Penginapan hanya bisa menerima pembayaran tunai. Sementara uang tunai kami tak cukup. Hanya ada satu bank pemerintah di sana untuk pengambilan uang tunai. Kebetulan aku punya rekening di bank pemerintah tersebut. Jadi merasa amanlah.
Ternyata begitu didatangi, banknya tutup. Padahal biasanya buka menurut warga setempat. Rupanya ada urusan penting sehingga petugasnya harus pergi ke kota. Sementara untuk menuju ke kota jadwal kapal penyebrangannya telah ditentukan. Ada jadwal khusus. Tidak bisa sewaktu-waktu.
Jadi tidak bisa setiap hari. Apalagi setiap saat. Sementara esok hari kami harus kembali ke Jakarta. Artinya hari itu juga mesti menyelesaikan pembayaran.
Bingung dan pusing rasanya memikirkan hal tersebut. Dua orang lainnya sudah menyerah. Bayangkan, di pulau yang masih susah sinyal dan  jauh darimana-mana jelas tak berkutik. Tak tahu mesti bagaimana?
Jalan keluarnya hanya satu. Meminta bantuan nakes yang mendampingi kami kemana-mana. Sesungguhnya aku malu hati. Karena baru pertama bertemu dan berkenalan. Masa ingin meminjam uang.Â
Rasanya mustahil. Apa dia mau percaya? Jumlah yang dipinjam tidak  sedikit  pula. Sedangkan kami akan kembali ke Jakarta esok harinya.
Setelah maju mundur akhirnya kuberanikan diri mengungkapkan niatku.
"Begitu Kak ceritanya. Bisa minta tolong kan ya?"
Tanpa banyak kata, nakes yang kupanggil kakak tersebut memberikan sejumlah uang yang kubutuhkan. Senang, malu dan kaget berbaur menjadi satu rasa yang tak ku bisa kugambarkan namannya.
"Terima kasih ya, Kak. Begitu tiba di kota akan segera kutransfer."
Aku merasa plong dan lega begitu masalah ini terselesaikan. Â Tanpa nakes tersebut entah bagaimana nasib kami di pulau tersebut.Â