakyat.

Yang ketiga, jumlah orang muda sedang berlimpah. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh usia muda. 

Jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa (27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia).  Sementara itu, jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari generasi milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk (25,87 persen).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun