"Bukan jamu. Tapi mangir. Bau-bau orang habis luluran gitu," celetuk kawan yang lain.
Saya senyum-senyum saja dalam hati. Begitu mereka menyadari asal aroma mangir tersebut. Barulah saya kena goda mereka.
"Wah, rupanya elo yang bau mangir. Habis luluran ya? Eh, kayak suasana malam midodareni. Kalau orang Jawa mau nikah, calon pengantinnya kan dilulur gitu satu hari sebelum hari pernikahan."
Memang iya. Tapi saya luluran bukan sebab itu. Sudah kebiasaan. Alias dibiasakan oleh ibu. Walau tak rutin seminggu sekali. Setidaknya sebulan sekali adalah waktu untuk luluran. Terlepas mau luluran di rumah atau di salon. Bagi saya luluran tak sekadar perawatan diri, tapi juga menjaga tradisi turun-temurun yang diajarkan oleh ibu sebagai perempuan Jawa.
Bagaimana dengan Anda? Sudahkah luluran hari ini? (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H