Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Kembali Hermeneutik: Tradisi Ngaben di Bali dalam Cerpen "Mati Salah Pati" Karya Gde Aryantha Soethama

4 November 2021   09:03 Diperbarui: 4 November 2021   09:05 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mati Salah Pati merupakan mati ditabrak di jalan raya yang memang merupakan aib besar. Pada kematian seperti itu biasanya mayat korban dilarang dibawa pulang dan harus langsung ke kuburan karena dianggap mengotori desa. Karena sadar Pekah Landu tidak memiliki biaya untuk membiayai ngaben dirinya, maka Pekah Landu memilih untuk mati salah pati. Ia mencari orang kaya yang akan menabrak dirinya di jalan raya, nantinya orang kaya itu akan membiayai upacara ngaben Pekah Landu ketika meninggal. Adapun kutipannya adalah: Ketika yakin cara itu yang akan ditempuhnya, ia pun mempersiapkan diri. "ini memang bunuh diri, tapi tak akan ada yang curiga". Ia kemudian mengunjungi anak-anaknya sebelum niat mati itu ia lakoni. (paragraf 12)

2. Auslegen

            Setelah melewati tahap Verstehen, kami sebagai pembaca mencoba mendalami cerita di atas. Semua peristiwa yang melatar belakangi penderitaan si tokoh Pekah Landu disebabkan oleh statusnya sebagai seseorang yang lahir dan besar di Bali dan menjadi masyarakat Bali seutuhnya. Ketika seseorang dilahirkan sebagai orang Bali, maka mereka harus mengadakan beberapa upacara adat di Bali. Ada upacara perataan gigi pada anak yang berusia 17 tahun, ada upacara ngaben dan lain-lain. Upacara ngaben adalah upacara orang mati dimana mayatnya dibakar kemudian abunya di buang ke laut. Upacara ngaben sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar.

            Selain itu Pekah Landu juga memiliki status sosial yang kurang beruntung karena dalam cerita, Pekah Landu harus melakukan Mati Salah Pati agar supaya mayatnya kelak bisa diabeni tanpa biaya yang memberatkan anak-anaknya kelak. Dengan memilih Mati Salah Pati, Pekah Landu berpikir bahwa anak-anaknya tidak perlu lagi mengurus mayat dirinya apalagi harus mengeluarkan banyak untuk biaya ngaben nantinya. Hal-hal ini dapat tersirat lewat kalimat-kalimat yang terdapat di dalam teks yaitu:

Pekah Landu selalu menggigil membayangkan dirinya mampus karena pikun, buta dan kolok. Ia tahu, tak ada yang suka dibebani hidup seorang kakek seperti dirinya kalau nanti sampai harus terseret-seret dipapah pergi ke jamban untuk buang air.(baris 5-7)

Jenazah selalu menjadi barang yang merepotkan keluarga. Orang mati harus diupacarai, mesti ngaben, mayatnya dibakar, abunya dibuang ke laut. Upacara ngaben perlu biaya jutaan rupiah. Dari mana ia memperoleh uang sebanyak itu? Memang, ngaben akan menjadi tanggung jawab keluarga yang ditinggalkan, akan diurus oleh anak-anaknya. Namun orang mati sebaiknya meninggalkan harta yang bisa disishkan untuk biaya ngaben. Dan Pekah Landu tak sedikit pun punya harya untuk diwariskan buat upacara ngaben. (baris 11-18)

Sepuluh are tanah tegal yang terakhir sudah terjual tiga tahun silam. Anaknya ketika, menggunakannya untuk modal mendirikan toko kesenian di Ubud. Sedikit sisanya untuk mengabeni istrinya setahun silam. Dan ia tidak memiliki harta benda sedikitpun sekarang. (baris 19-21)

 

3. Applikation

            Kami mencoba menganalisis masalah ini secara lebih dalam dengan pendekatan interkultural. Cerpen berjudul Mati Salah Pati karangan Gde Aryantha Soethama dimuat di harian kompas tanggal 12 Desember 1993. dari cerpen tersebut, pengarang yang memang orang asli Bali berhasil menggambarkan Bali pada tahun 1993-an dimana suasana Bali digambarkan sudah modern dengan adanya fitness centre di dalan cerpen tersebut. Gde Aryantha Soethama mencoba mengulas bagaimana upacara ngaben yang sangat populer di Bali. Ternyata ada fenomena penderitaan dibalik adanya upacara ngaben di Bali. Hal ini dikarenakan upacara ngaben merupakan upacara kematian dimana mayat orang yang sudah meninggal kemudian dibakar dan abunya dibuang ke laut itu memerlukan biaya jutaan rupiah. Memang bagi orang kaya upacara tersebut bisa dilaksanakan tanpa susah payah namun berbeda halnya bagi orang yang status sosialnya lebih rendah akan merasa kesulitan untuk membiayai upacara ngaben tersebut.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas mengenai ngaben di Bali, yaitu:

  • Suasana, jikalau kita melakukan ngaben di Bali, 2 minggu sebelum hari H semua orang sudah sangat sibuk untuk mengurus upacara tersebut.
  • Tata cara, di Bali kita akan menemukan orang berbondong-bondong membawa tugu besar dari kayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun