Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bersepeda ke Jatiwaringin

31 Desember 2018   08:38 Diperbarui: 31 Desember 2018   14:17 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah dirasa cukup saya pun kembali melanjutkan perjalanan. Mengayuh dan mengayuh terus. Pada bagian jalan yang menanjak dengan santainya saya turun dan menuntun sepeda ini. Bisa saja saya paksa mengayuh tetapi nanti saya ngos-ngosan. Saya tak mau seperti itu. Santai saja. Toh tidak sedang mengejar medali.

Tak terasa perjalanan saya sudah tiba di perempatan Cijantung. Di sini saya sempat bimbang. Antara mengambil jalan lurus melalui terminal kampung rambutan atau belok kiri melalui pasar induk. Baru berbelok lagi yang arah TMII. Setelah dipikir sejenak saya memutuskan mengambil jalan lurus. Tidak terlalu ribet meski harus berjibaku dengan bus-bus besar. 

Maka begitulah, saya kayuh sepeda ini lurus melintasi terminal kampung rambutan. Konsentrasi penuh saya pancangkan. Karena saingannya bus-bus besar. Dan di pertengahan jalan ada tiga papan petunjuk jalan yang harus benar-benar dicermati agar tak salah mengambil jalur. Dengan sedikit tegang karena bus-bus yang mengarah ke jalur tol tak mau mengalah, akhirnya dengan lega saya bisa lolos dan masuk jalur yang saya pilih yaitu arah TMII.

Dengan sedikit memutari jalan akhirnya saya tiba di depan TMII. Seharusnya lurus saja mengikuti jalan sampai bertemu lampu merah yang mengarah ke pondok gede. Tetapi sudah di depan TMII maka harus mengabadikan momen dulu. Maka begitulah, sepeda saya belokkan kearah gerbang TMII untuk sekedar foto saja. Sebagai bukti otentik bahwa saya sudah bersepeda ke sana. Juga beberapa spot di sana saya gunakan untuk selfi. Bagi saya perjalanan tanpa dokumentasi sama seperti hoax. Jadi bukan untuk gaya-gayaan saja.

Sumber : dokpri
Sumber : dokpri
Puas mengambil gambar di sekitar TMII selanjutnya saya kayuh sepeda ini menuju arah Pondok Gede. Di perempatan jalan saya bersiap mengambil arah kanan. Begitu lampu hijau menyala saya pun langsung melaju di antara deru dan bising suara motor. Tiba di jalan yang agak lengang, saya berhenti sejenak untuk minum dan memotret papan petunjuk jalan. Yeaaahh...sudah masuk jalur Pondok Gede sorak hati ini.

Tak lama saya kayuh kembali sepeda ini. Lurus dan terus saja mengikuti jalan. Tiba di depan Monumen Pancasila Sakti, saya hentikan laju sepeda. Menyebrang sebentar untuk mengabadikan momen di depan pintu gerbang. Tukang ojek pangkalan memperhatikan sambil senyum-senyum. Saya balas dengan senyuman sambil berujar, "Harap maklum ya Pak. 

Saya dari Tangerang soalnya. Jadi untuk kenang-kenangan." Eh, mereka saling berbisik entah apa yang digumamkan. Saya sih asyik saja Selfi. Tiba-tiba salah satu dari mereka menghampiri. "Sini Neng saya potoin." Saya tersenyum melihat niat baik di bapak. "Terima kasih, Pak. Ini sudah cukup kok," tolak saya dengan halus. Lalu bapak ojek itu berujar lagi. "Kalau begitu terima ini Neng untuk beli minuman." Tentu saja saya kembali menolak. "Oh, tidak usah, Pak. Terima kasih banyak. Ini sudah bawa minum kok," sahut saya sambil bersiap menyebrang jalan. "Mari Pak!" 

Sumber : dokpri
Sumber : dokpri
Saya pun kembali mengayuh sepeda ini mengikuti arah jalan. Sambil menduga-duga, apa ya yang ada dipikiran mereka para ojek pangkalan tadi? Kok saya mau diberi uang. Kasihankah atau apa? Kalau merasa kasihan, duh... saya bersepeda ini happy-happy saja loh. Tidak merasa menderita. Kalau mau memberi sesuatu jangan karena kasihan ya Pak? Kalau sebagai penghargaan atas kenekadan ini, pasti saya pertimbangkan.

Kembali saya kayuh sepeda ini mengikuti arah jalan. Hingga akhirnya tiba di Pasar Pondok Gede. Di sini jalurnya satu arah sehingga kendaraan jalannya agak memutar. Saya konsentrasi penuh lagi karena saingannya angkot-angkot yang tak mau mengalah. Selain itu sambil memperhatikan papan petunjuk jalan untuk saya menentukan arah yang akan dipilih. Luruskan? Belok kirikah atau belok kanan. Akhirnya saya ambil arah kiri yang menuju Bekasi. Huaaaahhh... rasanya lega begitu keluar dari himpitan angkot-angkot kecil.

Jarak beberapa kilometer setelahnya saya berhenti sejenak untuk istirahat. Saya berhenti di dekat tukang buah keliling. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Pantas terik mentari mulai menyengat kulit. Daging buah semangka yang merah menyala berbalut lelehan es membuat saya bernafsu untuk menjamahnya. Maka beberapa iris semangka ludes saya lahap. Tukang parkir yang juga mulai merasakan teriknya mentari ikut menghampiri tukang buah keliling ini. Saya manfaatkan kesempatan itu untuk menanyakan alamat yang saya tuju.

"Oh, ibu masuk jalan kecil di seberang jalan itu saja. Pokoknya ikuti saja jalan itu. Nanti tembusannya komplek yang ibu cari. Itu jalan tembus. Daripada ibu lurus terus. Jauh dan memutar," ujar tukang parkir memberi penjelasan. Wah, berarti sudah dekat pikir saya. Langsung saja saya kembali melanjutkan perjalanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun