Namun, ketika saya mengambil contoh lagi bahwa kata 'aktivitas' memiliki persamaan dengan kata yang diserapnya yaitu activity padahal kedua kata tersebut memiliki persamaan bentuk dasar. Mengapa kata 'aktivitas' dalam bahasa Indonesia yang bentuk dasarnya kata 'aktif' tidak menjadi 'aktifitas'? Yang memiliki arti kegiatan.
Saya pun masih berusaha mencari kata-kata yang sama. Saya pun mengambil contoh lagi yaitu kata 'kreatif' dari kata creative yang artinya memiliki daya cipta.Â
Satu pertanyaan lagi, mengapa 'kreativitas' tidak ditulis 'kreatifitas' yang memiliki arti kemampuan untuk mencipta? Sedangakan dalam bahasa Ingris masih ada kesamaan antara kata creative dan creativity, yang sama-sama menggunakan huruf 'v'.
Apa semua ini kesalahan dari orang-orang sunda atau hanya mencari kambing hitam dari keadaan orang-orang sunda dalam berkomunikasi dengan menyebutkan kata yang ada huruf 'f' atau 'v' sehingga orang yang salah artikulsainya akan menyebut kata tersebut dengan huruf 'p'.Â
Sepertinya contoh di atas masih kurang untuk dijadikan bukti bahwa penyerapan bahasa Indonesia pun masih memiliki ketidaksamaan dengan asal katanya.
Kata 'subjektif' yang memiliki arti menurut pandangan sendiri dengan kata 'subjektivitas', keduanya memiliki bentuk dasar subjek atau subjektif tetapi keduanya tidak memakai huruf 'f' atau 'v' yang sama.Â
Akan tetapi ketika saya membuka kamus bahasa Inggris mngenai kata 'subjektif dan 'subjektivitas' keduanya memakai huruf 'v' yaitu subjective dan subjectivity.
Contoh lain yitu kata 'relatif' yang memiliki arti tidak mutlak dan kata 'relativitas' dengan kata dasar 'relatif' yang berarti hal (keadaan) relatif, yang sama seperti contoh di atas tidak menggunakan huruf 'f' yang sama.Â
Dalam bahasa Inggris kata relative dan relativity masih mendapatkan hubungan mutlak di antara keduanya sehingga penulisan bentuk dasar relative sama dengan relativity menggunakan huruf 'v'.
Oleh karena itu, saya sebagai orang sunda merasakan hal yang berbeda dengan keadaan contoh-contoh di atas. Entahlah, sekarang saya akan terbawa oleh lingkungan bahasa Indonesia yang menuntut kebenaran berbahasa sehingga harus memilih kata-kata yang tepat dalam berkomunikasi.
Saya hanya bisa berharap bahwa penyerapan bahasa Indonesia dari bahasa asing ataupun bahasa daerah memiliki persamaan yang bisa menyesuaikkan dengan kemudahan masyarkat dalam penggunaan bahasa tersebut. ***