Memberi hadiah atau kado merupakan salah satu bentuk perhatian dan rasa sayang. Jadi tak perlu menunggu waktu khusus untuk memberikannya.
Namun jika diberikan pada hari yang istimewa. Tentu semakin terasa sempurna kebahagiaan yang dirasakan oleh si penerima.
Hal tersebut yang kerap aku dan adik-adik lakukan pada ibu. Senantiasa memberi hadiah dalam tiap kesempatan. Terutama saat salah satu dari kami sedang berada di luar kota.
"Jangan lupa beli sesuatu untuk mamak. Apa kek. Mamakkan seneng banget kalo dapat hadiah," kata adikku yang memanggil ibu dengan kata mamak.
Kami saling mengingatkan agar membawakan sesuatu untuk ibu. Padahal kalau menelpon ibu secara langsung. Jawabnya selalu begitu.
"Enggak usah repot-repot. Ibu enggak pengin apa-apa. Yang penting kamu sehat dan bisa kembali ke rumah dengan selamat. Ibu sudah senang sekali. Enggak usah beli apa-apa."
Begitulah ibu. Yang terkadang  membuat kita bingung jika ingin memberinya hadiah atau oleh-oleh. Meski demikian. Aku dan adik-adik tetap rajin memberi ibu hadiah. Terutama pada hari ulang tahun ibu dan perayaan Hari Ibu tanggal 22 Desember tiap tahunnya.
Masing-masing dari kami memberi hadiah yang tentu saja berbeda-beda. Sebelum membeli hadiah untuk ibu, biasanya kami sudah mengorek-ngorek info dari ibu secara tak langsung pada saat ngobrol bersama.
Dari situ kami tahu keinginan ibu. Kalau ditanyakan secara langsung jawabannya selalu begitu. Jadi harus pakai taktik.
"Gue beli kue tar dengan tulisan hari ibu ye," kata adikku yang satu.
"Gue beli daster batik aja. Kemarin Mamak sempat ngomong daster yang biasa dipakai bolong tersangkut paku," sahut adikku yang satunya lagi.
Si bungsu lain lagi. Mungkin karena dia laki-laki jadi pilih yang praktis dan simple. Bingung dan malas juga mungkin mencari kado.
"Gue ngasih amplop aja deh. Biar belanja sendiri atau untuk jajan apa kek. Habis gue bingung ngasih apa."
Ya terserah saja sih. Yang penting ikhlas dan tulus. Aku tidak memaksa mereka juga untuk begini dan begitu.
"Terus gue ngasih apaan ya?" kataku bingung sendiri.
"Elo booking restoran aja Mba. Waktu itu Mamak ngeliat iklan di tv. Terus nyeletuk. Suasana restorannya enak. Alami dan asri kayak di desa. Berartikan pengin. Cuma enggak enak mau ngomongnya."
"Memang restoran apa? Di mana?"
Adikku menjelaskan restoran yang dimaksud. Aku iyakan. Meski dalam hati sempat kaget.
"Wuduh, itu kan restoran mahal. Bawa rombongan keluarga bisa puasa nih aku setelahnya."
Tapi demi menyenangkan hati ibu. Akhirnya aku memesan tempat dan beberapa menu utama. Menu lainnya menyusul setelah kita tiba saja.
Pikirku tak apalah mengeluarkan dana lebih untuk ibu. Tak apa kalau mesti puasa jajan untuk diri sendiri. Pokoknya ibu, ibu dan ibu dulu.Â
Toh, ketika kita kecil dulu seorang ibu berkorbannya tidak hitung-hitungan. Bahkan setelah kita dewasa.
Yang dipikiran seorang ibu hanyalah kebahagiaan si anak.Â
Jadi hanya kehilangan rupiah sekian ratus atau sekian juta sekalipun tak perlu risau. Itu tidak seberapa dibanding pengorbananan seorang ibu.
Maka dengan hati tulus dan ikhlas. Perasaan kasih yang luar biasa terhadap ibu. Aku persembahkan jamuan makan siang istimewa di tempat yang ibu inginkan tepat di hari ibu.
Awalnya ibu mengira kalau kami akan makan malam di tempat biasa. Tempat makan langganan kami tiap akhir pekan. Namun begitu mengetahui tempat yang kita tuju beda dari biasanya. Kemudian restoran yang dituju pun bukan tempat biasa. Ibu terlihat senang.
"Apik yo tempatnya. Persis seperti yang ibu lihat di tv."
Seorang pelayan menyambut kami. Kemudian mengantar ke meja yang sudah dipersiapkan. Begitu ibu duduk. Ada pelayan lain yang datang sambil menyerahkan karangan bunga untuk ibu.
"Selamat Hari Ibu. Selamat menikmati hidangan yang telah tersaji."
Disusul adikku mengeluarkan kue tar bertuliskan Selamat Hari Ibu. Satu per satu kami pun mencium dan memeluk ibu dengan erat. Memberikan hadiah yang sudah dipersiapkan masing-masing.
"Selamat Hari Ibu. Hadiah dariku cuma makan malam sederhana ini aja ya, Bu. Semoga ibu senang."
"Sederhana opo. Ini sih buat ibu sangat mewah. Nanti uangmu habis."
"Kalo habis tinggal pinjam sama ibu untuk ongkos sehari-hari," sahutku bergurau.
Tak pelak aku ditertawakan oleh adik-adik.
"Dasar Lo, Mba."
Ibu pun tertawa lebar menanggapi gurauanku. Tawa ibu kebahagiaan luar biasa bagiku. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H