Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Bentuk Kepedulian terhadap Korban Pelecehan Seksual

13 Juni 2021   21:16 Diperbarui: 13 Juni 2021   21:22 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan seksual masalah sosial yang sudah ada sejak dulu. Selama ini saya mengetahui hal tersebut dari membaca berita di koran dan menonton berita di televisi. Selalu saja ada pemberitaan tentang kasus pelecehan seksual.

Geram. Itu yang saya rasakan tiap kali mendengar berita terkait masalah tersebut. Rasanya saya ingin, maaf (tempeleng) pelakunya. Seenaknya saja menghina dan melecehkan perempuan. Memang situ lahir darimana? Dari rahim perempuan tauk. 

Eh, kok saya jadi emosi di sini. Maaf, maaf. Saking emosinya. Apalagi setelah kawan sendiri yang mengalami hal tersebut. Pengin menghajar pelakunya tapi sudah kabur. Kesal sekali bukan? Tapi mau bagaimana lagi? Akhirnya hanya bisa memberi support dan menenangkan si kawan saya ini.

Kejadiannya sudah lama sekali. Tapi masih suka geram sendiri kalau ingat hal itu dan membaca berita pelecehan seksual. Ceritanya dulu itu saya dan si kawan ini berangkat dari rumah untuk latihan bola voli di sekolah. Sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti. 

Berhubung jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh maka kami putuskan untuk jalan kaki saja. Tidak naik sepeda seperti biasanya. Bisa sambil ngobrol dan cerita-cerita tentang kakak kelas incaran kami. Biasalah gaya-gaya anak SMP. 

Nah, terkait gaya. Teman saya ini senangnya memakai kaos yang ketat di badan. Berbeda dengan saya yang lebih senang model kaos gombrong. Dengan bawahan celana selutut yang ketat dipadu kaos ketat, ditunjang oleh tubuh yang ramping. Jadilah penampilan si kawan terlihat menarik dengan lekukan tubuh yang terbentuk dengan jelas.

Namanya ABG, yang kata orang baru mrentes atau tumbuh. Jelas si kawan terlihat segar dan menarik. Saya pribadi merasa risih kalau ada yang melirik penampilan kita. Makanya saya lebih memilih kaos yang gombrong atau longgar agar tidak terlalu membentuk lekukan tubuh. Begitu juga dengan celana yang dikenakan. Lebih memilih yang agak longgar juga. 

Berbeda gayalah dengan kawan saya. Sebagai kawan main dan satu sekolah, tentu saya mengingatkan si kawan tentang penampilannya. Memangnya enggak risih mengenakan pakaian ketat seperti itu? Akan jadi pusat perhatian orang disepanjang jalan nanti. Tapi si kawan cuek saja. Dia bilang tidak apa-apa. Karena merasa nyaman dan tidak ribet. Ya sudah kalau memiliki pendapat seperti itu. Saya tidak berkomentar lagi.

Akhirnya kami jalan kaki menuju sekolah. Bersisian sambil cerita-cerita. Posisinya saya di sebelah kiri dan si kawan di sebelah kanan saya. Sedang asik-asik ngobrol tiba-tiba dia berteriak sambil meneriakkan nama hewan peliharaan yang kerap dijadikan penjaga rumah. Saya tentu saja terkejut dan langsung menarik tangannya.

"Kenapa? Ada apa?"

Si kawan lalu jongkok sambil menutup wajahnya dan mulai terisak. 

"Orang yang naik motor tadi m*r*m*s  d*d* gue."

Saya kaget bukan kepalang.

"Kurang ajar," umpat saya.

"Maaf gue enggak tahu. Elo tiba-tiba teriak gitu aja. Cepetan banget kejadiannya."

Saya peluk si kawan dan kami menepi di jalan. Peristiwa yang tidak pernah kami duga sama sekali. Si kawan masih terisak sesenggukan. Saya sempat bingung harus bagaimana. Akhirnya hal inilah yang bisa saya lakukan.

1 . Memeluk si kawan

Hal ini sebagai bentuk empati dan memberi perlindungan terhadapnya. Membuatnya merasa nyaman dan tidak sendirian menanggung masalah tersebut.

2 . Membiarkan tangisnya pecah di dada 

Tak apa kaos kita basah oleh air matanya. Agar ia bisa menumpahkan semua lewat air mata dan kemudian merasa lega.

3 . Menghibur dirinya

Setelah ia sudah merasa tenang dan tak menangis lagi. Saya ucapkan kata-kata yang menenangkan jiwa. Tidak malah menyalahkan dirinya yang tak mau mendengarkan nasihat kita.

4 . Menasihati secara perlahan

Setelah benar-benar merasa tenang dan bisa diajak bicara. Barulah saya masukkan nasihat yang bisa membuatnya berpikir atas kejadian yang dialaminya. 

5 . Tetap memberi dukungan moril

Setelah kejadian itu untuk beberapa saat si kawan menjadi sangat pendiam dan murung. Saya tetap menemaninya dan terus menghibur dirinya.

6 . Mengajak berkegiatan agar tidak bersedih terus menerus

Saya ajak si kawan ke sana-sini biar tidak murung terus memikirkan kejadian tersebut. Dengan sibuk sana-sini praktis ia akan lupa dengan kesedihan dirinya.

7 . Tidak mengungkit masalah yang dialaminya

Saya upayakan untuk tidak membicarakan kejadian itu lagi. Walau terkadang ia menyesali dan menyalahkan diri sendiri. Tapi saya langsung mengalihkan ke topik lain. 

8 . Jika bisa melihat plat motornya maka langsung melaporkan kejadian tersebut

Untuk kasus saya dan si kawan karena kejadiannya begitu cepat dan tak terduga. Tidak ada orang lain juga di sekitar kita. Maka tidak bisa melaporkan si pelaku. Tapi jika bisa merekam dan mendapatkan bukti-buktinya. Lebih baik melaporkan kejadian semacam ini. Agar si pelaku mendapatkan ganjaran yang setimpal.

Kasus yang dialami oleh kawan saya ternyata bisa membuatnya trauma dan menyalahkan diri sendiri. Apalagi kasus pelecehan seksual yang lain. Jadi memang tidak bisa dibiarkan begitu saja pelaku pelecehan seksual dengan alasan apapun dan jenis kasus apapun. 

Pelaku pelecehan seksual harus mendapatkan ganjaran. Dia tidak tahu efek yang diakibatkan oleh perbuatannya tersebut. Bisa membuat trauma si korban. Pelecehan seksual tidak boleh dianggap kasus biasa. Harus ada tindakan tegas untuk pelakunya. Demikian pendapat saya. (EP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun