Dasar kekuatiran Ya'qub ini pula yang kelak dipakai sebagai materi 'narasi palsu' yang dibuat kesepuluh saudara Yusuf.
Usai melempar Yusuf ke dalam sumur tua di jalur jalan padang pasir, mereka pun pulang ke rumah saat hari telah malam: suasana yang kondusif untuk menyamarkan tangisan dan menyamarkan 'barang bukti' berupa baju Yusuf yang dikoyak-koyak dan dilumuri darah kambing.
"Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di waktu isya sambil menangis." (Surat Yusuf: 16)
Mereka melakukan aksi pura-pura menangis.
Mereka berkata, "Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala. Dan engkau tentu tidak memercayai kami, meski kami berkata benar." (Surat Yusuf: 17)
Alibi 'diterkam srigala' itu juga yang dibuat sebagai bahan narasi agar cocok dengan kekuatiran Ya'qub semula.
Seakan-akan bahasa sikap (lisanul hal) mereka berkata, "Firasatmu benar Ayah, Yusuf diterkam dan dimangsa srigala..."
Dan mereka datang membawa baju gamis Yusuf (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Yakub) berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (Surat Yusuf: 18)
Hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan yang buruk itu- yaitu kalian secara subyektif menganggap tindakan itu benar dan dibolehkan. Kalian anggap baik perbuatan itu karena berharap perhatian dan kasih sayangku teralih kepada kalian dengan cara 'menghilangkan' Yusuf.
Apalagi setelah melakukan aksi konkret kedengkiannya terhadap Yusuf itu mereka berencana 'menjadi soleh' kembali. (Surat Yusuf: 9)
Kontradiksi Kebohongan