Sejatinya, seorang ibu adalah mereka yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita.
Namun tidak semua perempuan ditakdirkan seperti itu. Meski demikian ada banyak cara bagaimana seorang perempuan menuangkan naluri keibuannya.Â
Bisa dengan mengadopsi anak, menyayangi anak-anak kecil atau menganggap seseorang seperti anaknya sendiri.
Hal terakhir yang pernah saya rasakan ketika usia remaja. Seorang kerabat dekat menganggap saya seperti anak kandungnya sendiri. Ia merasa sreg dan cocok begitu berbincang-bincang dengan saya kala itu.
Ia yang tak memiliki anak hingga usia menjelang senja. Suami pun sudah tiada. Hanya ada sopir dan asisten rumah tangga yang tinggal bersamanya, merasa bahwa saya sosok seorang anak yang ia harapkan.
Meski tidak diasuh dan tinggal bersama, sebab saya memiliki orang tua yang lengkap. Namun beliau yang saya panggil bundo begitu perhatian pada saya.Â
Jika saya sedang tidak sibuk, pasti diajaknya bepergian. Entah berbelanja, sekadar makan di mall atau mengunjungi suatu tempat.Â
Pendek kata hubungan kami sudah seperti ibu dan anak. Beliau sangat hapal makanan kesukaan saya. Yaitu sup krim.Â
Jika sedang makan di food court, sebelum saya memesannya, menu sup krim pasti sudah masuk daftar pesanan.
Ketika saya berkunjung ke rumahnya, sudah pasti dibuatkan sup krim. Sup krim buatan bundo lebih lengkap. Karena ada tambahan baso, ayam juga wortel. Pokoknya lebih nikmat.
Suatu ketika saat saya hendak ke Bukittinggi, beliau membuatkan sup krim untuk bekal diperjalanan.Â
"Kau makanlah di mobil biar perutmu hangat. Sebab sebelum subuh kau harus sudah berangkat. Tibo di bandara kau pasti sibuk mencari tempat salat. Jadi awak tahu kau akan lupa sarapan."
Begitu pesan beliau sebelum saya berangkat.Â
"Nanti begitu Tibo di BIM, kau carilah salah satu restoran cepat saji. Hanya di situ kau bisa menjumpai sup krim. Selepas itu kau akan sulit mencarinya. Kecuali masuk hotel berbintang."
Begitu perhatiannya sampai hal-hal kecil seperti itu beliau ingatkan. Dan memang, hal itu yang kemudian saya lakukan begitu mendarat di BIM. Menghangatkan tubuh dengan semangkuk sup krim.Â
Begitu pula pada saat akan kembali ke Jakarta. Sambil menunggu waktu keberangkatan, saya menghabiskan waktu dengan menikmati semangkuk sup krim.Â
Bagi saya sup krim itu selain lembut dan lezat, juga menenangkan perasaan kala memakannya. Mungkin itu hanya perasaan saya saja. Tapi begitulah yang saya rasakan.
Satu Minggu sebelum Bundo tiada, saya ingat betul bagaimana beliau membuatkan sup krim spesial untuk saya. Sup krim ayam baso kesukaan saya.
"Mainlah ke rumah. Bundo sudah buatkan sup krim kesukaanmu. Jangan sampai tidak. Belum tentu besok-besok Bundo bisa buatkan lagi."
Sebenarnya waktu itu saya enggan kemana-mana. Lelah mengajar dibeberapa tempat. Namun demi menghargai Bundo yang sudah repot-repot memasak, akhirnya saya berkunjung ke rumah Bundo.Â
Saya sungguh tak menyangka jika itu merupakan kebersamaan kami untuk terakhir kalinya. Bundo sakit kemudian dirawat di rumah sakit dan tidak tertolong.
Semenjak itu, jika saya sedang rindu pada Bundo. Saya membuat sup krim sendiri. Tentu saja sup krim instan dengan campuran beberapa bahan makanan.
Berikut ini bahan-bahan yang diperlukan:
- 1 bungkus sup krim instan
- 2 potong ayam fillet
- 1 batang daun seledri
- 1 batang wortel
- 5 buah baso
Cara membuatnya:
- Rebus baso sampai matang.Â
- Kemudian potong kecil-kecil ukuran dadu.
- Begitu juga untuk wortel dan ayamnya.
- Setelah itu masukkan sup krim instan dalam panci berisi 650 ml air.Â
- Masukkan semua bahan yang tadi dipotong.
- Aduk rata sampai mendidih.
- Kecilkan apinya. Tunggu sebentar lalu angkat.
- Taburi daun seledri untuk pelengkapÂ
- Sup krim pun siap disajikan
Praktis bukan? Cara memasaknya pun mudah. Â Silakan mencoba. (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H