"Mulakno kowe kudu*Â jadi orang sukses. Agar bisa makan enak dan bisa membantu orang lain yang kesusahan."
"Satu lagi. Jangan lupa dengan makananmu zaman susah. Sebab makanan tersebut kamu bisa bertahan hidup dan mengubah hidup," ujar bapak sambil memasukkan potongan singkong kukus terakhir ke mulutnya.
Nasihat yang akan kuingat dengan baik. Nasihat terakhir dari bapak. Malam setelah ngopi dan ngobrol bareng itu bapak mengeluh kepalanya sakit. Dadanya sesak. Tapi tak mau dirujuk ke rumah sakit.Â
"Ambilkan air putih hangat saja. Bapak mau tidur biar tidak terasa sakit."
Dan benar. Bapak tidak merasakan sakit lagi. Selamanya. Sebab dini hari saat kubangunkan untuk salat malam, bapak sudah tak bernafas lagi. Tidur selamanya di alam keabadian. Menyusul ibu yang sudah lebih dulu berpulang.
Singkong kukus dan kopi tubruk yang kusuguhkan sore itu merupakan suguhan terakhir. Sekaligus penanda diriku yang menjadi seorang yatim piatu.Â
"Aku kangen bapak. Aku ingin mengenang semua di hari berpulangnya bapak. Sambil menikmati singkong kukus dan kopi tubruk kesukaan bapak. Inilah alasanku memilih menu ini," kataku.
Adrian mengusap-usap punggung tanganku. Kemudian menggenggamnya dengan erat sambil menatapku lembut. Aku balas genggaman tangannya. Lelaki yang jadi kekasih, teman diskusi sekaligus teman berdebat menggantikan bapak. (Denik)
Note:
*Mbagel= keras
*Misu-misu= marah-marah
*Mulakno Kowe kudu= Makanya kamu harus
Â