"Iiih, kamu cerita ya sama mama kamu? Aku kan malu. Dikiranya pengin minta lagi," kata saya.
"Enggak apa-apa. Mamaku senang kalau kamu suka. Lagian kue keranjangnya masih ada beberapa kok," ujar si teman.
Sungguh masa kanak-kanak yang indah. Persahabatan yang tulus dari hati. Namun malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Persahabatan kami harus berakhir dengan tragedi.Â
Pada hari Minggu sore kala itu, saya sekeluarga baru kembali dari rumah pakde. Kakak bapak yang menyelenggarakan pesta pernikahan putrinya. Saya sekeluarga menginap di sana sejak hari Jumat malam. Pulang sekolah langsung diajak ke sana. Hari Minggu sore baru kembali ke rumah.
Ketika mengendarai becak menuju arah rumah kami, tukang becaknya bercerita kalau kemarin ada kebakaran besar di sini.
"Toko Cici di pinggir jalan itu ludes terbakar. Satu rumah di sebelahnya ikut terbakar juga."
"Hah! Toko yang di blok depan itu pak? Ya, ampun. Itu rumah temannya anak saya, Pak? Terus pada kemana orangnya, Pak?" tanya ibu.
"Katanya pindah ke rumah saudaranya. Penyebab kebakarannya karena ada kabel yang konslet "
Ibu dan tukang becak terus saja bercerita. Sementara saya yang mendengar percakapan tersebut merasa lemas.
"Ya, Tuhan. Bagaimana nasib teman saya?"
Saya sungguh-sungguh tidak tahu. Sampai detik ini.Â