Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rindu Menyeruput Teh ala Baduy

12 Juli 2018   05:04 Diperbarui: 15 Juli 2018   03:04 2460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara minum teh mereka pun tidak seperti yang biasa saya lakukan. Di sini saya disuguhi segelas teh tawar hangat dalam gelas yang terbuat dari bambu. Lalu semangkuk irisan gula aren dalam mangkuk yang terbuat dari batok kelapa. 

Untuk menikmati teh hangat tersebut saya harus mengulum gula aren yang sudah disediakan. Baru mencecep teh tawar yang ada di gelas bambu. Awalnya kikuk dan bingung saja. "Kenapa tidak dicampur dan diaduk langsung saja seperti kebiasaan saya dalam menyeduh teh." Tetapi itulah adat kebiasaan mereka. Yang ternyata seru dan mengasyikkan juga. Dan saya rindukan kembali ketika sudah kembali ke rumah.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Untuk mengobati kerinduan akan suasana seperti itu, terkadang saya melakukan hal yang sama ketika ingin ngeteh syantik di rumah. Menyiapkan secangkir teh tawar sebab tak memiliki cangkir bambu. Lalu mengiris-iris gula aren  untuk disesap. 

Ditemani sekerat kue rangi asli Betawi, rasanya sudah nikmat sekali. Cukup sebagai pelepas rindu akan suasana ngeteh di perkampungan Baduy Dalam. Sebab untuk mengulang perjalanan ke sana tak mudah. 

Butuh fisik kuat dan mental baja. Sebab kita benar-benar berjalan kaki untuk memasuki perkampungan Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam. Luar biasa, sebab masih tetap terjaga seperti itu. 

Padahal jaraknya dengan ibukota tidak terlalu jauh dan terbuka luas akses untuk menuju modernisasi. Tapi itulah Baduy. Suku yang masih kuat menjaga tradisi. (EP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun