"Sebenarnya pengin pensiun jadi tukang bubur sejak lama. Badan sudah sering sakit-sakitan. Tapi kalau tidak jualan dapur enggak ngepul," seloroh si Abang tukang bubur.Â
"Yah, jangan pensiun dong. Nanti kalo kangen bubur ayamnya gimana?" sahut saya yang ditanggapi dengan tawa bersama.
Obrolan singkat dan ringan yang menghadirkan haru. Sebagai pembeli saya melihat sisi senangnya saja. Bisa menikmati bubur ayam langganan. Sementara dari sisi pedagang ada dilematis tersendiri.Â
Ada hikmah dari obrolan singkat dan nostalgia di tempat jajan masa kecil. Saya tidak boleh galau-galau atas apa yang dihadapi. Harus meningkatkan kesyukuran. Sebab di luar sana banyak yang lebih galau.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H