Harga tanah semakin hari semakin tinggi. Â Di beberapa lokasi strategis, dekat pusat kota misalnya, harga tanah bahkan bisa mencapai milyaran rupiah. Ini belum termasuk jika rumah berdiri di atasnya.
Dalam beberapa kasus, milenial dengan penghasilan lebih dari cukup dan memiliki aspek pendukung (sudah tajir dari sananya, misalnya) memang mampu segera membeli hunian idaman. Namun, jangan harap harga tersebut bisa terjangkau milenial dengan penghasilan pas-pasan.
Sebagai solusi, kebanyakan milenial memilih untuk membeli lahan dan rumah di pinggiran kota, jauh dari tempat mereka bekerja. Sebagai contoh, milenial yang bekerja di jantung Kota Bandung membeli rumah di daerah Sumedang dan Soreang yang berjarak kurang lebih 20 km
Meski kini hunian vertikal mulai ramai, terutama di kota-kota besar, rumah tapak tetap menjadi favorit milenial. Padahal hunian vertikal memberikan kenyamanan dari segi akses dan fasilitas.
Ada beberapa alasan yang membuat milenial masih memilih rumah tapak sebagai hunian pilihan.
Kepemilikan
Saat membeli rumah tapak, maka sekaligus kita memperoleh hak kepemilikan atas lahan. Berbeda sekali dengan hunian vertikal yang hanya memberikan hak guna bangunan kepada penghuninya.Â
Kepemilikan ini menjadi penting karena memberikan nilai prestise kepada pemiliknya. Lebih bergengsi, begitu barangkali. Memiliki rumah dan lahan adalah salah satu bukti kesuksesan seseorang. Sebagaimana kita tahu, budaya kita cenderung masih menilai seseorang dari apa yang dimilikinya.Â
Investasi
Hak kepemilikan ini juga memungkinkan pemilik untuk menjual kembali rumah dan lahan di kemudian hari. Dengan tren harga tanah yang semakin tinggi dari tahun ke tahun, memiliki rumah tapak merupakan salah satu bentuk investasi terbaik saat ini.
Rumah tapak juga bisa dimanfaatkan sebagai rumah sewa, baik untuk keperluan hunian maupun rumah kantor. Pemilik bisa memperoleh pendapatan pasif (passive income) dari biaya sewa.
Warisan
Salah satu alasan mengapa rumah tapak masih lebih disukai adalah karena rumah dapat diwariskan. Anak-anak kita kelak, misalnya, tidak perlu lagi repot mengumpulkan uang untuk membeli rumah baru.
Dengan sedikit renovasi dan polesan sana-sini, rumah lama dapat terus ditinggali selama beberapa waktu ke depan.
Akses Mudah
Sekarang ini, bepergian dari satu tempat ke tempat lain tidak sesulit era 90-an. Kendaraan pribadi bisa mudah didapatkan lewat pembelian tunai ataupun kredit. Kita juga bisa memilih kendaraan bekas yang sesuai dengan kondisi kantong.
Keberadaan kendaraan pribadi ini memungkinkan orang untuk berangkat dari rumah ke tempat kerja, meskipun jauh dari akses ke transportasi umum. Jarak puluhan kilometer dan rasa capek bermacet-macet ria sedikit dirasa bukan masalah.
Bebas
Rumah tapak memungkinkan penghuni melakukan apa saja, asalkan bukan hal yang menggangu masyarakat sekitar tentunya. Pemilik bebas menata rumah semaunya. Lahan yang tersedia juga memungkinkan pemilik untuk bercocok tanam, menggali sumur, bermain dengan anak di teras dan halaman, dan lain sebagainya.
Kebebasan ini tidak diperoleh di hunian vertikal. Apartemen dan rumah susun memiliki aturan tertentu yang mengikat demi kenyamanan sesama penghuni, misalnya melarang kurir makanan masuk lewat tangga ataupun lift dan melarang hewan peliharaan.
Sosialisasi
Suasana terbuka di rumah tapak memudahkan sesama penghuni untuk dapat saling bertegur sapa. Kita bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan nyaman tanpa dibatasi dinding dan pintu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI