Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jodohku

5 Juli 2024   23:50 Diperbarui: 5 Juli 2024   23:56 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Kelapa NTT (dok.Denik)

Jalanan yang kulalui masih seperti dulu saat pertama kali kujejakan kaki di sini. Tanah bercampur bebatuan kerikil yang menusuk talapak kaki jika salah melangkah. Aku meringis. 

Jika dulu ada lengan kokoh yang bisa dijadikan pegangan, kini aku mesti menjaga keseimbangan tubuh agar tak terjatuh. Perjuangan untuk bisa menikmati pemandangan indah pantai kelapa. Pantai yang menjadi saksi cintaku dengan Mas Bram. 

Aku takut kehilangan matahari senja, tapi lebih takut kehilangan kamu Mas, gumamku dalam hati.

Sejujurnya hidupku terasa hampa semenjak menjauhi Mas Bram. Bagaimana tidak? Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi aku dan dia seolah tak kehabisan kata. Berbagi kisah dan cerita apa saja yang berujung spontanitas. Seperti menunggu senja di pantai kelapa.

" Yuk, ah ngobrolnya kita lanjutkan di pantai saja. Lebih seru dan asik tauk. Sambil menunggu senja. Kamu pasti suka," ajak Mas Bram.

Benar saja, aku tak hanya suka dengan suasana pantainya tapi juga suka sama kamu Mas. Sayang aku tak boleh memupuk rasa itu. Aku harus pergi.

Kepergianku ini justru karena aku mulai mencintaimu mas Bram. Aku tidak boleh mencintaimu, sebab kamu imam bagi istri dan anak-anakmu.

"Aku bisa bercerita apa saja denganmu. Tapi tidak dengan Tantri. Apa ini efek perjodohan tanpa mengenal satu sama lain?" ujar mas Bram suatu ketika.

"Kuharap kamu bisa memahami ini dan tidak menjauh dariku. Maaf kalau aku mulai jatuh cinta padamu," ujarmu lagi.

Seharusnya aku menyambut semua itu dengan suka cita. Sayang ada sekat yang tidak boleh kuterabas.

Aku duduk dibebatuan karang ditemani deburan ombak, mengenang kisah setahun yang lalu.

"Ney, kamukah ini?"

Aku terhenyak. Hanya mas Bram yang memanggilku demikian. 

Aku baru saja ingin rindu, ternyata sekarang kita bertemu. Inikah yang namanya jodoh, saat kudengar cerita mas Bram tentang kepergian Tantri untuk selamanya. (Denik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun