Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Luluran, Upaya Perawatan Diri Sekaligus Merawat Tradisi

9 Juni 2021   23:30 Diperbarui: 9 Juni 2021   23:51 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luluran. Salah satu ritual perawatan diri yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan masa kini yang mandiri secara finansial. Artinya mereka yang memang memiliki dana lebih untuk melakukan perawatan diri. Juga memiliki kesadaran untuk merawat diri. 

Sebab memiliki dana tapi tak memiliki kesadaran untuk merawat diri. Maka tak ada dalam agendanya jadwal pergi ke salon.  Harga perawatan diri itu tidak murah lho. Bisa ratusan sampai puluhan juta rupiah. Tergantung salon yang dipilih. Salon biasa atau salon ternama. Namun standar rata-rata kalau pergi ke salon untuk perawatan diri berkisar ratusan ribu rupiah.

Jadi memang perlu mempersiapkan dana khusus. Lalu bagaimana jika kita punya keinginan merawat diri tapi terbentur dana? Ya siap-siap gigit jari saja. Eh, enggak dong. Tenang, selalu ada jalan. Seperti kata iklan produk layanan jasa. Memang benar kok selalu ada jalan selama kita memiliki niat. Seperti yang saya lakukan selama ini. 

Sebagai perempuan yang terlahir dari keluarga Jawa, sejak remaja, ibu saya sudah mengenalkan berbagai jenis perawatan tubuh. Mulai dari luluran sampai jamu-jamuan. Pokoknya perawatan luar dalam deh. Saat remaja sih saya suka ogah-ogahan kalau disuruh luluran. 

"Emangnya putri keraton. Kayak orang mau nikah saja," begitu protes saya.

Karena saya tahunya seperti itu. Luluran identik dengan orang mau nikah dan putri-putri keraton. Lha, saya kan rakyat biasa. Belum mau menikah juga. Buat apa lulur-luluran segala macam. 

"Eh, arek sekarang kalo dibilangin orang tua suka ngeyel. Luluran itu bagus untuk melancarkan peredaran darah. Bau lulurnya bikin badan segar dan wangi. Sudah menjadi tradisi turun-temurun. Jadi bukan cuma putri-putri keraton saja yang dilulur. Yang namanya perempuan Jawa memang harus begitu.

Setelah besar dan memiliki penghasilan sendiri, kebiasaan tersebut tetap saya lakukan. Tentu saja lulurannya di salon. Sebenarnya kata ibu saya sayang-sayang luluran di salon. Luluran sendiri di rumah lebih hemat dan baunya lebih tradisional. Karena menggunakan lulur mangir yang warnanya kekuningan. 

Saya ikuti saran ibu. Meski sesekali pergi juga ke salon. Memang benar sih kata ibu. Yang tradisional itu lebih khas dan berbeda. Saya kalau usai luluran (biasanya hari Minggu). Esoknya di tempat kerja aromanya masih tercium oleh teman-teman. Awalnya mereka tidak tahu. 

"Kok gue nyium bau-bau jamu ya?" ujar kawan yang satu.

"Bukan jamu. Tapi mangir. Bau-bau orang habis luluran gitu," celetuk kawan yang lain.

Saya senyum-senyum saja dalam hati. Begitu mereka menyadari asal aroma mangir tersebut. Barulah saya kena goda mereka.

"Wah, rupanya elo yang bau mangir. Habis luluran ya? Eh, kayak suasana malam midodareni. Kalau orang Jawa mau nikah, calon pengantinnya kan dilulur gitu satu hari sebelum hari pernikahan."

Memang iya. Tapi saya luluran bukan sebab itu. Sudah kebiasaan. Alias dibiasakan oleh ibu. Walau tak rutin seminggu sekali. Setidaknya sebulan sekali adalah waktu untuk luluran. Terlepas mau luluran di rumah atau di salon. Bagi saya luluran tak sekadar perawatan diri, tapi juga menjaga tradisi turun-temurun yang diajarkan oleh ibu sebagai perempuan Jawa.

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah luluran hari ini? (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun