Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Keporo Ngalah Saja Bersepeda di Jalan Raya agar Tidak Crash

25 Maret 2021   00:24 Diperbarui: 25 Maret 2021   14:01 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya bersepeda itu kegiatan yang sangat menyenangkan. Apalagi jika jalan-jalan yang dilalui berupa pemandangan alam yang indah. Badan sehat hati senang.

Bersyukurlah bagi mereka yang tinggalnya di desa atau di daerah yang masih asri. Sehingga tidak perlu menunggu hari libur atau waktu khusus untuk bisa bersepeda di tempat seperti itu. 

Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Yang kerap membawa serta sepeda mereka saat piknik ke luar kota. Sebab yang dijumpai sehari-hari adalah kemacetan dan keriwehah jalanan serta polusi udara.

Dengan kondisi demikian apakah pesepeda di kota tidak bisa merasakan nikmatnya bersepeda di tengah keramaian jalan? Tentu saja bisa. Sangat bisa sekali. Apalagi kalau mau menerapkan prinsip keporo ngalah. 

Istilah dalam bahasa Jawa yang artinya berani ngalah, mau ngalahan. Agar tidak terjadi crash atau benturan selama bersepeda di jalan raya. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadi yang selama ini beraktivitas di Jakarta tapi tempat tinggal di Tangerang.

Jalanan itu keras. Orang yang berada di jalan biasanya menjadi "keras" cenderung kasar. Ditambah kondisi jalan yang macet, panas dan berdebu-debu. Ya, sudah makin memicu sifat kasar seseorang.

Makanya sering toh kita terkaget-kaget melihat sikap seorang kawan yang biasanya kalem dan lembut. Begitu membawa kendaraan kemudian ada yang menyalip atau nyaris menyerempetnya. Tiba-tiba dia berteriak sambil menyerukan nama-nama binatang peliharaan.

Ya karena "hawa" jalanan tersebut serta suasana hati yang mungkin sedang tidak bagus. Maka terjadilah kondisi di mana orang tuh rasanya pengin "senggol bacok" saja. Wajar jika kemudian terjadi crash.

Crash atau benturan di sini tak melulu berupa benturan fisik antar kendaraan. Bisa juga benturan antar individu akibat emosi yang tak terkendali dan ego yang tak bisa diturunkan. (Beradu mulut/berantem). Atas nama kepentingan masing-masing yang tidak bisa ditunda terjadilah crash tersebut.

Pesepeda yang jalurnya masih terbatas kerap diserobot oleh pemotor. Pemotor yang tak sabaran menyalip mobil-mobil yang dianggap terlalu lambat melajunya. Semua ingin cepat-cepat sampai tujuan. 

Bahkan pesepeda yang kecepatannya manual banyak juga yang terlihat seperti pembalap di jalanan. Sebenarnya bebas saja. Semua kendaraan memiliki hak dan kewajiban yang sama ketika berada di jalan. Namun jangan lupa dengan posisi masing-masing.

Seharusnya pengendara motor dan mobil menghargai para pengendara sepeda. Memberi ruang dan gerak yang cukup bagi pesepeda. Terutama di daerah yang tak memiliki jalur khusus sepeda. Sayangnya tidak semua pengendara bisa bersikap demikian.

Yang terjadi malah jalur pesepeda di serobot bahkan ditutup. Lha, terus kita mau lewat mana? Kita tegur, eh malah galakan dia.

"Sepeda nih nambah-nambahin macet aja. Sudah tahu jalanan rame malah naik sepeda."

"Enak saja sepeda bikin macet. Situ tuh yang bikin macet. Bikin polusi juga. Bersepeda justru untuk mengurangi polusi."

Weh, kalau mengikuti emosi penginnya dilawan ketemu pengendara yang seperti itu. Tapi janganlah. Sudah biarkan saja. Tak perlu ditanggapi. Yang penting kita sudah berjalan di tempat yang benar dan mengikuti aturan yang ada.

Mengalah saja. Kalau jalur sepeda tak bisa dilewati, sepedanya kita tuntun saja di trotoar. Tak usah menyalip sana sini. Apalagi di sela-sela mobil yang melaju. Khawatirnya pengendara mobil tersebut tidak melihat kita. Bisa bahaya.

Melaju saja di pinggir. Jika ingin menyebrang sebaiknya di jalur penyeberangan bersama pejalan kaki lainnya. Tuntun saja sepedanya. Kemudian melaju lagi di sebelah pinggir jalan. Nikmati kayuhan demi kayuhan sambil memperhatikan jalan-jalan yang dilalui.

Kapan sampainya kalau begitu?

Lho, namanya mengendarai sepeda ya jangan ingin cepat-cepat sampai. Apalagi buru-buru seperti dikejar hantu. Santai saja. Berangkat lebih awal dan atur waktu tempuh dengan kecepatan santai. Sehingga kalaupun ikut terjebak kemacetan lalu lintas, kita bisa tetap santai tidak panik karena khawatir terlambat. 

Selain itu kita juga tidak terlalu capai saat tiba di tujuan. Berbeda jika mengendarai sepedanya ngebut dan nyalip sana sini. Ngos-ngosan iya. Berkeringat sudah pasti.

Namanya bersepeda ya seperti itu. Biar sehat.

Kalau begitu bersepedanya di arena balap sepeda saja. Tanpa ngebut pun aktivitas bersepeda sudah menyehatkan kok. Katanya ingin bersepeda dengan nikmat dan santai di tengah kota di tengah keruwetan jalan-jalan ibu kota. 

Bersama anak murid dengan latar Taman Menteng, Jakarta (dokumen pribadi)
Bersama anak murid dengan latar Taman Menteng, Jakarta (dokumen pribadi)

Jadi ya mesti santai sejak dari diri dan keporo ngalah ketika di jalan. Dijamin tidak lelah dan enjoy menikmati perjalanan. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadi yang pernah bersepeda ke Kota Serang. Berjibaku dengan debu dan asap kendaraan serta truk-truk besar.

Bersama keponakan (dokumen pribadi)
Bersama keponakan (dokumen pribadi)

Mengajak anak murid bersepeda keliling Jakarta. Mengajak keponakan naik sepeda ke Senayan. Semua itu saya jalani dengan enjoy dan baik-baik saja. So, Happy cycling. (EP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun