Beberapa bulan yang lalu, saya dan 3 teman lainnya dijamu oleh mantan Duta Besar Republik Indonesia. Dalam percakapan hangat yang berlangsung kurang lebih 3 jam tersebut, saya selalu terngiang-ngiang dengan pertanyaan beliau mengenai bagaimana pengalaman saya terhadap pemilu legislatif tahun 2019 baik untuk tingkat nasional maupun daerah meliputi pemilihan anggota DPR, DPRD tingkat 1, DPRD tingkat 2 dan DPD?
Jujur dan mungkin miris, saya dan tiga teman saya tidak terlalu mengingat bagaimana pengalaman kami dalam pemilu legislatif. Mayoritas ingatan saya mengenai pemilu eksekutif dan berbagai diskusi atau isu yang menyertainya.Â
Beliau saat itu tidak menyangka, bagaimana bisa kami yang berasal dari kalangan berpendidikan, lulus S1 Hubungan Internasional tidak mengikuti politik nasional khususnya pemilihan perwakilan rakyat?
Sejak saat itu, pertanyaan mengenai pemilihan legislatif selalu mengganggu pikiran saya. Sebagai negara demokrasi dimana rakyat adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi, maka penting bagi rakyat untuk berpartisipasi dan mengikuti proses politik. Â Â
Apabila hanya saya yang tidak mengikuti isu legislatif mungkin keadaan tidak akan banyak berubah. Namun, apabila ternyata mayoritas masyarakat khususnya orang muda tidak mengikuti dan mengawal representatifnya, maka tikus-tikus yang memakan uang rakyat serta orang yang tidak memiliki kompetensi dengan mudah bergerilya.Â
Lebih parah, perwakilan yang benar-benar ingin memperjuangkan hak rakyat tidak pernah mendapatkan tempat karena tidak diapresiasi, tidak dipilih bahkan dikriminalisasi, baik oleh lawan atau rakyatnya sendiri. Â
Di satu sisi, selama beberapa tahun menggeluti kegiatan advokasi yang berhubungan dengan politik, sebagai orang awam saya menjadi risau. Karena tidak cukup mengetahui, orang muda perlu kritis terhadap informasi yang diterima.Â
Setidaknya perlu ada informasi-informasi atau bekal yang cukup diketahui bagi pemilih untuk akhirnya mereka dengan sadar menggunakan hak politiknya.Â
Sering kali saya tertipu dengan menganggap calon ini "baik" ternyata ia memiliki keterkaitan dengan "orang x", "orang z" yang ternyata memiliki track record kurang baik atau bahkan penjahat lingkungan, koruptor, dan lain-lain.
Hal ini menjadi penting karena Indonesia akan menyambut pemilu serentak pada tahun 2024. Sudah banyak para calon dewan yang terhormat berlomba menarik hati rakyat, yang harapannya benar-benar tulus, bukan sebaliknya ingin merampok kekayaan rakyat yang sudah sangat terbatas.
Berupaya untuk mendorong demokrasi yang lebih baik dan substantif di Indonesia, tanpa mendiskreditkan pemilu eksekutif, saya mencoba mengelaborasi mengapa orang muda perlu meningkatkan perhatian terhadap pemilu legislatif di Indonesia?