"Entah. Gue enggak ingat muka sopirnya."
Saya sempat gregetan tuh. Gimana sih? Saya terus saja melaju sampai putaran. Terus melaju lagi mengejar angkot yang sudah putar balik.Â
Beberapa kali kehilangan pandangan. Cepat banget laju angkotnya. Memang laju jaklingko 51 bisa dibilang kencang-kencang. Kalau kondisi penumpang kosong bisa seperti dikocok-kocok perut kita.
Saya pernah mengalami. Tinggal sendirian di dalam angkot. Sampai mental-mental duduknya saking kencengnya.
"Sudahlah pulang saja. Enggak usah dikejar lagi. Susah kayaknya. Gue juga enggak ngeh muka sopirnya," kata teman saya pasrah.
"Enggak. Kita langsung ke pool jaklingkonya. Gue tahu tempatnya. Di sana kita cerita kronologis kejadiannya. Masa enggak ditanggapi?" sahut saya dengan penuh keyakinan.
Setidaknya ada yang menghubungi atau menelpon sopir-sopir yang sedang di jalan. Jadi kan tahu pastinya. Itu tas masih ada atau enggak di dalam angkot.
Motor terus melaju ke arah Meruya. Terus ke  arah pool jaklingko. Tak lama sampailah di sana dan langsung menemui para sopir yang sedang duduk-duduk beristirahat. Sambutan mereka baik.Â
"Tunggu di sini dulu saja. Yang dari arah Budi Luhur sebentar lagi masuk."
"Oh, tadi turunnya di komplek DKI? Jauh itu sih. Semoga masih rezeki. Pernah ada yang cuma beberapa kilometer turun dan tasnya sama ketinggalan begini. Penumpangnya langsung ke sini, begitu di cek sudah tidak ada."
Beragam komentar muncul dari para sopir jaklingko. Saya mendengarkan sambil tak putus berdoa. Semoga masih rezeki. Semoga masih rezeki.Â