Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Biji Ketapang, Kue Lebaran Khas Betawi yang Kerap Dicaci namun Tetap Dicari

31 Mei 2020   07:01 Diperbarui: 31 Mei 2020   07:15 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran selalu menghadirkan momen-momen tak terduga. Terutama lebaran di tempat baru. Di daerah yang baru disinggahi. 

Hal ini yang saya alami ketika awal-awal hijrah dari Surabaya ke Jakarta. Tinggal di lingkungan yang masyarakatnya kebanyakan asli Betawi. Memberi warna dan nuansa berbeda bagi saya.

Terutama soal adat kebiasaan dan menu makanan. Ada beberapa makanan dan kue lebaran yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Kemudian menjadi kue kesukaan saya di waktu-waktu berikutnya hingga kini. 

Salah satunya adalah kue biji ketapang. Sempat mengerutkan kening ketika ditawari biji ketapang. "Mau bawa biji ketapang gak? Ntar gue bungkusin," ujar kawan sayaSaya bingung. Macam mana biji ketapang itu? Penasaran dong. Akhirnya saya iya kan tawaran itu. Oh, ternyata biji ketapang itu kue kecil-kecil berwarna kecokelatan seperti biji. 

Biji ketapang tepatnya. Jenis pohon yang banyak tumbuh di jalan dan kebun sekitar tempat tinggal masyarakat Betawi

Bahan dasarnya sih tepung terigu, santan, kelapa sangrai, mentega dan gula. Diuleni lalu dibentuk kecil-kecil seperti biji ketapang baru digoreng. 

Rasanya manis dan gurih. Enak sih. Cuma agak keras. Kalau dimakan bunyi gletuk-gletuk di mulut. Tapi saya suka. Sensasi bunyinya itu yang menarik. Sepertinya halnya kalau kita makan kerupuk. Serukan ada bunyi kriuk-kriuknya.

Meski ada yang empuk. Namun jarang dijumpai. Namanya biji ketapang seperti itulah. Hal ini yang membuat biji ketapang kerap dicaci.

"Panganan opo iki? Atose koyok watu?"

Begitu komentar bapak dan ibu ketika saya sodorkan kue biji ketapang dari rumah kawan tersebut. Yang artinya, "Makanan apa ini? Kerasnya seperti batu."

Saya tertawa. Lucu mendengar komentar mereka. "Tapi enak sih, Pak?"

"Enak sing untune sek utuh."

Artinya, "Enak bagi yang giginya masih utuh."

Saya tersenyum. Iya juga sih. Eh, tapi kawan-kawan yang sepantaran pun kerap melontarkan kata-kata demikian.

"Busyet dah. Keras bener biji ketapang Lo. Enggak pakai kelapa ya?" komentar seorang kawan.

"Pake kok. Resepnya sama dengan resep punya Lo."

"Tapi punya gue enggak keras begini. Ntar kita cobain biji ketapang di rumah si anu dah."

Begitulah. Saat berlebaran ke rumah kawan satu ke kawan yang lain, kami tak lupa menanyakan kue biji ketapangnya. Mencicipi sekaligus mencaci. Tentu saja dalam konteks guyon atau bergurau.

Ternyata tak hanya kami anak-anak. Para orang tua pun demikian. Saling melempar komentar terkait biji ketapang.

"Heran deh gue. Keras mulu kalo bikin biji ketapang. Sampe dimarahi laki gue dah tuh."

"Tapi laku juga kan biji ketapangnya?"

'Ya, laku. Kalo kue lain dah pada habis. Pasti yang dicari biji ketapang."

"Mending ada biar kate keras. Lha, gue kagak sempat bikin. Riweh ama bocah."

Laku di sini bukan dalam konteks jualan. Tapi habis karena dimakan. Meski terakhir dan dicaci-caci dulu. 

Begitulah nasib si kue biji ketapang. Kue lebaran khas Betawi yang dicaci tapi tetap dicari. Hingga kini. Sebab zaman sekarang tidak semua orang Betawi membuatnya lagi. Hanya sebagian. Karena memang butuh waktu dan kesabaran dalam membuat biji ketapang.

Setelah diuleni, dibentuk lalu dipotong kecil-kecil. Barulah digoreng. Ditunggui agar tidak gosong. Seru bukan? Jadi siapa nih yang di rumahnya ada biji ketapang? Bolehlah dicicipi. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun