Mohon tunggu...
Deni Muriawan
Deni Muriawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semangat beribadah no 1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cara Menyikapi Beberapa Perbedaan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama

2 November 2023   11:20 Diperbarui: 2 November 2023   11:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fokus pada Persamaan

Meskipun ada perbedaan, Muhammadiyah dan NU memiliki tujuan yang sama dalam memperkuat nilai-nilai Islam, meningkatkan kesejahteraan umat, dan berkontribusi pada kemajuan masyarakat. Fokus pada persamaan seperti ini dapat membantu membangun kesepahaman dan kerja sama antara kedua organisasi.

Berdialog dan Berdiskusi

Salah satu cara terbaik untuk menyikapi perbedaan adalah dengan berdialog dan berdiskusi secara terbuka. Ini memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang sudut pandang masing-masing pihak dan mencari titik kesepakatan. Dialog dan diskusi yang konstruktif dapat memperkuat hubungan antara Muhammadiyah dan NU, serta memperluas wawasan kita tentang Islam dan keberagaman di Indonesia.

Membangun Kerjasama

Muhammadiyah dan NU memiliki jaringan yang luas dan berbagai kegiatan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Membangun kerjasama antara kedua organisasi dalam proyek-proyek yang saling menguntungkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Kolaborasi ini dapat membantu memperkuat toleransi, kerukunan, dan pemahaman Islam yang lebih luas.

Membentuk Sikap Positif

M Yusuf Amin Nugroho menjelaskan, NU dan Muhammadiyah memiliki basis masa yang besar dan telah mendidikan banyak lembaga Pendidikan, baik yang formal maupun non formal. Mereka yang belajar di lembaga pendidikan tersebut sangat penting untuk dikenalkan dengan fikih ikhtilaf. Tidak dimilikinya wawasan perbedaan-perbedaan dalam fikih Islam akan membuat pola pikir generasi muda menjadi sempit, mengira bahwa apa yang ajaran fikih yang diamalkannya adalah yang paling benar dan yang lain adalah salah. Hal ini jelas bisa menimbulkan prasangka buruk dan pada akhirnya akan mengurangi keharmonisan hubungan sesama umat Islam.

Menghindari Fanatisme Buta dalam Bertaklid

Dalam beberapa literatur, taklid kerap dipahami dengan mengikuti pendapat dari ulama mujtahid. Biasanya, umat Islam yang bertaklid tersebut tidak berijtihad atau mengistimbathkan hukum sendiri. Mereka hanya mengikuti hasil ijtihad yang sudah dilakukan para ulama. M Yusuf Amin Nugroho mengungkapkan NU sendiri jelas menyarankan kepada kaum mislimin, khususnya yang awam, untuk bertaklid kepada madzhab empat, yaitu Imam Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii Keempat madzhab ini telah dimaklumi oleh seluruh ahli ilmu, tentang keahlian dan kemampuan mereka dalam Ilmu Fikih.

Walaupun NU mewajibkan taklid bagi orang awam, tapi bukan berarti NU menganjurkannya. Bagi mereka yang memiliki kesempatan dan kemampuan, tentu wajib mengetahui seluk beluk dalil yang dipergunakan oleh para fuqaha. Dengan mengkaji seluk-beluk dalil dan hujjah para fuqaha, maka umat Islam tidak akan terjebak pada fanatisme buta. Sebenarnya, sikap fanatik terhadap suatu paham keagamaan boleh saja. Tetapi, jika fanatiknya tidak disertai dengan ilmu, maka akan sangat rentan menyebabkan si fanatis tersebut menganggap golongannya yang paling benar dan yang lain sesat, lebih ekstremnya kafir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun