Hapalan Shalat Delisa. Sebuah film dengan latar tsunami Aceh. Musibah besar yang melanda wilayah Aceh pada 26 Desember 2004.
Film Hapalan Shalat Delisa diangkat dari novel karya Tere Liye. Disutradarai oleh Sony Gaokasak. Dengan durasi 150 menit, film tersebut berhasil mengaduk-aduk perasaan.Â
Penonton dibuat larut dalam film tersebut. Turut merasakan kepanikan dan ketakutan saat tsunami datang secara tiba-tiba. Merasakan pedihnya kehilangan semua yang dimiliki. Tak hanya orang-orang tercinta tapi juga harta benda.
Semua terwakili oleh akting Chantiq Schagerl yang berperan sebagai Delisa. Gadis kecil berusia 6 tahun yang tinggal di Lhok Nga, sebuah desa di tepi pantai Aceh.
Delisa si bungsu dari 4 bersaudara yang tinggal bersama uminya, diperankan oleh Nirina Zubir. Sementara ayahnya Abi Usman sedang bekerja di perusahaan kapal tanker.Â
Delisa anak yang cerdas dan kritis tapi sedikit nakal. Sehingga ketika mengaji kerap tertinggal dalam hal hapalan doa-doa. Karena kurang konsentrasi.Â
Suatu hari Delisa harus menghadapi ujian tentang bacaan shalat. Agar ujiannya berhasil, umi Delisa sampai memberikan hadiah terlebih dulu. Bahkan mengantar dan menemani Delisa saat ujian.
Delisa diminta konsentrasi dan tidak menghiraukan apapun ketika sudah berdiri tegak membaca bacaan shalat. Dengan demikian ia akan berhasil dan tidak akan salah-salah.
Benar saja. Begitu menjelang hari ujian. Delisa benar-benar menuruti nasihat uminya. Ia fokus dan konsentrasi penuh terhadap bacaan shalat yang dibacanya.Â
Delisa tidak mendengar bahkan tidak beranjak ketika dengan tiba-tiba ruangan tempat ujian bergetar akibat gempa. Tembok retak dan atap runtuh. Semua panik dan berlari menyelematkan diri.Â
Delisa tidak terpengaruh sama sekali. Umi Delisa yang melihat dari luar terlihat panik tapi tak bisa berkutik karena terhimpit di luar. Tangis dan teriakan umi yang memanggil-manggil Delisa hilang tergulung air bah yang datang.
Termasuk Delisa yang sedang membaca bacaan shalat. Semua terjadi begitu cepat. Air bah dan gelombang tinggi dari arah pantai menyapu semua yang ada di darat. Rata tak menyisakan apa pun.
Tsunami menerjang wilayah Aceh. Menghempaskan semua yang ada di sana. Mayat bergelimpangan di sana-sini. Mereka yang masih hidup luka parah tak bisa bergerak.Â
Mereka pun segera dibawa ke rumah sakit. Termasuk Delisa yang ditolong oleh tentara Angkatan Darah asal Amerika Serikat. Bala bantuan yang diterjunkan untuk membantu korban tsunami.
Delisa selamat dari musibah tsunami. Tapi ia harus kehilangan umi dan kakak-kakaknya. Termasuk kehilangan kakinya. Meski demikian ia tetap menunjukkan keceriaan dan kenakannya.
Membuat Smith (Mark Lewis), tentara yang menolongnya ingin mengadopsi Delisa, sebelum sang ayah, Abi Usman menemukan Delisa. Begitu menemukan Delisa, keharuan melanda keduanya. Sebab kini mereka hanya hidup berdua.
Sebuah film yang cukup menguras air mata. Film Hapalan Shalat Delisa yang rilis pada 22 Desember 2011, mampu menggugah hati kita melalui tokoh Delisa.
Hikmah yang didapat dari film tersebut:
- Bahwa kehilangan memang pedih. Tapi tidak harus diratapi terus menerus.
- Kehilangan orang yang dicintai bukan akhir segalanya.Â
- Hidup harus terus berjalan meski tanpa mereka.Â
- Hidup harus dijalani dengan apa yang dimiliki.
- Masa depan menanti dan harus diraih kembali untuk mengobati luka hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI