Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

[47th Eben Haezer] Pengalaman Tersasar Saat Solo Riding Tangerang-Lembang

31 Mei 2022   16:41 Diperbarui: 31 Mei 2022   19:54 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tiga tahun yang lalu tepatnya 31 Mei 2019, bersama motor kesayangan, saya menikmati sinar mentari pagi dan sejuknya hawa daerah Lembang, Bandung.

Ini bukan kali pertama saya ke Bandung dengan mengendarai sepeda motor. Namun ini pertama kalinya solo riding ke sana dan dalam suasana bulan puasa. Tentu saja menjadi momen istimewa bagi saya.

Kala itu memang sudah ada dalam perencanaan keluarga untuk merayakan lebaran di Bandung. Rencananya malam takbiran kami baru akan berangkat dengan mengendarai mobil.

Namun beberapa hari sebelumnya saya mendapat undangan, untuk menghadiri acara syukuran 44 tahun  Yayasan Rumah Orang Tua Tuna Netra Eben Haezer di Lembang. Undangan yang patut saya hargai.

Oma Stella Satyadi (dokpri)
Oma Stella Satyadi (dokpri)

Sebab yang mengundang keluarga pendiri dan pemiliknya langsung yakni Oma Stella Satyadi. Selain itu saya memang selalu mengagumi orang-orang yang memiliki kepedulian sosial tinggi. Oleh karenanya saya sambut dengan gembira undangan tersebut.

Untuk itu sedikit mengubah rencana perjalanan keluarga ke Bandung. Jika awalnya ingin berangkat semua pada malam takbiran. Namun demi menghadiri undangan tersebut. Maka saya putuskan berangkat terlebih dulu mengendarai motor.

Awalnya ditentang keluarga. Begitu saya jelaskan semua akhirnya mereka mengerti. Maka begitulah. Saya tanggal 30 Mei 2019 pagi meluncur lebih dulu ke Bandung  dengan mengendarai sepeda motor.

Jalur yang saya pilih Kreo (daerah tempat tinggal) menuju Parung-Bogor-Puncak-Ciawi. Berhubung sudah pernah ke Bandung melalui jalur tersebut, maka perjalanan saya lancar jaya sampai dengan Padalarang-Cianjur.

Nah, usai dari Cianjur hendak ke Cimahi barulah saya merasa liyer alias bingung. Sebab biasanya lurus saja menuju Cimahi, ini ada petugas yang menjaga di pertigaan menuju Purwakarta.

Laju kendaraan diminta memutar dengan mengambil arah kiri terlebih dulu. Saya pun mengikuti arahan tersebut. Namun di tengah-tengah saya sempat bingung. Setelah belok kiri saya bingung belok ke mana lagi. Sebab ada tiga belokan lagi.

Awalnya saya mengambil belokan pertama. Kok, begitu saya ikuti arahnya justru menuju Purwakarta. Putar baliklah saya untuk kemudian mengambil jalur yang belokan kedua. Dengan tulisan arah Kabupaten Bandung Barat.

Pikir saya dengan mengikuti jalur ini akan tembus arah Cimahi. Maka dengan percaya diri saya ikuti jalur tersebut.

Lagi-lagi sampai di tengah jalan saya kok merasa ragu. Karena jalan yang saya lalui sangat sepi. Kanan dan kiri jalan yang saya lalui berupa tanah lapang tak ada rumah penduduk. Kemudian berupa kebun jagung yang luas.

Wuduh, ini saya berada di mana? Hari sudah makin sore pula. Saya khawatir kemalaman di jalan. Saya tidak menggunakan maps khawatir baterai ponsel habis. Mau bertanya tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Artinya tak ada rumah atau warung yang bisa saya datangi.

Saya terus melaju sampai menemukan orang yang bisa ditanyai. Begitu melihat orang di jalan segera saya hentikan laju motor ini. Saya pun langsung bertanya tentang tujuan saya.

"Maaf Pak, kalau dari sini ke arah Lembang masih jauh tidak ya?"

"Oh, masih jauh sekali. Ini lurus saja mengikuti jalan ini. Nanti bertemu pertigaan belok kiri. Lurus lagi. Nah, nanti dari sana coba tanya lagi saja ya?"

Wah, saya merasa ada titik terang nih. Maka saya ikuti petunjuk bapak tersebut. Tapi kok jalur yang saya lalui masih berupa tegalan dan kebun jagung. Duh, semoga tidak ada apa-apa dengan motor saya. Repot. Jauh dari mana-mana.

Begitu menjumpai orang lagi, saya segera berhenti dan bertanya. Kemudian melanjutkan perjalanan begitu diberitahu arahnya. Masih dengan kondisi jalan yang sama.

Jujur saya merasa was-was khawatir kemalaman di jalan. Tak lama turun hujan. Waduh, semakin paniklah saya.

