Dalam hal ini ragam bahasa atau variasi bahasa merupakan salah satu perubahan atau perbedaan bentuk dan makna bahasa. Perubahan itu dimanifestasikan dalam ujaran seseorang sebagai alat interaksi dalam masyarakat bahasa tertentu yang beraneka ragam.
      Nababan menjelaskan bahwa ragam bahasa merupakan perbedaan bahasa dalam pengungkapan. Perbedaan tersebut berasal dari daerah yang berlainan, kelompok sosial yang berbeda atau tingkat formalitas yang berbeda, maupun waktu yang berlainan. Perbedaan daerah menghasilkan ragam bahasa dialek, perbedaan kelompok sosial menghasilkan ragam bahasa sosiolek, perbedaan situasi atau tingkat formalitas menghasilkan ragam bahasa fungsiolek, dan ragam bahasa yang sehubungan dengan perkembangan waktu disebut bahasa yang lain-lain atau ragam bahasa kronolek. Selanjutnya, menurut Chaer perbedaan berdasarkan penuturnya dikenal adanya dialek-dialek, baik dielek regional maupun dialek sosial. Lalu berdasarkan penggunaannya adanya ragam bahasa, seperti ragam jurnalistik, ragam ilmiah, dan sebagainya.  Â
      Ragam bahasa dapat diartikan sebagai variasi penggunaan bahasa. Variasi tersebut didasarkan pada latar belakang (daerah), keadaan sosial, tingkat formalitas, waktu, dan penggunaannya.
Jurnalistik sebagai Refleksi Berbahasa Masyarakat
      Bagi seorang wartawan, bahasa merupakan alat yang paling penting untuk mengungkapkan seluruh gagasan. Dengan bahasa, wartawan dapat berkomunikasi dengan pembacanya. Wartawan tersebut harus mampu menggunakan bahasa dengan baik agar informasi yang disampaikan menjadi jelas dan dimengerti secara benar oleh pembacanya. Menurut Assegaf, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan untuk menyampaikan pesan atau berita kepada khalayak ramai (massa) melalui saluran media.
      Secara umum terdapat dua macam media, yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak memfokuskan pada ketajaman mata sedangkan media elektronik sepert radio memfokuskan ketajaman telinga. Dalam media cetak, penyusunan bahasa atau tepatnya kalimat ragam jurnalistik harus cermat karena mempengaruhi sasaran pembaca. Hal ini mempermudah usaha penyampaian pesan sebuah berita agar komunikatif dan diterima secara benar.
      Patmono berpendapat bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang dipergunakan dalam majalah, surat kabar, televisi, atau radio. Surat kabar merupakan salah satu media cetak sebagai alat komunikasi massa. Surat kabar merupakan media yang statis, mengutamakan pesan-pesan visual dan bersifat satu arah. Walaupun sebenarnya media cetak bisa melakukan komunikasi dua arah, tetapi karena waktu dialog tidak spontan (seketika), maka lebih banyak sifatnya satu arah.
      Komunikasi dua arah dalam surat kabar dapat terjadi ketika ada berita yang direspon oleh pembaca atau sumber berita lain; atau bisa juga ada artikel ditanggapi oleh penulis lainnya, kemudian direspon balik lagi oleh sumber atau penulis pertama. Dari respon dan tanggapan tersebut akar "kebenaran" yang semula tidak terlihat. Oleh karena itu, pemahaman pembaca pada kata sampai kalimat dalam sebuah berita harus baik agar tujuan komunikasi dua arah dapat dicapai dengan baik.
      Pendapat-pendapat tersebut diperkuat oleh Hadi yang menjelaskan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan para wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik (berita maupun feature), dan dimuat di media massa cetak. Isi media cetak adalah dokumen tentang sejumlah hal yang dikatakan orang lain dan catatan peristiwa yang ditangkap oleh sang jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata.
      Dalam media cetak, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif dan komunikatif yang mengutamakan pesan-pesan visual dan bersifat satu arah. Bahasa yang digunakan oleh pers pada dasarnya sama dengan bahasa Indonesia baku. Namun, bahasa pers merupakan bahasa yang paling praktis, efisien, dan efektif dengan aturan yang sudah ada. Kalangan pers umumnya menyadari bahwa bahasa yang dipakainya di koran atau majalah akan berpengaruh besar terhadap praktik berbahasa masyarakat pembacanya dan pertumbuhan bahasa Indonesia sendiri. Akan tetapi, sebaliknya pers juga merupakan cermin atau refleksi praktik berbahasa Indonesia masyarakatnya. Jika bahasa Indonesia masyarakat buruk, maka buruk pula bahasa persnya. Jika bahasa Indonesia masyarakatnya baik, maka baik pula bahasa persnya.
     Bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok.