"Dulu pernah juga tapi ke Jakarta."
Itu sih hanya sekedipan mata dari Kota Bandung kata saya dalam hati.
Bulan-bulan pertama sungguh tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan jauh dari mana-mana.
Pulau Semau memang hanya beberapa menit saja dari Kupang, ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur. Sekitar 15-20 menit penyebrangan dari Pelabuhan Bolok ke Pelabuhan Hansisi, Semau.
Namun kondisi di sana jauh dari kata mudah. Tidak ada angkutan umum. Jalanannya rusak. Kanan dan kiri jalan yang dilalui masih hutan. Tak ada warung jajanan atau makanan yang bisa dijumpai. Kalaupun ada toko kelontong hanya beberapa saja. Itu pun jaraknya berjauhan.
"Kami harus berbelanja ke kota Kupang untuk kebutuhan sehari-hari. Biasanya belanja dalam jumlah besar sekaligus," ujar Diksi Paisal.
Penerangan yang masih minim. Sinyal yang hanya bisa untuk satu provider plat merah saja. Itu pun hanya di tempat tertentu baru bisa terjangkau. Sungguh pengalaman luar biasa bagi seorang Diksi Paisal yang terbiasa hidup di kota besar.Â
"Dua bulan baru hapal jalan dari dan kembali ke puskesmas," ungkap Diksi Paisal.
Karena memang tak ada papan petunjuk jalan. Tak mudah menjumpai warga yang bisa ditanyai. Karena jarak rumah pendukung pun berjauhan. Goegle maps? Lupakan.Â
Namun setelah tiga bulan berlalu dan mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan. Pesona Pulau Semau tak bisa dihindarkan lagi.Â
Pantainya yang indah bak lukisan. Surga tersembunyi yang tak boleh dilewatkan. Pulau Semau memang memiliki beberapa pantai yang sangat indah. Pantai Letbaun, Pantai Otan, Pantai Liman, Pantai Uinian dan masih banyak lagi. Semuanya menawarkan keindahan dan panorama yang tak terbayangkan sebelumnya. Luar biasa indah.Â