Bersama mereka, Kompasiana bagi saya benar-benar seperti "rumah." Tempat berbagi kisah dan keluh kesah serta berbagi kebahagiaan tentu saja.
Namun ada momen yang berkat embel-embel Kompasiana menjadi penyelamat tim perjalanan saya ke Timur Indonesia.
Ceritanya pada akhir tahun 2020 ketika Covid-19 sedang hangat-hangatnya, saya bersama seorang kawan melakukan perjalanan ke NTT untuk tugas tulisan tentang Pulau Semau dan Perbatasan RI dengan Timor Leste di Atambua.
Tiba di bandara El Tari, Kupang sudah ada driver yang menjemput dan akan menemani selama 5 hari perjalanan. Nah, ketika tiba di Perbatasan RI dengan Timor Leste sempat ada kendala.
Karena hari sudah malam tiba di sananya. Tentu tidak boleh masuk apalagi diliput. Saya  katakan niat dan tujuan kedatangan ini. Tanpa membawa-bawa nama Kompasiana.
Sebab pekerjaan ini tidak ada hubungannya dengan Kompasiana. Petugasnya minta KTP saya. Sepertinya mereka goegling nama saya.
"Oh, kakak penulis di Kompasiana? Kalau begitu silakan. Nanti ada petugas kami yang mengantar."
Ya Tuhan. Betapa leganya hati ini. Sebab bisa masuk dan mendapatkan kemudahan ini berkat jejak digital saya menulis di Kompasiana. Ini menjadi momen tak terlupakan dalam perjalanan kepenulisan saya.
Selanjutnya momen bersejarah dalam hidup saya adalah ketika terlibat dalam film pendek NGIDAM produksi KOMiK Kompasiana dan diproduseri oleh mba Dewi Puspa.
"Wah, Maaaak. Aye main film nih Maak."Meski sebagai pemeran pendukung, tapi ini pengalaman yang luar biasa. Tentu tidak akan terlupakan seumur hidup. Akan menjadi kebanggaan bagi anak cucu. Rekam jejak digital yang positif.
Ya, vibes postif banyak saya dapatkan sejak bergabung dengan Kompasiana. Terlepas dari kekurangan di sana sini,