"Pintu teater tiga telah dibuka. Para penonton yang sudah memiliki tiket dipersilakan untuk memasuki  ruang teater."
Pernah dengar dong pemberitahuan di atas? Bagi penikmat film tentu sudah tidak asing dengan suara tersebut. Suara pemberitahuan dari  dalam bioskop saat kita hendak menonton film. Suara yang sangat khas dan tidak asing di telinga.
Orang yang mengisi suara tersebut biasa disebut sebagai dubber. Sebuah profesi yang mengandalkan teknik suara yang luar biasa. Nah, Ketapels dan Koteka akhir pekan kemarin mengundang seorang dubber untuk berbagi kisahnya sebagai seorang dubber dalam Bincang Inspiratif.
Mba Tami begitu saya memanggil Utami Isharyani sebagai narasumber kali ini. Ia telah lama mengenal yang namanya dubber. Namun baru tertarik untuk menggeluti dunia tersebut saat booming telenovela yang berasal dari Amerika Latin. Yang mana nama Maria Mercedes, Ferguso, dan Marimar begitu populer di zamannya.
Telenovela tersebut berasal dari Amerika Latin. Bahasa yang kita dengar adalah percakapan bahasa Indonesia. Rupanya dialih bahasakan. Nah, para pengisi suara tokoh-tokoh tersebut disebut dubber.
Sementara suara yang kita dengar di iklan-iklan radio dan televisi, Itu merupakan suara para voice over talent. Bukan sepenuhnya suara seorang dubber. Meski sama-sama terkait suara. Apa bedanya?
Kalau voice over talent lebih ke naratif. Sementara dubber lebih menekankan pada emosi, ekspresi, dialek, dan aksen yang disesuaikan dengan gerak bibir  dari visual yang ditampilkan pada layar.
Seperti itu gambaran perbedaannya. Nah, Mba Utami merasakan dua profesi tersebut. Tidak secara instan. Sebab butuh waktu 1 tahun untuk ia bisa disebut dubber atau voice open talent. Ada pelatihan  dan workshop khusus.
Sekarang ini sudah banyak pelatihan terkait dunia sulih suara. Proses dubbing pun lebih enak kata Mba Tami.
"Kalau dulu saat sulih suara yang membutuhkan banyak dubber sekaligus dalam satu ruangan, salah  satu orang melakukan kesalahan maka semua mengulang dari awal."
"Sekarang tidak begitu. Dengan teknologi digital yang baru cukup memangkas saja bagian yang salah untuk kemudian dirapikan lagi."
Demikian penjelasan Mba Tami. Ada sisi enak dan tidak enaknya juga dari profesi sebagai dubber. Namanya juga pekerjaan. Dimana-mana pasti ada suka dukanya.
Saking menghayatinya sebuah peran yang ia isi suaranya, sampai di rumah masih terbawa perasaan.
Soal tikung menikung job juga ada. Pokoknya ada saja. Berhubung senang dengan dunia tersebut maka asik-asik saja menjalaninya. Yang terpenting dari profesi dubber dan voice over talent adalah bagaimana kita menjaga kualitas suara. Air dingin dan gorengan harus dihindari. Tidak boleh tidak.
Sayangkan sudah senang-senang terima job malah diganti orang lain karena suara kita bermasalah.
Tertarik dengan dunia sulih suara?ikuti saja pelatihannya. Merasa sudah berumur? Jangan khawatir. Profesi ini tidak memandang usia. Selama karakter suara yang dimiliki  sesuai dan memang dibutuhkan, kenapa tidak?
Ah, jadi penasaran. Suara saya kira-kira masuk kriteria enggak ya?! (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H