Sri Bintang Pamungkas dalam salah satu wawancara pernah bilang bahwa orang Cina itu kalau masuk Islam pura-pura. Ya tentu itu tidak benar. Saya rasa orang Tionghoa sama saja seperti yang lain. Manusia juga.
Di awal abad XX, orang Tionghoa ada yang pro Belanda dan ada yang pro Indonesia. Sudah jadi fakta sejarah memang ada orang Tionghoa yang pro kemerdekaan dan pro republik. Terus kita sempat bangga pada Rudi Hartono dan Liem Swie King, Â tahu-tahunya dua-duanya orang Cina. Ateng pelawak itu orang Cina. Terus Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Terus Anton Medan, Alifudin El-Islami, sampai Jaya Setiabudi ternyata muslim, Dedi Corbuzier masuk Islam, terus Steven Indra Wibowo malah aktivis mualaf center, sampai ke rumor Daniel Mananta masuk Islam kita yang non-Tionghoa senang betul. Kita girang kalau ada orang Cina masuk Islam.Â
Bagi saya yang penting kan muslim? Kalau merujuk pada Islam, Islam tidak pernah menyoal asal-usul ras: asal dia muslim dan bertakwa, ya sama di mata Allah.
Isu-isu kemanusiaan dan bayangan saya tentang orang Cina di Indonesia nyatanya lebih didasarkan pada harapan laten dan simpati bahwa mereka yang distigma cinta dunia: tahunya dagang dan urusan dunia, eksklusif sama kelompoknya, ternyata mau masuk agama saya. Tetapi kalau pun tidak masuk agama saya, yang penting ramah tamah dan egaliter.
Terus katanya negara kita ini demokrasi, mestinya orang Tionghoa bisa masuk arena politik lebih leluasa, tidak seperti di zaman Orde Lama dan Orde Baru. Tidak masuk politik akhirnya berjaya di olahraga dan ekonomi. Eh, tetapi Ahok sudah pernah jadi gubernur. Malah di Bangka Belitung orang Cina mendominasi perpolitikan lokal. Andrea Hirata juga punya cerita sendiri soal perilaku orang Cina di Belitung: yang songong ya songong, yang baik hati juga tidak sedikit.
Kalau ngaku negara demokrasi mestinya tidak ada halangan keturunan Cina naik ke kursi kekuasaan. Â Tetapi saya sendiri tidak setuju demokrasi, rujukan saya bukan demokrasi. Rujukan saya Islam. Saya bukan orang hizbut tahrir. Masalahnya sudah banyak yang bilang demokrasi itu tidak lebih dari 'demonkrasi' alias 'demo-crazy'. Yang benar itu musyawarah, sesuai Pancasila sila ke-4: hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Wassalam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI