Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan kabar meninggalnya selebritis Vanessa Angel dan suami dalam sebuah kecelakaan tunggal di tol Nganjuk - Surabaya ruas Jombang. Kejadian pada rabu siang (4/11) tersebut menewaskan Vanessa dan suami di tempat, sementara tiga penumpang lainnya yaitu pengasuh, supir, dan anak Vanessa dilaporkan selamat.
Mendengar berita tersebut, saya yang tengah dalam perjalanan darat menggunakan mobil pun seketika merasa ngeri. Bisa saja kejadian yang sama menimpa kami yang tengah melaju, meski tidak kencang-kencang amat.
Ngomong-ngomong soal kematian, Bang Jek, salah satu rekan di lapangan beberapa waktu lalu pernah mengucapkan kalimat yang cukup memorable, "Mas Den, jadi yang paling dekat dengan kita itu bukan istri, apalagi anak, tapi kematian".Â
Menurut pengakuan sang supir, dirinya mengantuk dalam kondisi kecepatan tinggi. Hal ini dikonfirmasi Dirlantas Polda Jawa Timur Kombes Pol Latif Usman. "Karena sopir ngantuk banting ke kiri nabrak pembatas tol sebelah kiri," ungkapnya.
Ada dugaan sang supir sempat bermain ponsel saat melaju kencang. Hal itu diketahui dari unggahan story akun yang diduga milik yang bersangkutan tidak lama sebelum kecelakaan terjadi. Tak lama setelah kejadian, unggahan tersebut hilang.
Meskipun ia telah memberikan keterangan ke phblik, sang supir hanya menyebutkan dirinya bermain ponsel sebelum peristiwa terjadi.
Takdir memang Tuhan yang menentukan. Meski begitu, kejadian tersebut merupakan pelajaran bagi kita semua untuk lebih memperhatikan keselamatan berkendara.
Faktor infrastruktur mungkin menjadi salah satu penyebab rawan kecelakaan di jalan tol. Akan tetapi, faktor pengemudi tetap tidak dapat diabaikan.
Dengan menggunakan asumsi faktor pengemudi sebagai penyebab utama, ada tiga perilaku kurang baik supir keluarga Vanessa saat berkendara di jalan tol yang bisa kita soroti. Ketiga kebiasaan ini umumnya kita lalukan juga. Berikut penjelasannya.
Melebihi Batas Kecepatan
Jalan tol, terutama tol luar kota seringkali lengang. Ditambah lajur yang luas, pengendara biasanya tergoda untuk terus memacu mobilnya.Â
Pakar Telematika yang juga mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, dalam akun Twitter resminya menduga kecepatan rata-rata mobil bisa mencapai 159 km per jam. Dugaan ini didasarkan pada perbandingan antara jarak tempuh dengan selisih waktu unggahan story dan waktu kecelakaan.
Ini masih kecepatan rata-rata. Bisa jadi kecepatan kurang atau bahkan lebih dari itu.
Batas kecepatan di jalan tol diatur melalui Pasal 23 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang diperkuat ketentuan Pasal 3 ayat 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
Tol dalam kota memiliki batas minimal 60 km per jam dan maksimal 80 km per jam. Sedangkan untuk tol luar kota, paling rendah 60 km per jam sampai tertinggi 100 km per jam sesuai rambu yang terpasang.
Berkendara dengan kecepatan tinggi memang keren, serasa jadi Dominic Toretto saat menginjak pedal gas dalam-dalam barangkali. Tak semua orang berani melakukannya, termasuk saya.
Akan tetapi perlu disadari juga bahwa berkendara terlalu kencang memperbesar potensi kecelakaan. Kecepatan tinggi jika tidak diiringi konsentrasi dan respon super cepat, malah akan mengundang maut bagi pengendara dan penumpangnya.
"Nongkrong" di Lajur Kanan
Ini penyakit kedua masyarakat kita saat berkendara di jalan tol, termasuk juga supir keluarga Vanessa.
Meski telah banyak dipasang rambu untuk mengingatkan pengendara, masih banyak pengendara yang abai dan tetap "nongkrong" di lajur kanan meski kecepatannya rendah.
Perlu diketahui, lajur kanan jalan tol idealnya hanya diperuntukkan bagi kendaraan yang akan mendahului. Syarat utama "mendahului" tentu adalah kecepatan kendaraan harus lebih tinggi daripada lajur di sebelahnya.Â
Jika kendaraan melambat atau melaju dalam kecepatan yang tidak konstan, sebaiknya kembalikan kendaraan ke lajur kiri.
Bagaimana jika seluruh lajur dalam keadaan lengang? Boleh saja jika pengemudi ingin terus berada di lajur kanan, dengan catatan tidak melupakan persyarakatan kecepatan tadi. Supir Vanessa sepertinya memanfaatkan situasi lengang tersebut untuk tetap melaju di lajur kanan.
Tapi kalau kita cermati, terus berada di lajur kanan sebenarnya agak menakutkan. Kendaraan kita jadi terlalu dekat dengan pagar pembatas. Kesalahan respon sedikit saja dapat menyebabkan kendaraan menabrak dinding, terpelanting, atau bahkan "terbang" seperti halnya insiden yang melibatkan salah seorang putra Ahmad Dhani 2013 silam.
Yang rugi bisa jadi bukan hanya kita sendiri.Â
Menggunakan Ponsel Saat Berkendara
Sejak zaman ponsel keypad numerik hingga layar sentuh seperti sekarang, bermain ponsel saat berkendara merupakan kegiatan yang sangat tidak dianjurkan.
Menurut beberapa sumber, penggunaan ponsel jadul dapat mengurangi konsentrasi pengendara hingga 20 persen, sedangkan penggunaan ponsel pintar saat berkendara dapat mengurangi konsentrasi pengemudi hingga 40 persen.
Mengetik pesan setidaknya memalingkan mata kita selama 5 detik dari jalan. Waktu yang singkat itu sudah cukup untuk membuat kendaraan kita menabrak dinding atau kendaraan lain tanpa sadar.
Pada tahun 2018, studi yang dilakukan Insurance Institute of Highway Safety dari Amerika Sekitar menyebutkan kebanyakan pengendara melakukan aktivitas berkirim pesan, menelpon, mengakses situs web, mencari lokasi dan menyetel musik selama berkendara. Kondisi tersebut ditengarai meningkatkan kecelakaan fatal hingga 66 persen. Terbukti lebih dari 800 kecelakaan terjadi di jalanan Amerika Serikat pada tahun 2017 akibat ponsel.
Terlebih lagi sekarang muncul kebiasaan (maaf) norak, mengunggah foto dasbor mobil yang memperlihatkan spidometer plus menyematkan tanda lokasi tempatnya berada. Parahnya seringkali unggahan dibuat saat kendaraan dalam kecepatan tinggi.
Indonesia sendiri belum punya catatan resmi soal kecelakaan akibat penggunaan ponsel, atau setidaknya saya belum menemukannya. Namun diyakini, ponsel menjadi salah satu pemicu utama kecelakaan baik di jalan raya maupun di jalan tol saat ini.
Meski begitu aturan tentang berkendara dengan penuh konsentrasi telah dituangkan dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu-Lintas Dan Angkutan Jalan Pada Pasal 283 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)."
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H