Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Indonesia. Tujuan utama Muhammadiyah adalah memperbaiki dan memajukan kehidupan umat Islam Indonesia melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial. Muhammadiyah mengutamakan pendekatan yang moderat dan reformis terhadap Islam. Mereka mendukung pendidikan modern yang menggabungkan nilai-nilai agama Islam dengan pengetahuan umum. Organisasi ini juga aktif dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, memberikan pelayanan kesehatan dan bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan.
Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki lembaga pendidikan, seperti sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi, yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka juga memiliki rumah sakit, pusat kesehatan, dan lembaga bantuan sosial untuk mendukung masyarakat dalam hal kesehatan dan kesejahteraan. Sama seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah juga memainkan peran penting dalam kehidupan politik Indonesia. Beberapa tokoh politik terkemuka berasal dari Muhammadiyah, dan organisasi ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemilihan umum di Indonesia.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Didirikan pada tahun 1926 di Jombang Jawa Timur, NU merupakan sebuah organisasi keagamaan dan sosial yang memiliki pengaruh yang besar di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. NU didirikan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dengan tujuan untuk memperjuangkan ajaran Islam yang moderat, toleran, dan inklusif. NU memiliki basis keanggotaan yang luas di seluruh Indonesia dan memiliki ribuan pondok pesantren (sekolah agama Islam tradisional) di berbagai daerah. Organisasi ini mengajarkan ajaran Islam yang menghormati tradisi lokal dan budaya Indonesia, sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip agama Islam.
Selama sejarahnya, NU telah berperan penting dalam memperjuangkan perdamaian, toleransi antar agama, dan pembangunan sosial di Indonesia. NU juga aktif dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial untuk membantu masyarakat Indonesia. Dalam konteks politik, NU juga memiliki pengaruh yang signifikan. Beberapa tokoh politik terkemuka di Indonesia berasal dari NU, dan organisasi ini memiliki basis pemilih yang kuat di negara tersebut.
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Meskipun keduanya berbagi keyakinan Islam yang sama, mereka memiliki perbedaan dalam beberapa aspek pemahaman, fokus kegiatan, dan pendekatan sosial-politik. Perbedaan yang sering mencuat adalah perbedaan Idul Fitri atau Idul Adha. Perbedaan antara kedua organisasi ini juga terjadi dalam fikih. Sementara, praktik amaliyah fikih sangat rentan menimbukan perselisihan. Bahkan, perselisihan tersebut bisa menyulut emosi negatif yang berbuntut pada perpecahan. Namun, jika masyarakat secara total telah menyadari perbedaan pandangan fikih merupakan suatu yang niscaya, maka perpecahan di antara sesama umat Islam dapat lebih dihindari. Sementara, Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan.Â
Bahkan, seperti dinukil dari buku Fiqh Al-Ikhtilaf NU-Muhammadiyah karya M Yusuf Amin Nugroho, pernah suatu ketika Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang yang sedang membaca Alquran agar menghentikan bacaaanya apabila bacaannya itu akan mengakibatkan perpecahan. Dari Jundab bin Abdillah, Nabi SAW bersabda: "Bacalah Alquran selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian. Tapi, bila kalian berselisih, hentikanlah bacaan itu." (HR Imam Bukhari dan Muslim). Maka itu, NU dan Muhammadiyah tentu harus lebih berhati-hati dengan segala isu, termasuk isu-isu seputar perbedaan pandangan fikih, jangan sampai ikhtilaf dalam masalah fikih tersebut merusak persatuan umat Islam, khususnya di Indonesia.
Adapun Beberapa Cara Menyikapi Perbedaan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama:
Memahami Perbedaan Pemahaman
Muhammadiyah cenderung mengadopsi pendekatan yang lebih puritan dalam Islam, dengan penekanan pada aspek keagamaan yang kuat, reformis, dan modernis. Sementara itu, NU cenderung mengedepankan tradisi keagamaan, keberagaman budaya lokal, dan pendekatan yang lebih inklusif terhadap praktik-praktik keagamaan. Penting untuk memahami perbedaan pendekatan ini untuk menghargai keragaman dalam Islam.
Menghormati Pandangan
Kedua organisasi memiliki pandangan dan praktik-praktik yang berbeda dalam beberapa isu sosial dan agama. Penting untuk menghormati perbedaan ini dan tidak membuat generalisasi atau mendiskreditkan salah satu pihak. Menerima keragaman pandangan adalah langkah penting dalam membangun kerukunan dan dialog antarumat beragama.
Fokus pada Persamaan
Meskipun ada perbedaan, Muhammadiyah dan NU memiliki tujuan yang sama dalam memperkuat nilai-nilai Islam, meningkatkan kesejahteraan umat, dan berkontribusi pada kemajuan masyarakat. Fokus pada persamaan seperti ini dapat membantu membangun kesepahaman dan kerja sama antara kedua organisasi.
