"Nanti pulangnya bawa ya? Untuk ibu kamu," kata mamanya teman saya itu.Â
"Ini enak loh. Namanya kue keranjang. Kita habis Imlek jadi banyak makanan," kata si teman sambil menunjuk pada kue keranjang yang dia maksud.
Saya hanya iya, iya saja meski kurang paham Imlek itu apa. Setelah tiba di rumah barulah saya tanyakan hal tersebut kepada ibu.
"Kue keranjang itu ya dodol cina kita biasa sebutnya. Oh, mereka udah merayakan Imlek ya? Kapan?" kata ibu balik bertanya.
"Kemarin katanya," sahut saya.
"Oh, gitu. Pantas kamu dibawakan makanan sebanyak ini."
"Memang Imlek apaan sih, Bu?" tanya saya.
"Itu, tahun barunya orang Cina."
Ya, ya, ya. Saya kecil mulai memahami hal tersebut.Â
Kue keranjang atau dodol cina pemberian si teman tadi oleh ibu digoreng dengan lapisan telur. Wah, rasanya enak sekali. Manis-manis gurih. Saya suka sekali. Itulah pertama kalinya saya menyukai kue keranjang. Waktu di Surabaya tidak pernah mencicipinya. Karena memang tidak pernah diberi oleh ibu. Mungkin karena saya masih kecil. Iyalah, masih belum genap 5 tahun.
ÂTeman saya tertawa geli sampai tinggal garis matanya saja saat saya ceritakan kalau kue keranjangnya saya semua yang makan. Entah apa yang dia ceritakan ulang kepada mamanya. Esoknya saya diberi kue keranjang lagi.