Saya segera mempercepat laju motor agar menemukan warung atau rumah penduduk untuk berteduh. Jalan yang saya lalui agak sempit dan menurun dengan kanan kiri pohon bambu. Tak terbayangkan sebelumnya akan menemui jalan seperti ini dalam kondisi hujan pula.

Jalanan semakin menurun dan licin, tapi di bawahnya saya lihat jalanan aspal dengan beberapa rumah penduduk yang berjejer. Wah, leganya hati ini.

Begitu menuruni jalan aspal tersebut rupanya memang sebuah perkampungan. Ada toko, tukang jualan dan beberapa kendaraan lain.

Saya pun segera berteduh di emperan toko yang tutup. Di sana ada beberapa pengendara motor juga yang berteduh. Dalam hati saya menduga-duga sendiri, mungkin jalur yang saya lalui tadi jalan pintas. Makanya melewati tegalan dan kebun jagung.

Begitu hujan mulai reda, saya bertanya pada salah seorang pengendara motor yang berteduh. Dia jelaskan dengan detail jalur yang harus saya lalui.

"Hati-hati setelah pertigaan ke kiri. Nanti jalannya menanjak cukup tinggi. Kemudian menurun cukup curam. Habis hujan agak licin," katanya.

Wuduh, tanjakan tinggi? Turunan curam? Semoga tidak ada masalah.

Saya pun segera memacu motor lagi sesuai arahan begitu hujan benar-benar reda.

Benar saja. Saya menemui Jalan menanjak dan menurun yang sama-sama curam. Wow, tegang tapi seru.

Bersiap menuruni turunan curam (dokpri) 
Bersiap menuruni turunan curam (dokpri) 

Yeah, saya bersorak dalam hati usai melewati jalur tersebut. Saya pacu motor ini dengan perasaan lega. Namun hanya beberapa saat saja. Begitu di depan menemui pertigaan jalan lagi. Saya mau ambil arah kiri atau kanan?

Saya pun memperlambat laju motor. Saya mencari orang yang bisa ditanyai. Persis di pertigaan sebelah kiri ada petugas dari dinas perhubungan yang berdiri tegak di sana. Saya pun segera berhenti dan bertanya padanya.

"Maaf Pak, mau tanya? Kalau mau ke Lembang belok kiri atau kanan ya?"

"Ini sudah Lembang, Bu," kata petugasnya sambil senyum-senyum.

"Oh, sudah Lembang," kata saya tak percaya.

"Iya. Ini Lembang. Ibu tujuannya kemana?" tanya petugas itu lagi.

Saya pun segera memberitahu alamat yang ingin dituju.

"Oh, ibu belok kiri sini. Nanti lurus saja. Di ujung sana ada pembatas jalan. Belok kiri lalu putar balik dan belok kiri lagi. Seharusnya sih tidak perlu putar balik. Lurus saja. Berhubung ada peraturan baru jelang lebaran. Jadi diberlakukan satu arah."

Alun-alun Lembang (dokpri)
Alun-alun Lembang (dokpri)

Oalah alangkah senangnya hati ini. Tujuan saya tinggal beberapa meter saja. Saya pun segera memacu motor yang dikendarai dengan riang gembira. Tentu saja setelah mengucapkan terima kasih pada petugas yang saya tanyai tadi.

Benar saja. Saya sudah berada di pusat keramaian daerah Lembang. Tepatnya di alun-alun Lembang. Hari sudah senja. Suasana terlihat ramai oleh lalu lalang orang yang akan berbuka puasa.

Sejujurnya saya tergoda untuk menikmati senja di sana. Berbuka puasa di sekitar alun-alun. Namun saya harus menemukan alamat yang akan saya kunjungi esok hari. Selain itu sayang juga melewatkan salat tarawih di hari terakhir Ramadan. Oleh karenanya saya langsung mencari lokasi yang dituju.

Saya pun sempat mampir di salah satu mini market mencari makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Ya, azan berkumandang tepat ketika saya sudah menemukan lokasi yang dicari.

Dokpri
Dokpri

Saya pun bermalam di daerah Lembang. Esoknya harinya saya bangun pagi-pagi untuk menikmati pagi di alun-alun Lembang. Setelah itu baru mengunjungi Yayasan Rumah Orang Tua Tuna Netra Eben Haezer. Bertemu dengan Oma Stella dan para pengurus. Berbincang-bincang dengan penghuni yayasan.

Pertemuan dan kebersamaan yang begitu hangat. Rumah yang penuh kekeluargaan. Drama nyasar saat perjalanan terhapus dengan kegembiraan yang dirasakan. 

Berada di sana saya seolah telah mengenal mereka sebelumnya. Padahal itu pertemuan pertama saya dengan mereka. Kecuali dengan Oma Stella yang pernah bertemu dalam sebuah acara di Jakarta.

Dokpri
Dokpri

Hari ini tepat 47 tahun Yayasan Rumah Orang Tua Eben Haizer. Semoga Oma Stella dan seluruh pengurus diberkati senantiasa oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kebaikan dan ketulusan mereka mendapatkan balasan yang setimpal. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun