Waktu terus bergulir. Tanpa terasa bulan puasa kala itu sudah tinggal menghitung hari. Â Ada sebuah peristiwa yang membuatku sempat shock. Bagaimana tidak? Sebab perusahaan tempatku bekerja pailit. Itu artinya aku dan semua karyawan berhenti bekerja.
Ya, Allah. Sebuah cobaan yang saat itu  kurasakan cukup berat sekali. Mau puasa, mau lebaran, kebutuhan banyak. Eh, kok ndilalahnya enggak bekerja lagi. Melamar pekerjaan lagi tidak semudah itu. Kalaupun diterima, mulai aktifnya setelah lebaran. Lha, bagaimana coba? Padahal mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan bulan puasa dan lebaran.
Aku tidak memberitahu orang tua tentang hal ini. Khawatir mereka kepikiran. Aku hanya bercerita kepada adik yang di bawahku persis. Karena usia kami tidak terpaut jauh, sehingga aku dan adik yang satu ini sudah seperti kawan. Bisa saling membantu dan menjaga rahasia.Â
Kebetulan usahanya saat itu membuat kue. Jadi kalau bulan puasa pesanan kue keringnya cukup melimpah. Nah, aku membantunya memasarkan sekaligus sebagai kurir.
Namanya perusahaan pailit, maka uang pesangon yang kuterima tidak banyak. Cukuplah untuk lebaran. Tapi kan aku harus tetap memiliki pemasukan untuk bekal melamar pekerjaan dan lain-lain. Untuk itulah aku membantu usaha kue adik.
Suatu hari sekitar satu Minggu mau lebaran, adik bungsuku menagih janji.
"Mba, beneran aku boleh minta apa saja?" tanyanya.
"Ya, benerlah. Dari dulu juga gitu kan?"
"Iya, tapi kali ini aku kan mintanya beda."
"Memang minta apaan?" tanyaku penasaran.
Tak lama ia menyodorkan sebuah gambar. Semacam iklan, brosur dan sejenis itulah.