Di sebuah kota yang sibuk, di mana hiruk-pikuk aktivitas kerja menjadi denyut kehidupan sehari-hari, ada seorang wanita bernama Nina. Seperti kebanyakan orang di sekitarnya, Nina telah terbiasa dengan satu pertanyaan yang selalu muncul setiap kali ia bertemu orang baru, "Kamu kerja apa?" Pertanyaan sederhana itu tampaknya biasa saja, tetapi perlahan Nina menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan cara masyarakat mendefinisikan orang hanya melalui pekerjaan mereka.
Nina dan Perjalanannya Mencari Makna
Nina adalah seorang jurnalis muda yang bekerja keras membangun kariernya di dunia media. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa kesuksesan hidup terletak pada pekerjaan yang stabil dan bergengsi. Selama bertahun-tahun, ia mengikuti narasi itu tanpa mempertanyakannya. Namun, semua mulai berubah ketika ia berbicara dengan seorang penyair terkenal, Anis Mojgani, di sebuah acara sastra yang ia liput.
Mojgani berkata dengan tenang, "Ada dua jenis orang: mereka yang menjadikan pekerjaan sebagai passion mereka, dan mereka yang bekerja untuk membiayai passion mereka. Keduanya sah. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain."
Kata-kata itu menempel di benak Nina. Selama ini, ia selalu merasa tertekan untuk menemukan pekerjaan yang sempurna---sesuatu yang bisa ia banggakan di depan orang lain. Namun, kata-kata Mojgani membuatnya bertanya-tanya: Apakah benar pekerjaan harus menjadi pusat identitas seseorang?
Budaya yang Terobsesi pada Pekerjaan
Seiring waktu, Nina mulai menyadari bahwa pertanyaan seperti "Kamu kerja apa?" hanyalah bagian kecil dari budaya yang terlalu menekankan pentingnya pekerjaan. Di tempat ia tinggal, pekerjaan sering kali menjadi tolok ukur utama dalam menilai seseorang. Orang-orang yang memiliki pekerjaan bergengsi dipandang lebih berharga, sementara mereka yang bekerja di bidang yang dianggap "biasa saja" sering kali diabaikan.
Namun, Nina juga tahu bahwa tidak semua budaya seperti itu. Ketika ia melakukan penelitian untuk sebuah artikel, ia menemukan bahwa di beberapa tempat, seperti di Chili, orang jarang bertanya tentang pekerjaan dalam percakapan sehari-hari. Sebaliknya, mereka lebih tertarik pada hobi, keluarga, atau hal-hal yang membuat seseorang bahagia.
"Apa yang salah dengan kita?" pikir Nina. "Kenapa kita begitu terobsesi dengan pekerjaan?"
Burnout: Akibat dari Ketergantungan Berlebihan pada Pekerjaan
Dalam pencariannya, Nina menemukan data yang mengejutkan: 48% pekerja di seluruh dunia mengalami burnout. Ia sendiri tidak asing dengan kondisi itu. Sebagai jurnalis, Nina sering bekerja lembur, mengejar tenggat waktu, dan merasa bersalah jika mengambil waktu untuk dirinya sendiri. Namun, ia tahu bahwa liburan singkat atau rutinitas self-care tidak akan menyelesaikan masalahnya.
Burnout, ia sadari, adalah gejala dari budaya yang salah---budaya yang terus-menerus menilai orang dari seberapa produktif mereka. Selama kita terus mengaitkan identitas kita dengan pekerjaan, burnout akan terus menjadi momok bagi banyak orang.
Membangun Identitas yang Lebih Beragam
Nina kemudian memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia mulai berpikir tentang cara membangun identitas yang lebih beragam, yang tidak hanya bergantung pada pekerjaannya sebagai jurnalis. Dalam salah satu wawancara untuk bukunya, ia mendengar seorang ahli memberikan analogi yang menarik: "Identitas itu seperti portofolio keuangan. Jika semuanya diinvestasikan di satu tempat, kamu akan rapuh. Tapi jika kamu diversifikasi, kamu menjadi lebih tangguh."
Kata-kata itu menginspirasi Nina. Ia mulai mencoba hal-hal baru di luar pekerjaannya. Ia bergabung dengan komunitas seni lokal, mulai belajar melukis, dan bahkan menjadi sukarelawan di sebuah panti asuhan. Dalam proses ini, Nina merasa lebih bahagia dan seimbang. Ia menemukan bahwa dirinya lebih dari sekadar seorang jurnalis. Ia juga seorang pelukis, teman, anak, dan anggota komunitas.
Langkah-Langkah Praktis yang Mengubah Hidup Nina
Perjalanan Nina tidak terjadi dalam semalam. Ia tahu bahwa mengubah cara ia melihat dirinya sendiri membutuhkan waktu dan upaya. Berikut adalah langkah-langkah yang ia ambil untuk membangun identitas yang lebih utuh:
Menciptakan Waktu Khusus untuk Diri Sendiri
Nina mulai menetapkan batasan. Setiap malam Minggu, ia meluangkan waktu untuk melukis atau membaca buku favoritnya. Ia juga mematikan notifikasi pekerjaan di malam hari, sesuatu yang awalnya sulit, tetapi sangat membantunya merasa lebih tenang.Bergabung dengan Komunitas Baru
Ia bergabung dengan kelompok seni di kotanya. Di sana, tidak ada yang peduli apa pekerjaan Nina. Yang penting adalah kreativitas dan kebersamaan.Mengubah Pola Pikir dalam Percakapan Sosial
Ketika bertemu orang baru, Nina berhenti bertanya, "Kamu kerja apa?" Sebagai gantinya, ia bertanya, "Apa yang kamu suka lakukan di waktu luang?" Pertanyaan ini membuka percakapan yang lebih menarik dan bermakna.Memulai dari Hal-Hal Kecil
Nina tidak mencoba mengubah hidupnya secara besar-besaran dalam semalam. Ia memulai dengan langkah kecil, seperti berjalan-jalan setiap pagi atau mencoba resep masakan baru.
Manfaat dari Identitas yang Lebih Utuh
Perubahan yang Nina lakukan membawa banyak manfaat. Ia merasa lebih kreatif, lebih kuat secara emosional, dan memiliki hubungan yang lebih bermakna dengan orang-orang di sekitarnya. Ia tidak lagi merasa terjebak oleh pekerjaannya. Sebaliknya, ia merasa bebas untuk mengeksplorasi berbagai sisi dirinya.
Yang lebih penting, Nina menyadari bahwa hidupnya tidak hanya tentang dirinya sendiri. Dengan menjadi sukarelawan dan bergabung dengan komunitas, ia merasa lebih terhubung dengan orang lain dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Mengubah Narasi Budaya
Dalam perjalanan ini, Nina mulai berpikir tentang bagaimana masyarakat bisa mengubah cara kita memandang pekerjaan dan identitas. Ia percaya bahwa kita perlu mengganti pertanyaan seperti "Kamu kerja apa?" dengan "Apa yang membuatmu bahagia?" atau "Apa yang sedang kamu nikmati belakangan ini?"
Nina juga percaya bahwa penting untuk mengajarkan generasi muda bahwa nilai diri mereka tidak ditentukan oleh jabatan atau gaji. Ia mulai berbicara tentang hal ini di seminar dan menulis artikel yang menginspirasi orang lain untuk melihat diri mereka lebih dari sekadar pekerja.
Cerita Nina adalah pengingat bahwa kita tidak perlu mendefinisikan diri kita melalui pekerjaan saja. Pekerjaan memang penting, tetapi itu hanyalah satu bagian dari teka-teki besar yang membentuk siapa kita. Dengan membangun identitas yang lebih beragam, kita tidak hanya menjadi lebih kuat, tetapi juga lebih bahagia.
Jadi, jika suatu hari kamu merasa terjebak oleh pekerjaanmu, ingatlah cerita Nina. Kamu selalu punya pilihan untuk menemukan makna di tempat lain. Identitasmu jauh lebih besar daripada apa yang tertera di kartu nama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H