Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist, Dosen

Geologist, Dosen | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sebuah Surel dan Sulitnya Hidup Tanpa Smartphone

11 Agustus 2024   20:07 Diperbarui: 12 Agustus 2024   07:02 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Foto oleh Tim Douglas/Pexels

Tiba-tiba sebuah surel masuk. Seseorang dari Jepang yang tidak saya kenal sama sekali menghubungi. Ia berbagi cerita tentang caranya mengatasi kecanduan smartphone.

Cukup mengejutkan. Saya tidak pernah menyangka bahwa tulisan sederhana saya yang berjudul "Tren 'Dumbphone', Mundur Selangkah Demi Kesehatan Mental" bisa menarik perhatian seseorang dari lain negara.

Mikan Oshidari membagikan sedikit cerita saat dirinya masih kecanduan smartphone, mencoba mengatasi kecanduannya, hingga akhirnya beralih sepenuhnya ke dumbphone.

Darinya juga saya memperoleh cerita betapa parahnya kecanduan smartphone di sana. Banyak orang menganggap terus-menerus menatap smartphone adalah hal lumrah. Saya menduga ini mungkin juga berhubungan dengan  kehidupan masyarakatnya yang cenderung soliter.

Menyadari masalah tersebut, ia kemudian menulis tentang perjalanannya mengatasi kecanduan. Saat ini bukunya hanya terbit di Jepang. Ia bertekad menyebarkan kesadaran tentang masalah ini di Jepang, bahkan hingga ke seluruh dunia. Ia ingin dunia yang lebih baik tanpa kecanduan smartphone yang memicu banyak masalah kesehatan mental.

Mikan Oshidari adalah satu dari sekian banyak orang yang berhasil sepenuhnya hidup tanpa smartphone. Kita bisa lihat banyak orang juga aktif mengangkat topik detoks digital di Youtube dan memberikan testimoni tentang hasilnya.

Umumnya mereka yang berhasil lepas dari smartphone merasakan hidup yang lebih bermakna. Mereka 100 persen hadir dalam setiap momen kehidupan, tanpa sekalipun membuka layar smartphone dan mengalihkan perhatiannya aplikasi-aplikasi yang menyita waktu.

Tanpa smartphone, mereka jadi lebih fokus untuk mengerjakan rutinitas harian, lebih intim dalam melakukan percakapan, dan menerima rasa bosan karena minimnya distraksi.

Bagaimana dengan masyarakat Indonesia?

Menurut CNN Indonesia, dalam laporan State of Mobile 2024 yang dirilis Data.AI, warga Indonesia menghabiskan waktu dengan perangkat mobile seperti smartphone dan tablet pada 2023 mencapai rata-rata 6,05 jam per harinya.

Indonesia sudah menempati peringkat teratas sebagai negara yang warganya menghabiskan waktu terlama dalam menggunakan smartphone sejak 2020. Sejak tahun itu, rata-rata penggunaan smartphone setiap harinya terus meningkat.

Tahun 2020 misalnya, penduduk Indonesia menggunakan smartphone selama 5,63 jam per hari. Angka itu kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,99 jam per hari, dan 6,14 jam per hari pada 2022.

Ini sudah merupakan masalah juga bagi masyarakat kita.

Tips-tips untuk lepas dari belenggu smartphone sebenarnya sudah banyak beredar di sekitar kita. Ada yang dihimpun dalam bentuk buku, seperti buku karya Desi Anwar yang berjudul "Offline".

Saya percaya, banyak dari kita yang mungkin sudah berusaha untuk mengurangi atau bahkan berhenti sepenuhnya dari penggunaan smartphone. Secara alami kita pasti sadar bahwa kita menghabiskan terlalu banyak waktu, melewatkan terlalu banyak kesempatan, hanya untuk menatap layar smartphone di genggaman tangan.

Banyak dari kita juga pastinya sudah berusaha mengatur diri agar tidak terlalu ketergantungan dengan smartphone. Beberapa upaya, seperti menghilangkan aplikasi media sosial, memasang aplikasi pembatas waktu membuka layar, sampai aplikasi untuk mengubah tampilan smartphone jadi polos dan membosankan.

Akan tetapi kebanyakan orang ternyata tidak berhasil. Smartphone dengan segala kemudahan aksesnya berhasil merayu kita kembali untuk berkonsentrasi di depannya.

Saya pun demikian.

Tidak terhitung berapa kali saya coba meminimalisir waktu bersama smartphone, sebanyak itu pula saya kembali kalah adu kuat dengan impuls di otak.

Hingga akhirnya saat ini, saya hanya bisa mengatasi kecanduan smartphone dengan tidak memasang sama sekali aplikasi media sosial. Hanya sampai situ.

Apakah kita tidak bisa hidup tanpa smartphone?

Bukan tidak bisa, hanya saja kondisi sistemnya yang memungkinkan kita tidak bisa hidup tanpa smartphone.

Banyak layanan yang harus dilakukan lewat smartphone

Di zaman digital ini, hampir semua layanan mengalami digitalisasi. Banyak layanan dapat diakses melalui aplikasi smartphone dan dapat diakses kapan saja.

Kita ambil contoh, layanan keuangan. Mungkin di antara kita ada yang sudah lupa kapan terakhir kali masuk ke bank dan bertemu dengan teller. Sekarang, layanan perbankan, baik transfer, pembayaran, bahkan membuka rekening baru bisa dilakukan lewat aplikasi di smartphone.

Di bidang kesehatan, BPJS adalah salah satu layanan pemerintah yang wajib menggunakan smartphone. Pengaturan, pembaruan data, perubahan data, hingga pesan nomor antrian, semuanya dilakukan dengan smartphone.

Mau tidak mau intensitas penggunaan smartphone kita semakin meningkat, seiring dengan semakin banyaknya layanan yang bisa diakses lewat smartphone. Lebih mudah dan praktis, tentu saja.

Bahaya distraksi

Smartphone memudahkan kita dalam melakukan banyak hal. Mulai dari berkirim pesan hingga mendapatkan transportasi online. Hampir semua kebutuhan kita dapat diakses dari smartphone.

Namun, apakah saat kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita tersebut, kita berhenti melihat layar smartphone?

Tidak. Kita seringkali terdistraksi berbagai aplikasi lainnya, seperti misalnya aplikasi media sosial. Padahal sebenarnya bukan prioritas kita membuka aplikasi tersebut.

Hal ini biasanya terjadi saat waktu senggang, misalnya saat selesai mengerjakan pekerjaan rumah, menjelang tidur, atau saat hari libur.

Hal ini memang merupakan sebuah hiburan. Dan kita memang perlu hiburan. Tapi tentu saja, kadarnya tidak sampai berlebihan.

Membuka aplikasi lainnya malah mendistraksi kita, menghabiskan beberapa menit tambahan (bahkan jam) yang kurang penting.

Dan perlu diingat, kebanyakan aplikasi smartphone dirancang untuk "menjebak" pengguna agar betah berlama-lama menjelajah di dalamnya. Sayangnya, tak jarang kita tanpa sadar terjebak.

Dorongan untuk terus terhubung

Sebagian kita sudah mengenal fenomena FOMO atau "fear of missing out". Sebuah perasaan takut ketinggalan informasi, acara, atau pengalaman tertentu. Fenomena FOMO ini ramai dibicarakan terutama setelah era kemunculan smartphone.

Smartphone membuat kita dapat mengakses banyak hal secara instan. Hal ini menimbulkan perasaan takut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi, acara, atau pengalaman tertentu.

Kita sering sekali membolak-balik halaman Instagram untuk melihat informasi apa yang sedang tren. Padahal mungkin informasi itu tidak terlalu penting, tapi kita merasa kurang jika ketinggalan informasi terbaru.

Perasaan FOMO dan kecenderungan untuk terus selalu terhubung ini membuat kita terlalu banyak menghabiskan waktu bersama smartphone.

Sudah rugi waktu, berpeluang juga rugi secara mental. FOMO dapat memicu kecemasan berlebih, lelah, bahkan depresi.

 *****

Meski sulit hidup tanpa smartphone di era sekarang, bukan berarti cuma bisa pasrah. Sebagai pengguna, kita seharusnya bisa mengatur diri dan memilah mana fungsi yang penting dan mana yang tidak dari sebuah smartphone.

Jika belum bisa menjauh sepenuhnya, kita bisa memulai dari memahami kembali apa saja hal-hal penting yang harus dilakukan lewat smartphone dan mana yang tidak.

Tentu saja kebutuhan sangat tergantung pada preferensi individu. Seseorang yang menggunakan media sosial sebagai fasilitas dalam mencari nafkah tentu saja membutuhkan akses terhadap media sosial tersebut.

Dan satu hal lagi, kita harus selalu ingat bahwa kehidupan kita yang sebenarnya ada di lingkungan di sekitar kita. Minimalkan waktu kita bersama smartphone, dan usahakan untuk memaksimalkan waktu untuk hobi yang bermanfaat, keluarga, dan masyarakat sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun