Sambil berbincang, saya perhatikan sepedanya yang ternyata sudah usang. Kerangka sepedanya sebagian berkarat. Pedal sepeda yang dikendarainya sudah oglek. Seperti akan copot saat dikayuh. Pantas laju sepedanya tak enak dipandang mata.Â
Pedal merupakan bagian terpenting dari sepeda. Jika kondisi pedal seperti itu tak diganti, pasti terbentur masalah dana. Sebab meski hanya sebuah sepeda, kalau sudah dibawa ke bengkel pasti membutuhkan dana ekstra.
Saya berpikir keras bagaimana caranya bisa membantu pak tua tersebut. Masalahnya uang di saku tinggal satu lembar lima puluh ribuan dan beberapa uang receh. Cukup atau tidak kalau untuk ganti pedal saja? Saya segera permisi kepada si pak tua untuk melaju duluan.
"Baiklah Pak. Hati-hati di jalan. Saya duluan."
Pak tua tersenyum dan melambaikan tangannya pada saya. Sementara saya kembali mengayuh sepeda sambil mencari-cari bengkel sepeda di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh pak tua.
Beberapa kilometer kemudian akhirnya saya menemukan sebuah bengkel sepeda. Saya segera turun dan menceritakan kondisi sepeda pak tua.
"Oh, kalau cuma ganti pedal saja tak sampai segitu kok."
Wah, leganya perasaan ini. Kemudian saya keluar dari bengkel tersebut dan menuntun sepeda ke arah berlawanan. Artinya mundur beberapa kilometer dari arah bengkel. Tujuannya mencari warung rokok pinggir jalan sambil menunggu pak tua.
Begitu menemukan warung rokok yang dimaksud, saya segera mengarahkan sepeda ini ke sana. Saya membeli dua botol minuman. Kemudian duduk menunggu pak tua.Â
Tak berapa lama saya melihat pak tua mulai mendekat.Â
"Pak, mampir dulu istirahat!" teriak saya begitu pak tua dan sepedanya melintas di depan warung rokok.