Internet yang kian hari berkembang kian pesat memberikan perubahan besar bagi kehidupan manusia. Berkat keberadaannya, segala macam hal yang berbau digital terus bermunculan tiap harinya, tak terkecuali urusan perbankan.
Beberapa tahun belakangan, tren mobile banking muncul. Aplikasi perbankan dalam ponsel pintar memberikan kemudahan kepada nasabah untuk melakukan berbagai macam transaksi kapanpun dan dimanapun.
Namun rupanya perkembangan dunia perbankan di dunia digital tidak berhenti sampai di situ. Baru-baru ini jagat digital diramaikan dengan kehadiran bank digital.
Meski sama-sama digital, mobile banking dan bank digital merupakan dua hal yang berbeda. Mobile banking mengedepankan penggunaan apiikasi resmi yang dikeluarkan oleh bank konvensional.
Sementara itu, bank digital menawarkan pelayanan yang lebih. Tidak hanya sekedar transaksi, pelayanan konvensional seperti pembukaan dan penutupan rekening dapat dilakukan di bank digital hanya dengan ponsel pintar tanpa harus mengantri berjam-jam.
Biasanya bank digital juga menawarkan tools manajemen keuangan yang unik di aplikasinya. Nasabah diberikan kemudahan untuk menabung atau mengatur peputaran uang bulanan. Ada pula bank digital yang belum memiliki fitur-fitur ekstra nan menarik tapi menawarkan hasil persentase tahunan atau annual percentage yield (APY) yang lebih tinggi.
Segala aktivitas yang dilakukan secara digital memungkinkan efisiensi dalam segala kegiatan bank. Misalnya, bank digital tidak memiliki kantor fisik dan pegawai administrasi yang siap sedia duduk di belakang meja. Biaya-biaya lain yang biasanya dikeluarkan oleh bank konvensional dapat dipangkas sehingga memungkinkah nasabah memperoleh keuntungan dari rendahnya (bahkan nol) biaya admin.
Kemudahan yang diberikan bank digital tentunya menarik minat nasabah, terutama generasi milenial dan Z yang akrab dengan teknologi internet.
Apakah saya tertarik menggunakan jasa bank digital?
Kemajuan teknologi memang sesuatu yang tidak bisa dihindari. Mau tidak mau, arus perubahan yang kuat ini akan menyeret kita untuk mengikutinya.
Akan tetapi, untuk saat ini, jujur saya lebih memilih layanan bank konvensional dengan beberapa pertimbangan.
Ada beberapa alasan yang membuat saya masih belum tergoda menggunakan bank digital.
Harus Menggunakan Internet
Membeli kuota internet memanglah mudah. Mau berapa pun banyaknya bisa, asalkan sesuai kondisi kantong tentunya.
Namun yang jadi permasalahan adalah ketersediaan jaringan internet yang stabil. Seperti yang kita tahu, sinyal internet kuat belum tersebar merata di seluruh penjuru Indonesia.
Akan jadi masalah seandainya kita membutuhkan transaksi perbankan yang urgen, namun terkendala koneksi internet yang timbul tenggelam. Apalagi sebagai geologist saya seringkali masuk daerah terpencil yang kadang berkirim SMS saja sulitnya minta ampun.
Dalam hal ini, bank konvensional lebih unggul karena keberadaan kantor fisiknya. Dengan atau tanpa internet, transaksi apapun masih bisa dilakukan di bank.
Sistem Keamanan Nasabah
Saat semua hal terhubung ke internet, kita sebenarnya membuka diri untuk dapat dilihat orang lain, tak terkecuali data-data pribadi yang kita berikan ke bank digital.
Kita tentunya ingat kasus kejahatan siber yang menimpa nasabah Jenius, bank digital yang dikembangkan BTPN. Para korban dimanipulasi untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pelaku melalui data-data pribadi kita, seperti melakukan panggilan telepon dan mengirim surel.
Hal inilah yang membuat saya sedikit meragukan keamanan bank digital, setidaknya sampai saat ini.
Meskipun telah ada aturan resmi yang dikeluarkan OJK untuk menjamin keamanan transaksi perbankan digital dan data nasabah, tidak menutup kemungkinan para peretas tetap menemukan celahnya. Mereka kadang jauh lebih pintar dari pembuat sistem keamanannya sendiri.
Untuk menghindari penipuan, pembobolan, dan tindak kejahatan siber lainnya, hingga saat ini saya lebih memilih layanan bank biasa.
Berpotensi Boros
Saat diberi kemudahan, manusia cenderung memanfaatkan kemudahan tersebut untuk memenuhi keinginan dan kesenangannya. Saya termasuk salah satu orang yang sulit sekali menahan godaan kemudahan layanan digital.
Saking mudahnya melakukan transaksi, saya takut malah jadi tidak terkendali. Saya berpotensi boros karena segalanya serba mudah. Jika sudah begini, bukannya menjadi alat bantu pengelolaan keuangan, bank digital malah jadi senjata makan tuan.
Tentunya kondisi ini akan lain bagi masing-masing individu, terutama yang betul-betul melek urusan finansial.
Minim Interaksi Manusia
Meski dikendalikan oleh manusia, dunia digital tidak menawarkan apa yang dapat manusia berikan kepada sesamanya. Hal-hal unik perilaku manusia absen dari layanan bank digital.
Kita tidak lagi mendapati tukang parkir, penjaga keamanan, teller, dan petugas customer service yang murah senyum, mengucapkan salam, dan ucapan terima kasih kepada nasabah di layanan bank digital. Tidak ada pula obrolan seru antar nasabah yang saling mengeluhkan masalahnya.
Secara pribadi saya akan merasa sangat kehilangan hal-hal sederhana tersebut jika menggunakan layanan bank digital. Cukup sudah pandemi membatasi interaksi, saya belum mau kehilangan hangatnya interaksi manusia.
***
Untuk sementara ini, saya masih mengucapkan "Nanti dulu, deh" untuk bank digital.
Ini hanya opini. Pilihan tentunya ada di tangan pembaca semua.
Salam hangat.
***
Referensi