Berdialog dan Berdiskusi
Salah satu cara terbaik untuk menyikapi perbedaan adalah dengan berdialog dan berdiskusi secara terbuka. Ini memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang sudut pandang masing-masing pihak dan mencari titik kesepakatan. Dialog dan diskusi yang konstruktif dapat memperkuat hubungan antara Muhammadiyah dan NU, serta memperluas wawasan kita tentang Islam dan keberagaman di Indonesia.
Membangun Kerjasama
Muhammadiyah dan NU memiliki jaringan yang luas dan berbagai kegiatan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Membangun kerjasama antara kedua organisasi dalam proyek-proyek yang saling menguntungkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Kolaborasi ini dapat membantu memperkuat toleransi, kerukunan, dan pemahaman Islam yang lebih luas.
Membentuk Sikap Positif
M Yusuf Amin Nugroho menjelaskan, NU dan Muhammadiyah memiliki basis masa yang besar dan telah mendidikan banyak lembaga Pendidikan, baik yang formal maupun non formal. Mereka yang belajar di lembaga pendidikan tersebut sangat penting untuk dikenalkan dengan fikih ikhtilaf. Tidak dimilikinya wawasan perbedaan-perbedaan dalam fikih Islam akan membuat pola pikir generasi muda menjadi sempit, mengira bahwa apa yang ajaran fikih yang diamalkannya adalah yang paling benar dan yang lain adalah salah. Hal ini jelas bisa menimbulkan prasangka buruk dan pada akhirnya akan mengurangi keharmonisan hubungan sesama umat Islam.
Menghindari Fanatisme Buta dalam Bertaklid
Dalam beberapa literatur, taklid kerap dipahami dengan mengikuti pendapat dari ulama mujtahid. Biasanya, umat Islam yang bertaklid tersebut tidak berijtihad atau mengistimbathkan hukum sendiri. Mereka hanya mengikuti hasil ijtihad yang sudah dilakukan para ulama. M Yusuf Amin Nugroho mengungkapkan NU sendiri jelas menyarankan kepada kaum mislimin, khususnya yang awam, untuk bertaklid kepada madzhab empat, yaitu Imam Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii Keempat madzhab ini telah dimaklumi oleh seluruh ahli ilmu, tentang keahlian dan kemampuan mereka dalam Ilmu Fikih.
Walaupun NU mewajibkan taklid bagi orang awam, tapi bukan berarti NU menganjurkannya. Bagi mereka yang memiliki kesempatan dan kemampuan, tentu wajib mengetahui seluk beluk dalil yang dipergunakan oleh para fuqaha. Dengan mengkaji seluk-beluk dalil dan hujjah para fuqaha, maka umat Islam tidak akan terjebak pada fanatisme buta. Sebenarnya, sikap fanatik terhadap suatu paham keagamaan boleh saja. Tetapi, jika fanatiknya tidak disertai dengan ilmu, maka akan sangat rentan menyebabkan si fanatis tersebut menganggap golongannya yang paling benar dan yang lain sesat, lebih ekstremnya kafir.
Secara singkat, perbedaan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) mencerminkan variasi dalam pendekatan agama, pendidikan, sosial, dan politik di kalangan organisasi-organisasi Islam terbesar di Indonesia. Berikut adalah beberapa kesimpulan dari perbedaan Muhammadiyah dan NU:
Pendekatan Agama:
Muhammadiyah: Pendekatan moderat, progresif, dan terbuka terhadap penggabungan ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan umum.
Nahdlatul Ulama: Lebih menekankan tradisi agama Islam dan pesantren, dengan penekanan pada keberlanjutan nilai-nilai tradisional Islam.
Pendekatan Pendidikan:
Muhammadiyah: Mendukung pendidikan modern yang menggabungkan nilai-nilai Islam dengan pengetahuan umum.
Nahdlatul Ulama: Lebih mempertahankan pendidikan agama Islam tradisional di pondok pesantren.
Pendekatan Sosial dan Kesejahteraan:
Muhammadiyah: Aktif dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan sosial dengan lembaga-lembaga modern seperti rumah sakit dan pusat kesehatan.
Nahdlatul Ulama: Terlibat dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan dengan penekanan pada nilai-nilai tradisional Islam.
Pengaruh Politik:
Muhammadiyah: Cenderung menjaga jarak dari politik praktis, meskipun anggotanya dapat terlibat secara individual.
Nahdlatul Ulama: Memiliki pengaruh politik yang signifikan di melalui partai politiknya serta keterlibatan aktif dalam politik praktis.
Kesimpulannya, sementara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama memiliki tujuan yang sama dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam dan masyarakat Indonesia, mereka mengambil pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan tersebut. Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan keragaman dan kompleksitas dalam organisasi-organisasi Islam di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H