Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Cara Tegas Menghadapi "Penipuan" Perbankan

8 Mei 2019   20:38 Diperbarui: 8 Mei 2019   20:43 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi meraih keuntungan pribadi orang rela melakukan apa saja, termasuk menipu. Orang-orang (tak berperikemanusiaan) yang bekerja di perbankan atau yang berkaitan dengan kartu kredit hatinya itu terbuat dari apa sih? Kok tega-teganya menipu tanpa pandang bulu.

Ini pengalaman pribadi saat melihat ibu teman saya lemas tak berdaya akibat kena tipu atau bisa jadi hipnotis melalui telepon. Ibu teman saya ini seorang janda yang sudah sakit-sakitan. Tinggal seorang diri karena dua anaknya sudah menikah dan mengikuti suami. Termasuk teman saya.

Suatu hari teman saya menelpon mengabarkan bahwa ibunya baru saja kena tipu. Sekarang sedang menangis saja di rumah. Saya pun segera meluncur ke rumah si ibu. Teman saya menyusul kemudian.

Dari cerita si ibu, awalnya ia mendapat telepon yang mengatasnamakan bank tempat ia menabung. Dikatakan bahwa no.rekening si ibu memenangkan undian sekian juta belum potong pajak. Selanjutnya ia menuruti saja apa kata si penelpon. 

Begitu telepon ditutup si ibu baru sadar apa yang ia lakukan. Yang ditangisi kenapa ia bisa bercerita bahwa di rumah seorang diri. Kalau mengambil uang biasanya minta tolong anak-anak. Entah bagaimana si ibu menurut saja ketika si penelpon berniat membantu mengurus proses cairnya hadiah asal diberitahu password banknya. 

Setelah sadar dan menelpon anaknya minta tolong dicek rekeningnya. Lemaslah si ibu. Uangnya di bank ludes. Memang tidak sampai puluhan juta. Namun beberapa juta uang yang ada di bank itu untuk keperluannya kontrol ke dokter terkait penyakit diabetes, kolestrol dan jantung yang menggerogoti dirinya. Pemberian anak-anak setiap bulan.

Saya ikut shock mendengar cerita si ibu. Menjadi benci dengan orang-orang yang tega menipu tersebut. Ini menjadi pelajaran berharga dalam menghadapi penipuan.

Suatu hari saya mendapat telepon yang ceritanya mirip-mirip kisah si ibu. Berhubung sudah tahu jadi saya katakan bahwa saya bukan orang yang dimaksud. 

"Ini saya adiknya. Tadi kakak saya nitip handphone ini ke saya. Ada pesan barangkali?" 

"Oh, nanti saja saya telepon kembali. Ini terkait hadiah lomba soalnya."

Saya iya kan saja. Beberapa jam kemudian orang tersebut menelpon lagi. Saya masih beralasan ini dan itu. Esok dan esoknya lagi ia menelpon lagi. Salut. Gigih sekali niatnya untuk menipu. Karena kesal ditelepon terus menerus. Akhirnya saya katakan.

"Mba. Kata kakak saya hadiahnya untuk Mba saja. Dia malas mengurusnya."

"Kalau begitu bisa minta datanya untuk..."

"Maaf Mba. Pakai data Mba saja. Ambil saja hadiahnya. Anggap saja sedekah dari kakak saya.

Setelah itu tak ada lagi telepon darinya. Kapok mungkin. Si penipu salah sasaran. Orang yang ditelepon tak butuh uang.

Sejak itu baik melalui telepon atau lewat SMS yang isinya mengatakan saya memenangkan undian dengan hadiah ratusan juta. Dengan tegas saya katakan.

"MAAF, SAYA TIDAk PERNAH IKUT UNDIAN APAPUN. JADI SILAKAN MBA / MAS AMBIL SAJA HADIAH UNDIAN TERSEBUT." (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun