Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merasa Indonesia Sekali Saat Mengenakan Kain dan Kebaya

2 September 2022   23:35 Diperbarui: 2 September 2022   23:36 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan-jalan dengan busana kain dan kebaya (dokpri)

Bicara kain dan kebaya, saya kecil sudah senang dengan busana tersebut. Momen yang paling saya tunggu sejak sekolah dasar adalah hari Kartini. Sebab hari itu seluruh siswa-siswi diharuskan mengenakan busana tradisional.

Saya sebagai anak dari keluarga Jawa tentu saja mengenakan kain dan kebaya. Kalau dulu ditambah sanggul. Duh, rasanya paling anggun dan njawani sekali kalau sudah berbusana demikian. Sebab kain dan kebaya memang identik dengan masyarakat Jawa.

Demikian pemikiran saya kala itu. Baik itu dilingkungan keraton maupun masyarakat biasa. Busana yang dikenakan tidak jauh dari kain dan kebaya.

Seiring berjalannya waktu, saya pribadi merasa nyaman mengenakan kain dan kebaya dalam berbagai kesempatan. Artinya begitu beraktivitas di luar rumah, busana kebesaran saya adalah kain dan kebaya. Kalau dulu kan hanya di momen tertentu.

Seperti menghadiri undangan pernikahan. Menjadi panitia pernikahan dan semacam itu. Kini sudah tidak seperti itu lagi. Hampir sebagian besar koleksi busana saya terdiri dari kain dan kebaya.

"Apa tidak ribet?"

Pertanyaan yang kerap terlontar dari kawan dan kerabat. Ribet sih tidak. Karena sudah terbiasa. Selain sejak kecil saya sudah senang mengenakan kain dan kebaya. Sejak tahun 2004 saya sudah membiasakan diri berkain dan kebaya untuk aktivitas sehari-hari.

Jadi sebelum bertemu dengan teman-teman komunitas perempuan berkebaya, saya sudah terbiasa berkain dan kebaya. Rasanya jadi tidak sendirian.

"Oh, ternyata banyak juga yang senang berkain dan kebaya."

Kalau kemudian ada wacana untuk mengajukan ke UNESCO, kebaya sebagai warisan budaya tak benda. Saya sih setuju dan mendukung sekali. Karena memang menilik

Bersama teman-teman pencinta kain dan kebaya (dokpri)
Bersama teman-teman pencinta kain dan kebaya (dokpri)
dari sejarah, masyarakat Indonesia zaman dulu busana sehari-harinya adalah kain dan kebaya.

Setelah kedatangan bangsa-bangsa asing barulah perlahan mengikuti mode busana yang mereka kenakan. Jadi tak masalah jika ingin diajukan ke UNESCO. Yang penting bisa konsisten menjaga dan melestarikannya.

Saya pribadi dengan atau tanpa diakui UNESCO sekalipun tetap senang mengenakan kain dan kebaya. Terutama jenis kebaya kutu baru. Rasanya pas dan cocok saja. Namun tidak menutup jenis kebaya lainnya. Tetap suka dan mengoleksi.

Karena pada dasarnya saya penyuka kebaya. Hanya saja disesuaikan. Mana kebaya untuk sehari-hari dan mana kebaya untuk acara resmi. Kalau sudah mengenakan kain dan kebaya, rasanya njawani dan Indonesia sekali. Itu sih yang saya rasakan. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun