Makanya ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Aisyah yang diperankan oleh Laudya Chintya Bella. Sedih dan bingung pastinya. Manapula jauh dari mana-mana. Tak ada listrik tak ada sinyal. Bagaimana ingin menghibur diri? Boro-boro mau curhat. Sinyal saja susah. Harus mencari titik yang bisa menangkap sinyal dan itu di tanah lapang.Â
Untungnya ada Pedro, salah satu tokoh dalam film ini yang perannya sangat penting bagi Aisyah. Pedro yang menjadi penghubung Aisyah dengan masyarakat sekitar. Yang mengantar dan menjemput Aisyah saat dibutuhkan. Dalam susah dan sedih, yakin saja akan ada malaikat yang diturunkan untuk membantu kita. Entah melalui siapa?Â
Dalam film ini Pedro menjadi malaikat yang dikirimkan Tuhan. Tokoh Pedro diperankan dengan apik oleh Arie Kriting. Membuat suasana film lebih cair dan menghibur. Pantas jika ia diganjar penghargaan dari Indonesia Movie Actors Award 2017 sebagai Pemeran Pendukung Pria terbaik dan penghargaan dari Usmar Ismail Award 2017 sebagai Pemeran Pendukung Pria/Wanita Terbaik.
Ketika  akhirnya anak-anak mau menerima Aisyah. Mereka belajar dengan riang gembira. Aisyah pun sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan. Tanah yang gersang, air bersih yang tidak mudah didapat dan jauh dari mana-mana. Perbedaan agama, adat dan kebiasaan sudah bisa diterima serta diatasi dengan baik.Â
Namun kesedihan menghampiri mereka. Ketika Aisyah harus pulang ke Jawa untuk merayakan lebaran bersama ibunya. Anak-anak merasa kehilangan dan takut Aisyah tidak akan kembali lagi.Â
"Ibu tidak mau mengajar kami lagi?"
Duh, mendapat pertanyaan seperti itu dari anak-anak rasanya mak nyus di hati. Apalagi sudah ada kedekatan dengan anak-anak. Saya merasakan hal itu tiap kali masa belajar mengajar dengan anak-anak selesai. Jadi adegan perpisahan Aisyah dengan anak-anak membuat air mata saya semakin deras dan menghabiskan tisu cukup banyak.
Berpisah. Perpisahan. Apapun bentuknya sangat menghimpit perasaan. Itulah yang membuat saya menitikkan air mata saat pertama menonton film ini dan setelah lima tahun berlalu.Â
Kok bisa? Sebab pernah merasakan sedihnya berpisah dengan orang-orang yang dekat di hati. Namun tetap ada perbedaan saat pertama menonton dan setelah lima tahun berlalu.Â
Ketika kini saya menonton ulang film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, saya tertawa saat adegan Aisyah turun dari bus di tengah padang dan bukit yang tandus. Jangankan warung rokok, rumah penduduk pun tak nampak. Begitu menelpon bang Pedro, Aisyah diminta menunggu sebentar. Ia sedang dalam perjalanan.
"Tunggu sebentar ya bu guru. Paling satu jam."