Sepertinya ibu kelihatan gelisah dan berada di alam kecemasan. Wajahnya pucat.
"Ibu sakit?"
"Tidak nak. Ada yang ingin ibu bicarakan pada kamu. Ibu sudah tidak tahan lagi dengan rahasia yang ibu pendam tentang ayah. Kamu sudah besar dan akan memahami keadaan ayah sebenarnya. Tapi..."
"Tapi kenapa bu? Aku sudah punya firasat kalau ibu menyembunyikan sesuatu tentang ayah dariku sejak dulu. Ceritakanlah bu, aku sudah siap untuk mendengarkannya." Desakku.
Segerombolan angin yang masuk tadi tiba-tiba ke luar kamarku semuanya. Sepertinya mereka memahami suasana antara aku dan ibu di kamarku yang akan membicarakan hal penting tentang ayah. Namun ibu hanya diam. Tertunduk dan menangis.
"Maafkan aku, mas. Aku langgar sumpahmu."
"Ibu menangisi ayah lagi? Ibu mengharapkan ayah pulang tiba-tiba? Mengapa bu?"
"Ayahmu seorang tentara. Ayahmu adalah ayah terbaik dan ibu sudah berjanji pada ayahmu tidak akan menceritakan tentang dirinya kepadamu. Ayahmu takut sewaktu-waktu dia benar-benar tidak kembali ke rumah ini. Jadi kita sudah siap untuk ditinggalkan kalau ada apa-apa dalam tugasnya."
"Jadi... Â Mengapa ibu merahasiakannya dariku?"
"Itu permintaan ayahmu dan ibu sudah berjanji. Tapi sekarang ibu tidak tahan lagi melihatmu membenci ayahmu sendiri."
"Lalu ayah?"